Sebelumnya telah dikisahkan Abdul Majid (Syekh Haji Abdul Majid) berlayar ke Tanah Suci bersama gurunya Syekh H Bustami dan tangkatnya lenyap saat berziarah di Maqam Rasulullah Saw- Dunia Hukum.
Disusun oleh: Buya Haji Ramli, M.Nur Engku Mudo, Almanar HAM
Dua tahun kembali dari Tanah Suci Makkatul Mukarromah, sebagai seorang murid yang belajar hanya karena kemauan sendiri, apalagi sebagai seorang yang senang membantu guru, kini Abdul Majid dianggap oleh Guru (Syekh H Bustami) sudah dapat mengajarkan ilmu yang diperolehnya untuk diajarkan di kampung halaman (Nagari Lawang Mandahiling).
Setibanya dikampung halaman mamaknya Datuk Pardano telah meninggal dunia dan Ibu Saurah pun telah mendahuluinya pula. Yang masih hidup hanyalah saudara perempuan seibu yang bernama Zamzam. Hidup miskin tak berharta.
Abdul Majid mulai menggarap sisa-sisa sawah yang tidak tergadai. Dengan kesungguhan dan ketabahan, siang kesawah/keladang, pada malam harinya orang datang minta ilmu yang dipelajarinya di rantau orang.
Semakin hari semakin banyak juga orang datang belajar agama, maka timbulah minat untuk mendirikan surau di Guguk Salo. Dan dengan rezeki yang diberikan Tuhan itu sawah dan lading yang tergadai itu mulai ditebus secara beransur-ansur, kemudian digarap.
Dengan datangnya orang yang belajar karena haus dengan ilmu agama, maka barulah dirasakan semakin kurang ilmu yang dimiliki. Oleh sebab itu ia harus menambah ilmu dan belajar kembali ilmu Tasauf dan Ilmu Thariqat yang belum dimilikinya. Kemudian ia kembali belajar ilmu Tasauf dan ilmu Thariqat dengan gurunya Syekh Haji Bustami di Lintau. Dan alangkah terkejutnya Abdul Majid setelah dipanggil Haji oleh teman-temannya maupun gurunya sendiri.
Dengan perasaan yang agak berat, panggilan Haji itu tetap diterimanya asal ia dapat diterima kembali untuk belajar ilmu tasauf dan ilmu thariqat.
Setelah memperoleh ilmu tasauf yang agak mendalam, Abdul Majid diperkenankan pulang kembali untuk mengembangkan ilmu tasauf dan ilmu thariqat kepada orang-orang yang membutuhkan.
Setelah kembali menetap dikampung, orang kampong berdatangan melamar untuk dijadikan suami atau menantu. Dan Tuhan mentaqdirkan Abdul Majid kawin dengan seorang perempuan yang bernama Ranopiyah. Perkawinan dengan Ranopiyah diperoleh 2 orang anak perempuan diberi nama Jawahir dan Ridha. (*) Bersambung I Kisah sebelumnya
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Code Parser
×