Menunaikan Ibadah haji untuk kedua kali saat dunia transportasi belum semaju sekarang bukanlah perkara mudah. Pada saat menunaikan Ibadah haji kedua itu, di kampung ada misteri soal anak kunci. dunia hukum
Disusun oleh: Buya Haji Ramli, M.Nur Engku Mudo, Almanar HAM
Berkat keyakinan dan ketabaha, siang mencari nafkah (kesawah-keladang) malam hari mengajar orang-orang tua, maka tibalah saatnya untuk menghitung-hitung penghasilan sebagai petani penggarab sawah, ternyata telah memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakat harta, maka dibayarlah zakat harta itu.
Kemudian dihitung lagi, ternyata penghasilan atau pencahariannya sudah cukup untuk ongkos naik haji ke Mekkah.
Setelah siap segala sesuatu yang akan dibawa ke Tanah Suci, maka Syekh Abdul Majid berangkat dari kampong halaman hanya sendirian saja melalui jalan yang ditempuh bersama gurunya Syekh H Bustami beberapa tahun yang lampau.
Setibanya di Makkatul Mukarromah pada saat itu dimulainya Uquf di Arafah, Syekh Abdul Majid seakan-akan berada di kampung halaman. Begitu pasti bahwa ia kedatangan tamu (murid) dan anak-anaknya tampak dengan jelas. Padahal Syekh Abdul Majid sedang uquf di Arafah untuk mengerjakan ibadah Haji. Untuk itu beliau segera bermohon kepada Tuhan agar ibadah haji ini tidak digoda oleh syetan atau iblis, dan Syekh Abdul Majid segera membaca Talbiyah Zikir, Tasbih , Tahmid, membaca al- Qur’an sampai hilang lenyab ingatan kepada suasana kampung halaman.
Diceritakan oleh almarhum Jawahir; “ Pada saat yang sama ada tamu datang ke rumah di Salimpaung, Ibu Ranopiyah memanggilnya. “Wahai Jawa (panggilan sehari-hari). Minta anak kunci kepada ayahmu, karena di rumah ada tamu”. Secara spontan Jawahir berlari menemui ayahnya yang sedang berada ditempat sholat tidak berapa jauh dari rumah. “ Ayah !, mana anak kunci. Ada tamu dirumah”. “Nak, ini anak kunci. Antarkan segera pulang! “. Anak kunci segera diambil, berlari pulang kerumah, diserahkan kepada Ibu Ranopiyah. Sesampainya dirumah, semua orang termasuk tamu sendiri heran, karena Syekh Abdul Majid sedang di Mekkah. Kenapa hal itu bisa terjadi wallaahu a’lam, fa’aalullima yurid.
Selama 2 (dua) tahun di Mekkah, Syekh H Abdul Majid baru kembali pulang ke kampung (Nagari Lawang Mandahiling) dengan ilmu yang diperdapat di tanah suci Makkatul Mukarromah.
Tidak lama kemudian, Ibu Ranapiyah meninggal dunia, Syekh Abdul Majid kawin lagi dengan Ibu Zamzam di Kandang Melabung. Dengan Zamzam ini diperoleh 2 anak laki-laki bernama; Syamsudin dan Muhammad Nur.
Sesuai dengan kebiasaan pada masa itu, orang yang ‘alim sepertu Syekh Abdul Majid banyak juga yang menginginkan kawin dengannya, walaupun dimadu. Maka Syekh Abdul Majid kawin lagi dengan Menak dan dengan Menak memperoleh dua anak, yaitu Kamariyah, Ramli gelar Dt Parmato nan Panjang.
Sewaktu Syekh Haji Abdul Majid berada di Makkah Mukarromah, ia pernah bertemu dengan Syekh Haji Abdullah Ahmad berasal dari Padang Panjang, Syekh Haji Muhammad Jamil Jambek dari Bukit Tinggi, namun beliau bukanlah seiring pergi atau pulang dari Makkah. (*) Bersambung I Kisah sebelumnya.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Code Parser
×