Dunia hukum - Hukum Acara Pidana atau KUHAP yang saat ini berlaku di Indonesia tidak mengatur adanya kewajiban seorang terdakwa harus disumpah sebelum memberikan keterangan sebagaimana layaknya pada seorang saksi. Tidak disumpahnya terdakwa dalam memberikan keterangan dipersidangan dinyatakan MK sebagai konstitusional yang dituangkan dalam putusan MK dalam persidangan uji materil terhadap pasal 155 dan pasal 160 ayat 3 UU No 8 Tahun 1981. Hal itu diungkapkan mahkamahkonstitusi.go.id (29/2/2012) yang selengkapnya dikutip dibawah ini;
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa ketentuan yang tidak memerintahkan agar terdakwa perlu disumpah sebelum memberikan keterangan dalam persidangan adalah konstitusional. Sebab, menurut Mahkamah, dalam pemeriksaan, terdakwa berhak untuk memberi keterangan dengan bebas. Demikian hal itu dinyatakan oleh Mahkamah dalam sidang pembacaan putusan perkara No. 67/PUU-IX/2011, Rabu (29/2), di Ruang Sidang Pleno MK. Dalam perkara ini Pemohon, Frans Delu, menguji Pasal 155 dan Pasal 160 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Artinya, lanjut Mahkamah, seorang terdakwa berhak untuk membantah dalil-dalil yang diajukan dalam dakwaan dan memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. “Dalam hukum acara pidana, seorang terdakwa berhak untuk tidak memberikan keterangan yang akan memberatkan/ merugikan dirinya di muka persidangan,”tulis Mahkamah dalam putusannya.
Hak tersebut diatur dalam Pasal 175 UU 8/1981 yang menyatakan, "Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan”. Dari ketentuan tersebut, terdakwa diperbolehkan untuk tidak menjawab atau menolak menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. Dalam hal demikian terjadi, kata Mahkamah, hakim ketua sidang hanya menganjurkan pada terdakwa agar menjawab. Tidak ada sanksi bagi terdakwa yang menolak menjawab.Selain itu, sambung Mahkamah, setidaknya terdapat empat alasan hukum terdakwa tidak disumpah dalam memberikan keterangan di persidangan berdasarkan ketentuan dalam UU 8/1981. Pertama, terdakwa diperbolehkan untuk tidak menjawab atau menolak menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. Kedua, pemeriksaan di persidangan harus tetap menggunakan asas praduga tidak bersalah. Ketiga, keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Dan keempat, beban pembuktian berada pada penuntut umum.
Bahwa berdasarkan alasan tersebut, ketika keterangan terdakwa harus diberikan di bawah sumpah seperti dalil Pemohon, maka hal ini tidak sesuai dengan hukum acara pidana sebagaimana diuraikan di atas. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, keterangan terdakwa yang diberikan di bawah sumpah justru bertentangan dengan asas pelarangan penyalahan diri sendiri (non self incrimination) dan asas praduga tidak bersalah yang terdapat dalam hukum acara pidana.
Hingga akhirnya, dalam amar putusannya Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. “Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, yang juga bertindak sebagai Ketua Pleno Hakim sidang pembacaan putusan.
Mahkamah berpendapat, hak-hak konstitusional Pemohon yang ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 tidak dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal 155 dan Pasal 160 ayat (3) UU 8/1981. “Pemohon tetap dapat melaksanakan hak-hak konstitusionalnya dimaksud. Terlebih lagi Pemohon di dalam permohonannya juga mengakui bahwa ‘pasal-pasal yang dimohonkan pengujian tidak secara aktual merugikan Pemohon’”.
Sebelumnya, Pemohon berpendapat bahwa terdapat perlakuan yang berbeda antara saksi dengan terdakwa, yaitu saksi sebelum memberi keterangan disumpah terlebih dahulu sementara terdakwa tidak disumpah terlebih dahulu. Hal itu menurut Pemohon berakibat keterangan terdakwa tidak bernilai sebagai alat bukti sehingga merugikan terdakwa dan potensial merugikan setiap warga negara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai terdakwa di depan persidangan. (Dodi/mh) (***)