Oleh: Boy Yendra Tamin
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung HattaApakah sebenarnya yang dimaksud dengan perikanan itu ? Pertanyaan ini sepintas lalu tidak ada istimewanya. Tetapi ketika pertanyaan ini dikaitkan dengan kebijakan pembangunan dibidang perikan dan prilaku pelaku perikanan, ia ternyata memuat sejumlah hal yang subtansial. Suatu kali dalam memberikan kuliah Hukum dan Peraturan Perikanan pada fakultas perikanan, saya bertanya kepada mahasiswa apa yang dimaksud dengan perikanan ? Beberapa mahasiswa memberikan jawaban tadi, diantaranya;“ Perikanan adalah usaha ekonomi masyarakat untuk melakukan eksploitasi sumber daya ikan; Perikanan adalah usaha ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya ikan.”
Dari rumusan yang diberikan mahasiswa itu didapat beberapa hal yang patut menjadi cacatan kita - terlepas dari atas dasar apa mereka membuat rumusan itu - . Pertama; perikanan itu berhubungan dengan usaha/kegiatan ekonomi. Kedua; usaha ekonomi yang berkaitan dengan eksploitasi atau pemanfaatan sumberdaya ikan.
Artikel Terkait:
Tindak pidana di Bidang PerikananFungsi Hukum: pencemaran dan kerusakan lingkungan perikananPelarangan Penggunaan Pukat TarikAlat Tangkap Trawl Mengancam Sumber Daya LautDengan kedua subtasi yang terdapat dalam rumusan yang diberikan mahasiswa tersebut, maka ketika kita bicara soal perikanan yang terlintas adalah kegiatan penangkapan ikan atau mengeksploitasi sumber daya ikan dalam rangka memenuhi konsumsi manusia akan ikan. Di sisi lain sebagai sebuah kegiatan mendapatkan penghasilan atau keuntungan ekonomis dari sumber daya ikan. Persepsi terhadap perikanan yang demikian, pada akhirnya berujung pada dengan cara bagaimana orang memperoleh ikan sebanyak-banyaknya. Meskipun dalam tataran tertentu masih dapat dikemukakan batas-batasan yang menganulir penangkapan secara sembarangan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), pengertian mengenai perikanan ternyata lebih singkat, sederhana, tetapi menunjukkan subtansi pengertian perihal perikanan. KUBI mengartikan perikanan adalah perihal yang menyangkut urusan (penangkapan, pemeliharaan) ikan. (KUBI;1983;778) Sedangkan dalam bahasa Inggris perikanan (fishery) diartikan dengan ; (1) part of the sea where fish are cought commercially: offshore fisheris, ie at some distance from the coast; (2) business or industry of fhising.(As.Hornby;1989;460) Mencermati pengertian yang diberikan terhadap perikanan tersebut itu, selain memperlihatkan perbedaan dan kesamaannya masing-masing. yang jelas pengertian perikanan intinya bertumpu pada ikan.Tidak ada yang salah memang dengan pengertian terhadap perikanan seperti yang kita kemukakan di atas, setidaknya dalam wacana pengertian perikanan yang umum. Namun jika pengertian terhadap perikanan itu berbasiskan pada ikan, maka menjadi logis apabila orang berbicara mengenai perikanan, maka yang terlitas dalam pikirannya adalah ikan. Tetapi pada tataran itu sebetulnya ada konsekuensi logis yang sukar dihindarkan pada saat kita berbicara mengenai kebijakan dibidang perikanan, apalagi ketika membincangkan kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan, dimana pembicaraan dan pengkajian pengelolaan sumber daya perikanan menjadi menyempit sebatas mengenai ikan.
Dalam konteksnya dengan pengertian perikanan, maka dalam perspektif hukum pengertian perikanan itu ternyata lebih luas dan secara subtasian tidak hanya mengenai ikan. Dalam undang-undang (UU) No.9 Tahun 1985 pasal 1 huruf disebutkan: “Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan”. Bahkan UU No 31 Tahun 2004 memberikan pengertian lebih kompleks lagi, yakni; “Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis”
Membandingkan pengertian yang diberikan mahasiswa dan kamus dengan pengertian yang diberikan hukum terhadap perikanan itu menunjukkan perbedaan yang signifikan, dimana hukum memandang perikanan itu berbasiskan pada sumber daya ikan dan bukan pada ikan. Terhadap apa yang dimaksud dengan sumber daya perikanan itu UU No.9 Tahun 1985 menyebutkan; Sumber daya perikanan adalah semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya. Tetapi dalam UU No 31 tahun 2004 cakupan sumber daya ikan itu lebih luas dimana sumber daya ikan dirumuskan sebagai “potensi semua jenis ikan” dan tidak hanya dalam cakupan semua jenis ikan.
