Untuk pergi menunaikan ibadah Haji tidaklah semudah saat ini yang dalam beberapa jam saja sudah sampai di Mekkah, tetapi pada masa dulu selain tantangan perjalanan yang berat, untuk sampai ke Mekkah dibutuhkan waktu 8 bulan untuk perjalanan saja – DuniaHukum.
Disusun oleh: Buya Haji Ramli, M.Nur Engku Mudo, Almanar HAM
Bulan Rajab sudah hampir tiba. Semua anak dagang merasa bahagia. Masing-masing mereka ingin pulang ke kampung halaman yang hanya pulang sekali setahun, bahkan ada pula yang tidak mau pulang sebelum memiliki ilmu pengetahuan yang cukup.
Pada umumnya mereka pulang ke kampung halaman di bulan Rajab dan kembali nanti sesudah sesudah puasa Ramadhan. Tepatnya mulai belayar nanti seminggu sesudah hari Raya Idul Fitri yang penuh kegembiraan.
Disenja itu Abdul Majid duduk-duduk asyik berbincang-bincang dengan teman-teman yang sebagiannya telah telah bersiap-siap untuk pulang. Abdul Majid dipanggil oleh Guru yang juga sedang bercakap-cakap dengan teman lainnya. “Wahai Abdul Majid. Kamu tentu ingin juga pulang ke kampung. “. “Benar engku”. “ Tapi saya harap kamu cepat kembali kemari. Sebab kalau kamu suka dan family kamu setuju , kamu akan saya ajak berlayar ke Tanah Suci dipertengahan bulan Rajab nanti. Untuk itu pulanglah besok pagi dan minta izin kepada family supaya mereka bersedia melepas kamu berangkat ke Tanah Suci itu. Ini uang belanja kamu di perjalanan”.
Abdul Majid tidak membantah apa yang disampaikan oleh Guru. Akan tetapi ia enggan menerima uang yang diberikan guru. Dengan tidak mencari helah lagi, guru memasukkan uang ke kantongnya. Besok pagi ia berangkat pulang menemui family.
Setiba di kampung Abdul Majid segera menemui mamak yang sudah semakin tua juga, malah sakit-sakitan , kemudian menceritakan maksud pulang kampong minta izin karena diajak guru untuk berangkat ke Tanah Suci. Dengan berlinang air mata mamak memberi izin.
Kemudian lagi beliau menemui Ibu Saurah yang tampaknya semakin tua semakin cerah. Ibu inilah yang membekalinya dengan nasi bungkus dan uang yang mengandung sejarah tersendiri baginya. Beliau minta izin kepada Ibu Suarah untuk berlayar ke Tanah Suci dibawa oleh Guru. Dengan senang hati Ibu Saurah melepas dengan do’a dam juga uang ala kadarnya untuk bekal dalam perjalanan.
Teringat dengan ibu yang memberinya uang di Sumanik dulunya, namun ibu tersebut tidak diketahui entah dimana kampong halamannya. Ia juga terlupa menanyakan kampong halaman ibu itu sebelum berpisah. Hanya dengan doa, semoga ibu yang baik hati itu akan semakin panjang umurnya sampai bertemu jua hendaknya. Sesudah itu barulah ia menemui kawan-kawan sesama besar dan orang kampung lainnya untuk menyampaikan maksud hati sesuai dengan permintaan Guru.
Dari Lawang Mandahiling ia kembali ke Lintau dan setibanya di Tanjung Sungayang singgah dahulu di rumah mamak pedagang tem-bakau yang cekup besar jasanya dalam kehidupan Abdul Majid. Kepada mamak ini beliau sampaikan kasud hati sesuai dengan permintaan guru. Mamak ini pun senang dan gembira melepas Abdul Majid pergi ke Tanah Suci sambil memberikan uang untuk bekal perjalanan.
Setelah tiba saa-saat yang dinantikan, maka berangkatlah Abdul Majid dengan guru beliau Syekh Bustami dari Lintau ke Pekan Baru berjalan kaki dan sekali-sekali naik oto (mobil). Dari Pekan Baru berlayar sambung menyambung baru sampai di Singapura. Dari Singapura baru ke Jedah. Setelah menempuh perjalanan darat dan laut selama 5 bulan barulah sampai di Mekkah. Itu pun kalau-kalau perjalanan tak ada halangan. Tapi bila terjadi badai, angin kencang kadang-kadang 8 bulan batu sampai. (*) [Kisah sebelumnya] [Kisah berikutnya].
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Code Parser
×