Catatan hukum Boy Yendra Tamin
Bagaimanakah hubungan antara hukum dan politik ? Bukan hal baru bagi kalangan sarjana hukum, bahwa hukum adalah produk politik. Sekalipun demikian ketika hukum itu disepakati dan ditetapkan (eksis) maka politik harus tunduk pada hukum. Tapi dalam kenyataan ditemui, peranan politik kelihatannya lebih dominan dalam kehidupan negara dan bangsa. Artinya tidak jarang faktor politik lebih dipentingkan dari pada faktor hukum. Politik mendominasi hukum. Ini pulalah suatu fenomena keberadaan hukum di Indonesia dalam dekade waktu yang lampau yang dapat diteliti dan sampai sekarang masih dirasakan.
Seperti telah dikemukakan, bahwa antara hukum dan politik memiliki hubungan yang kait mengkait. Arbi Sanit menyebutnya politik sebagai variabel yang berpengaruh kepada hukum. Dikemukakan pula, sedikitnya ada tiga titik temu antara politik dan hukum di dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, ialah pada waktu penetapan penjabat hukum melibatkan politik. Kedua, ialah proses pembuatan hukum itu sendiri. Setiap proses pembuatan kebijaksanaan formal yang hasilnya tertuang dalam produk hukum pada dasarnya adalah produk dari proses politik dan; ketiga yaitu proses pelaksanaan hukum di mana pihak-pihak yang berkepentingan berusaha mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan yang sudah berbentuk hukum tersebut, sejalan dengan kepentingan dan kekuatannya.
Diakui memang, bahwa hukum tidak bisa bebas dari pengaruh politik. Tetapi pengaruh itu seharusnya hanya sampai sebatas pada saat pembentukannya karena hukum itu sendiri dibentuk melalui proses politik. Tetapi titik temu sebagaimana dikemukakan di atas, seharusnya tidak mendominasi (kalau tak ingin mengatakan tidak seharusnya ada) setelah hukum yang dirumuskan itu ditetapkan sebagai peraturan perundang-undangan. Seharusnya politik harus tunduk pada hukum, termasuk perilaku politik. Karena itu tidak selayaknya di dalam proses pelaksanaan hukum pihak-pihak yang berkepentingan berusaha mempengaruhi pelaksanaan yang sudah berbentuk hukum. Perilaku politik serupa itu jelas memiliki kecenderungan pada perongrongan terhadap eksistensi dan wibawa hukum, yang pada gilirannya berdampak terhadap penegakkan hukum.
Untuk tegaknya hukum, maka hukum dalam pelaksanaannya harus bebas dari pengaruh politik apalagi dipengaruhi. Apabila pelaksanaan hukum dipengaruhi, maka ia jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi yang salah satu prinsipnya adanya peradilan yang bebas ataupun perlindungan terhadap hak asasi manusia. Singkatnya apabila pelaksanaan hukum tidak bebas dari pengaruh politik, maka hukum cenderung hanya sebagai legitimasi kekuasaan dan sebagai alat untuk kepentingan penguasa. Dalam lain perkataan hukum memang diakui sebagai produk politik, tetapi setelah hukum eksis, politik harus tunduk pada hukum. Pelaksanaan hukum harus dilihat sebagai proses hukum semata-mata dan bukan lagi proses politik. Pemahaman ini berbeda dengan arti politik hukum. Karena politik hukum bukanlah dua variabel antara politik dan hukum. Tetapi arti politik hukum adalah kebijaksanaan di dalam bidang hukum, kebijaksanaan hukum yang bagaimana yang akan ditetapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan negara dan bangsa. (***)