Indikasi dari gagasan pembubaran KPK karena kekecewaan atas kinerja KPK itu terlihat jelas dari pandangan Fahri Hamzah sebagaimana diberitakan Tribunnews.com (4/10/11) yang menyebutkan;
“sikap politisi PKS, Fahri Hamzah yang sangat berapi-api meminta KPK dibubarkan karena Fahri merasa gemas lantaran kasus bailout Bank Century hingga hari ini tidak selesai. “Saya kira Fahri gemas karena di Century tidak terbuka semuanya,” ujar Politisi PDI Perjuagangan , Ganjar Pranowo di gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/10/11).
Menurut ganjar, akibat masalah Century yang tidak selesai tensi Fahri menjadi tinggi, kemudian dia marah saat rapat konsultasi dengan KPK. “ Tensinya tinggi, itu kan image, kan diperiksanya tidak di KPK,” jelasnya.
Posisi Fahri lanjut Ganjar juga dilihat menguntungkan pasalnya Wakil Ketua Komisi III DPR ini memiliki argumentasi yang kuat untuk mewacanakan pembubaran KPK.
“Fahri punya argumentasi bahwa 91 orang lho tidak ada satu pun yang diselesaikan sampai hari ini, ini tidak balance, kalau soal Badan Anggaran tensinya tinggi kenapa tidak tinggi untuk Century” pungkasnya.
Tetapi tidak semua Politisi di DPR –tentu saja publik—sependapat dengan gagasan pembubaran KPK, apalagi karena hanya soal kinerja komisioner KPK. Ketidak setujuan pemburan KPK itu antaranya dilontarkan Fraksi PPP sebagaimana diberitakan Republika.co.id (4/10/11);
“Wacana pemburan KPK tiba-tiba terlontar saat DPR menggelar rapar konsultasi dengan pimpinan KPK. Fraksi PPP menyatakan pihaknya sama sekali tidak setuju dengan ide pembubaran tersebut.
“PPP sangat tidak setuju. Ide ini terasa aneh muncul dalam rapat konsultasi,” kata Sekretaris Fraksi PPP, Arwani Thomafi, kepada Republika, selasa (4/10)
Adalah Wakil Ketua Komisi III DPR, Fahri Hamzah yang mencuatkan wacana pembubaran KPK. Dia beranggapan KPK telah menjadi lembaga super body yang seolah tidak mau diawasi.
Karena alasan tersebut, Fahri beranggarapan pembubaran KPK bisa dilakukan. Apalagi dalam demokrasi, tidak boleh ada lembaga hukum sekuat itu. Semua lembaga terbuka untuk diawasi,
Dengan prediket sebagai lembaga super, menurut Fahri, KPK cenderung tidak mau diawasi.
“Seluruh lembaga negara tidak boleh ada yang merasa paling kuat,” katanya saat itu. “Seharusnya, sesame lembaga negara itu saling memperkuat. Sehingga, tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing bisa berjalan secara optimal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Kedua pandangan itu memperlihatkan titik tolak pemikiran yang berbeda dan tentunya masing-masing melahirkan nilai-nilai yang berbeda. Akan tetapi setidaknya dari perseteruan KPK dan DPR itu tentulah ada dalam ranah politik dan apakah gagasan pembubaran KPK itu akan akan ditindak lanjuti, seharusnya tidak. Sebab persoalannya bukan soal lembaganya, melainkan bagaimana lembaga-lembaga negara itu memerankan fungsi dan wewenangnya sebagaimana mestinya atau sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam undang-undang pembentukannya. Dalam konteks ini bagaimana suatu lembaga negara yang dibentuk menjalankan tugas dan fungsinya memang acapkali “digugat” publik dan hal itu sebuah konsekuensi dari dijatuhkannya pilihan pada demokrasi. Jadi bila hanya kecewa karena atas kinerja, maka KPK tidak perlu dibubarkan dan yang diperlukan adalah setiap lembaga negara memperbaiki kinerja dan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan apa diharapan rakyat. (***) –Ulasan oleh: Boy Yendra Tamin