Catatan Ringan : Boy Yendra Tamin
Sejak diundangkannya UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka sebenarnya istilah pengacara tidak lagi digunakan. Artinya hanya ada satu istilah, yakni Advokat, sedangkan sebelumnya ada beberapa istilah seperti pengacara, penasehat hukum, advokat, pengacara praktek. Dan yang disebut dengan advokat itu adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Pertanyaannya sekarang, apakah jumlah advokat di Indonesia sudah sebanding dengan jumlah penduduk ?
Pada tahun 2000 silam penduduk Indonesia berjumlah sekitar 205.1 juta jiwa dan 60.1 persen di antaranya tinggal di pulau Jawa. Tahun 2015 ini penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 254,9 juta jiwa. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke empat setelah setelah Cina, India dan Amerika Serikat.
Dengan jumlah penduduk yang cukup besar itu, Indonesia hanya memiliki advokat sekitar 22 .000 orang saja atau 1 banding 10.800. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi tingkat pelayanan hukum bagi masyarakat di Indonesia. Keadaan itu bila dibandingkan dengan di Amerika dengan penduduk 31,65 juta juta terdapat sekitar 1 juta Advokat atau 1:310. Di Belanda tiap 100 ribu penduduk terdapat 52 orang advokat/pengacara itu pun pada tahun 80-an. Meskipun eksistensi dan kualitas pelayanan hukum bagi masyarakat bukan satu-satunya diukur dari perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah advokat, namun ketersediaan SDM yang memadai mempunyai korelasi yang tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan pelayanan dan pembangunan hukum di Indonesia.
Memahami perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah advokat dibeberapa negara maju, maka kebutuhan akan advokat di Indonesia dimasa datang masih besar. Setidaknya di Indonesia dibutuhkan sekitar 500 ribu orang lebih advokat dan itu pun masih jauh bila dibanding dengan di Amerika. Persolannya kemudian memang bukan sekedar soal jumlah, melainkan akan berjalan seiring dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat, kualitas pelayanan dan penegakan hukum di Indonesia. Tidaklah ada artinya jumlah advokat yang banyak atau mendekati ideal, apabila pembangunan dan penegakan hukum di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Keberadaan advokat sebagai penegak hukum belum berada pada tataran yang seimbang dengan unsur penegak hukum yang lainnya dan disisi lain advokat di tuntut pula untuk senantiasa meningkatkan profesionalitasnya.
Kebutuhan advokat di Indonesia dalam yang jumlah yang besar itu tentu pada waktu-waktu mendatang akan semakin besar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Selain penyebaran advokat yang tidak merata tampaknya menjadi persoalan tersendiri di Indonesia, masalah pilihan profesi bagi lulusan fakultas hukum terpecah dalam berbagai bidang profesi hukum, seperti hakim, jaksa, dan bekerja sebagai PNS dan perusahaan swasta, sehingga profesi advokat ada kecenderungan menjadi pilihan terakhir. Sedikit sekali yang sejak awal menentukan sikap memilih profesi advokat setelah menyelesaikan studi di fakultas hukum.
Meskipun ada kecenderungan profesi advokat belum menjadi pilihan utama, namun beberapa waktu belakangan keadaan itu tampak kian membaik. Ini tentu disebabkan banyak factor, setidaknya dikarenakan profesi advokat kian dipahami masyarakat luas, kemudian adanya regulasi yang memperkuat keberadaan advokat sebagai penegakan hukum, kesadaran hukum masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara hukum yang kian membaik, jelas mempengaruhi pertumbuhan profesi advokat.
Akan tetapi sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan 500 ribu advokat di Indonesia tidaklah mudah, terutama dikarenakan profesi advokat merupakan profesi mandiri, maka kebutuhan itu sangat tergantung pada minat dan cara pandang, serta kemampuan individual lulusan fakultas hukum dalam memilih profesi hukum dan dilain pihak juga sangat dipengaruhi pada penghargaan masyarakat dan pemerintah pada profesi advokat. Dengan demikian terwujudnya 500.000 advokat di Indonesia bagai menapak jalan panjang. Dalam konteks ini bisa dipahami betapa penting arti wadah tunggal organisasi advokat dalam upaya pengembangan profesi advokat di Indonesia baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Disisi lain advokat yang sudah ada di Indonesia, penyebarannya pun belum merata di Indonesia. Mungkin saja ada suatu kabupaten/Kota tidak ada advokat disana. karena kecenderungannya para advokat lebih banyak berdomisili di kota-kota besar. (***)