Pemahaman yang diberikan UU No.9 Tahun 1985 dan UU No 31 tahun 2004 tersebut sejalan dengan apa yang dimaksud dengan sumber daya alam hayati sebagaimana dirumuskan Pasal 1 huruf (a) UU No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eklusif (ZEE); Sumber daya alam hayati adalah semua jenis binatang dan tumbuhan termasuk bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Kemudian di dalam Penjelasan UU tersebut lebih lanjut disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan istilah sumber daya alam hayati dalam Undang-Undang ZEE itu adalah sama artinya dengan istilah sumber daya perikanan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perikanan.
Dengan demikian, bila kita kembali pada pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan perikanan itu, maka didapat suatu pemahaman bahwa perikanan itu tidaklah semata-mata berurusan dengan ikan atau sebatas urusan/kegiatan ekonomi berkaitan dengan penangkapan, pemanfaatan, pemeliharaan, eksploitasi ikan. Dalam konteks ini ikan hanya satu aspek dari apa yang dinamakan dengan sumber daya perikanan. Bahkan dengan memahami penjelasan UU No.9 tahun 1985 mengenai Sumber daya perikanan, dapat ditarik kesimpulan dunia perikanan itu ternyata cukup kompleks, terutama dengan dinyatakan biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan Pisces, crustacea, Mollusca, Coelenterata, Enchinodermata, amphibia, reptilia, mamalia, Aggae diperairan termasuk sumber daya ikan. Bahkan dalam perspektif UU No 31 Tahun 2004 lingkupnya mencakup potensi semua jenis ikan.
Pengertian perikanan yang luas dan kompleks yang diberikan hukum (UU No.9 Tahun 1985 dan UU No 31 tahun 2004) adalah sangat penting artinya dalam mehami kebijakan-kebijakan dan pembentukan hukum dalam bidang pengelolaan dan pemamfaatan perikanan. Meskipun pengertian mengenai perikanan yang diberikan UU itu dalam beberapa peraturan lainnya tidak diikuti secara konsisten, dimana keluasan makna pada kesempatan tertentu kembali menjadi sempit. Ketidak-konsistenan tersebut tergambar antara lain dalam beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut;
Dalam pasal 1 angka 8 UU No.9 Tahun 1985; Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan pengkapan ikan, termasuk untuk melakukan survei atau eksplorasi perikanan. (UU No 31 Tahun 2004 yang menyebutkan, “Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/ eksplorasi perikanan”).
Dalam pasal 1 angka 1 PP No.15 tahun 1990; usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan....
Dari rumusan mengenai kapal perikanan dan usaha perikanan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di atas terlihat adanya inkonsistensi di dalam pengunaan istilah “perikanan” yang berintikan pada “sumber daya ikan”. Semestinya ketika kita mempergunakan istilah perikanan maka pembicaraan berkaitan dengan “sumber daya ikan”. Dan saat kita membicarakan ‘sumber daya ikan”, maka pembicaraan meliputi semua jenis ikan termasuk biota perairan yang berhubungan dengan jenis ikan. Maka ketika kita menggunakan kata “ikan”, maka belum tentu kita membicarakan biota yang berhubungan dengan jenis-jenis ikan yang ada diperairan. Bahkan apa dalam masyarakat awam, atau bagi kita yang memahami pengertian ikan secara umum seperti yang diberikan kamus, pada saat menyebut kata “ikan” yang terbayang adalah binatang bertulang belakang yang hidup dalam air bernafas dengan insang.
Pengertian yang demikian sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat pada saat membaca peraturan perundang-undangan bertemu dengan kata-kata “ikan”, yang berimplikasi pada makna perikanan itu sebatas makna pengertian ikan yang sempit. Perikanan dipahami hanya sebatas mengenai mengenai binatang bertulang belakang yang hidup dalam air bernafas dengan insang. Tidak terkecuali dengan pemerintah sendiri dalam mengambil kebijakan pembangunan dibidang perikanan cenderung terkontaminasi oleh pengertian perikanan semaksud ikan dan bukan dalam perspektif sumber daya ikan.
Kecenderungan yang demikian dapat diamati dengan mudah, dimana pemerintah dalam kebijakan-kebijakannya lebih menitik beratkan pada upaya penangkapan ikan, produksi dalam rangka pencapian tujuan ekonomi sebagaimana yang terjadi pada zaman Orde Baru misalnya. (***)