Bantuan dana untuk Dora sipenderta penyakit langka, di koordinir melalui Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta No Rekening Bank Nagari 2104.0210.08124-0, a/n YANSALISASTRI,SH
Kompas com membeberkan, Terlahir sebagai anak pertama, Dora Indriyanti Tri Murni (25) punya tanggung jawab besar bagi dua adiknya. Sejak remaja, dia berjuang keras bagi cita-cita dan menafkahi adik-adiknya. Pagi kuliah, sore sampai malam jadi petugas satpam, dini hari mengojek. Kini, gadis perkasa itu terbaring di rumah sakit.
Hingga Minggu (29/5) sore, jenis penyakit Dora belum juga diketahui. Darah segar masih kerap mengucur dari balik kulit kepalanya. Selang infus juga masih menembus punggung tangannya. Demikian pula selang oksigen yang terpaksa dimasukkan lewat lubang hidungnya.
Salah seorang sahabatnya, Wiwin Purnamasari (20), menunggui Dora dengan setia. “Selang oksigennya baru dipasang sore ini,” kata Wiwin.
Tim dokter yang menangani Dora baru sebatas menduga keluarnya darah secara tiba-tiba dari kepala sebagai tanda gangguan pada fungsi trombosit. Dalam khazanah kedokteran ini lazim disebut trombopati.
Sejauh ini memang ada tiga dugaan jenis penyakit yang diderita Dora. Masing-masing terkait dengan gangguan pada sistem vaskular atau pembuluh darah, gangguan pada fungsi trombosit atau trombopati tadi, dan gangguan pada fungsi koagulasi atau pembekuan darah.
“Dari tiga kemungkinan itu, sekarang ini mengerucut pada gangguan fungsi trombosit atau trombopati dan kerapuhan vaskular,” kata dokter Irza Wahid yang menangani Dora. Ia menambahkan, di dalamnya termasuk pula dugaan terjadinya inflamasi pembuluh darah atau vaskulitis.
Tulang punggung
Sejak diberitakan media beberapa waktu lalu, termasuk Kompas (25/5), banyak simpati mengalir untuk Dora. Meski begitu, kondisi gadis kelahiran Payakumbuh, 22 September 1985, itu masih memprihatinkan.
Bersama orangtuanya, Dora menghabiskan masa kecil hingga remaja di Medan, Sumatera Utara. Pada usia remaja, dia sudah mencari uang sendiri dengan menjadi kernet angkutan kota.
Lulus SMA tahun 2003, Dora merantau ke Batam. Di kota ini ia menjadi operator mesin di salah satu pabrik elektronik dan bekerja demikian giatnya. Hingga suatu hari ia tumbang setelah menanggung keletihan luar biasa. Dora terjatuh dari lantai dua dengan kepala membentur sejumlah anak tangga.
Pengobatan saat itu tidak tuntas dilakukan karena keterbatasan biaya. Namun, dokter Irza menampik bahwa peristiwa itu menjadi salah satu sebab penyakit
Dora saat ini.
Terjatuh dari tangga tak membuat Dora kapok bekerja. Justru ia semakin terpacu karena dua adiknya, Dwi Indosi Novia Timurni (23) dan Doni Nofitra Adi Putra (17), masih memerlukan dirinya.
Sebelum dirawat di RSUP Dr M Djamil, Dora tinggal di kontrakan bersama adiknya, Doni, dan dua sepupu mereka di Padang, sementara Dwi Indosi berada di Medan.
Tanggung jawab pada adik-adiknya makin menjadi setelah kematian ibunya pada 2007 dan keputusan ayahnya untuk pergi ke Duri, Riau. Dia pun berupaya keras melakoni pekerjaan apa pun demi membiayai adik-adiknya, terutama Doni yang kini masih sekolah di SMAN 15, Padang.
Sadar bahwa banyak hambatan untuk bekerja kasar jika berpenampilan sebagai wanita, sejak pindah ke Padang, Dora sengaja mengubah identitasnya menjadi “pria” dengan nama panggilan Adit. Dengan penampilan pria itulah ia pernah bekerja sebagai petugas satpam, tukang bersih-bersih, hingga mengojek. Semua dilakukan demi menggapai cita-citanya menjadi sarjana
Dora antara lain pernah menjadi petugas satpam di PLTD Pauh Limo, Padang. “Saya juga merangkap sebagai petugas kebersihan di sana,” katanya lirih saat ditemui di rumah sakit. Ia juga tidak malu menjadi buruh bangunan dan tukang ojek.
Dari hasil kerjanya itu, dia sekarang tercatat sebagai mahasiswa semester VI di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Padang. Dari hasil kerjanya itu pula, dia membiayai sekolah dan makan dua adiknya.
Kesulitan yang dialami dan banyak orang di sekelilingnya adalah motivasinya ingin menjadi sarjana hukum. Kata Dora, ia ingin jadi pengacara agar bisa membantu orang-orang susah seperti dirinya.
Sambil kuliah, gadis yang berpenampilan tomboi tetapi berwajah manis itu tetap bekerja keras. Pagi hingga sore ia kuliah, sementara waktu sisanya digunakan untuk melakoni pekerjaan apa saja yang halal.
Hanya sekitar dua jam dalam sehari ia menggunakan waktunya untuk tidur. Ia pun setia dengan penampilan ala laki-laki demi sejumlah pekerjaan yang dilakoni serta sempat membuat beberapa mahasiswi kecele.
“Ada beberapa mahasiswi yang sempat suka sama Dora. Mereka pikir Dora itu lelaki. Setelah tahu bahwa Dora perempuan, akhirnya jadi sahabat,” kata Adriani Safitri, salah seorang sahabat Dora di kampus.
Fajar Wahyudi, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Bung Hatta menambahkan, semangat Dora memang seperti baja. “Waktu ada pendaftaran korps sukarela Palang Merah Indonesia, ia ngotot ikut terus semua tahapan pelatihannya meski kami tahu kondisinya kurang sehat,” kata Fajar.
Akhirnya dibuatlah semacam perjanjian, Dora bisa ikut pelatihan itu, tetapi harus segera berhenti bila ia kemudian sakit. Namun, rangkaian pelatihan selama satu tahun itu dapat dilalui Dora.
Fajar mengatakan, selama mengikuti perkuliahan, Dora kerap terlihat pucat. Ia juga pernah pingsan di kampus.
Kini, Dora harus beristirahat di rumah sakit. Mengistirahatkan fisik yang terus dipacu bertahun-tahun. Semoga lekas sembuh pejuang keluarga yang tangguh..
Semoga cepat sembuh, Dora sayang…
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Code Parser
×