Jika dikatakan syarat untuk menjadi anggota legislatif di Indonesia tampaknya relative ringan dan makin lebih ringan sesuai dengan terorial kedudukan suatu lembaga legislatif. Syarat yang ditentukan UU lebih merupakan formal minimal, dan boleh jadi mininus kapasitas substansial. Jadi bila kinerja anggota dewan banyak disorot atau ada prilaku anggota legislatif yang dinilai negative, semua itu bisa terjadi.
Sulit untuk dipungkiri, bahwa untuk menjadi anggota legislatif di Indonesia masih bertumpu pada dukungan atau perolehan suara dalam pemilu. Harusnya memang demikian, tapi apakah pemilih mengenal dengan baik dan tidak tahu persis kapasitas dari calon anggota legislatif yang dipilihnya. Kecenderungan yang terjadi dalam pemilu legislatif yang menonjol adalah sosialisasi besar-besaran dari para calon untuk mengenalkan diri kemasyarakat dan yang sudah pupuler mendapat untung. Setidaknya keadaan seperti itu bisa dengan mudah ditemukan dalam pemilu legislatif di Indonesia, meskipun demikian diantara anggota legislatif tidak kurang juga yang berkualitas.
Dalam kaitannya dengan pengamatan sekilas di atas, maka hal itu setidaknya relevan dengan berita yang ditulis Republika.co.id (18//7/11), bahwa anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin, Senin (18/7), mengakui banyak anggota DPR bermasalah. Kondisi itu dinilainya karena syarat menjadi legislator tidak diatur secara ketat. Dampaknya banyak anggota DPR berbuat ulah yang itu merusak citra DPR sebagai wakil rakyat.
“Ada artis yang jadi anggota DPR, kerjaannya ngelawak terus. Tidak benar kerjanya, ini yang bermasalah,” cetus Didi di seminar Penegakan Hukum di Era Reformasi: Suatu Evaluasi Komprehensif Dinamika Hukum Indonesia di Universitas Trisakti.
Yang membuatnya prihatin, artis anggota DPR itu tidak pernah bekerja serius. Yang bersangkutan lebih senang menggeluti dunia lawaknya dibanding fokus bekerja untuk kepentingan rakyat. Yang menjengkelkan, lanjut Didi, anggota DPR yang bebuat ulah itu tidak bisa diingatkan untuk menjaga kelakuannya.
Lebih miris lagi, sambung Didi, beberapa anggota DPR kelakuannya tidak ubahnya seperti preman. Bahkan tidak sedikit di antara mereka memakan uang rakyat dengan menjadi calo anggaran proyek. “Inilah konsekuensi jika semua orang bisa menjadi anggota DPR. Tidak ada aturan tentang kapabilitas,” jelas Ketua DPP Partai Demokrat tersebut
.
Didi mengharapkan, akademisi kampus ikut terlibat mencari solusi atas realita yang terjadi di DPR. Dengan begitu, lanjut dia, ke depannya, citra DPR bisa lebih baik dan tidak hancur-hancuran seperti sekarang.
Dari apa yang diitulis republika.co.id itu, maka tidak ada jalan lain dan sudah saatnya syarat untuk menjadi anggota legislatif diperketat dan menuju kepada pemenuhan syarat kapasitas. Hal ini tentu tidak terlepas dari dengan cara bagaimana dan syarat yang bagaimana suatu partai mengajukan calon anggota legislatif. Artinya selain syarat, pola rekrutmen calon legilatif harus diperbaharui. Konsekuensinya tentu diperlukan perubahan ketentuan UU yang terkait dengan pengisian keanggoatoaan badan legislatif. Persoalannya apa anggota DPR mau melakukan perubahan UU terkait pengisian keanggoataan badan legislatif yang ketat dan memperkuat pemenuhan kapasitas ?.Inilah soalnya persoalannya. (Sumber bahan :id.berita.yahoo.com/banyak-anggota-dpr-bisanya-ngelawak-
134233946.html)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Code Parser
×