Kita pasti pernah mendengar seseorang harus meringkuk dipenjara karena ia melampiaskan kemarahannya melampaui batas atau tidak mampu mengendalikan marahnya. Bahkan pelampiasan kemarahan itu tidak sebanding dengan persoalannya yang membuat diri seseorang tersinggung. Karena itu, Apakah kita termasuk orang yang sering marah atau termasuk orang yang lekas marah ? Jika ya ada nasehat bijak untuk itu dan kiranya menjadi obat dari penyakit marah.
Marah sebenarnya sudah menjadi sifat bawaan manusia sejak lahir. Bahkan dalam berbagai kesempatan soal tabiat suka marah atau pribadi yang lekas marah itu dipandang sebagai sesuatu yang kurang terpuji dan disisi lain dikatakan pula marah itu sebagai penyakit. Orang bijak acap kali memberi nasehat agar kita menjadi pribadi-pribadi yang sabar. Tapi betapa pun kita berusaha menjadi orang yang sabar, adakalanya rasa marah itu terkadang tidak bisa dihindarkan atau tak terbendung. Dalam kaitannya dengan marah itu ada nasehat bijak yang kiranya patut menjadi pedoman bagi kita yang suka marah atau punya tabiat lekas marah dan melampaui batas.
Terkait dengan masalah marah itu ada pandangan bijak dari K.HM Ali Usman, HAA Dahlan dan Prof.Dr.HMD Dahlan dalam sebuah tulisan yang berjudul “ Dzikirullah Ketika Marah”. KHM Ali Usman dkk memulai pandangan bijaknya dengan mengemukakan, bahwa Allah swt berfirman dalam Hadist Qudsi: “Barang siapa yang ingat kepada-Ku ketika marah, niscaya Aku ingat kepadanya ketika aku marah, dan tidak akan Aku hilangkan rahmat-Ku sebagaimana orang-orang yang aku binasakan atau hilangkan rahmatnya. (HQR Dailami yang bersumber dari Anas r.a).
Allah swt memberitahukan kepada kita bahwa barang siapa yang ingat kepada Allah swt ketika sedang marah dengan menghentikan amarahnya, Allah pasti akan ingat kepadanya ketika murka dan tidak akan membinasakannya atau menghilangkan rahmat dari padanya. Allah akan menjaga dan memeliharanya sehingga sehingga hilang marahnya, atau dikendalikan oleh akalnya, sehingga tidak melampui batas atau kemarahannya dipalingkan oleh Allah menjadi marah karena Allah dan ia akan mendapat pahala dari pada-Nya.
Dengan merenungkan bunyi Hadits Qudsi tersebut di atas dapatlah kita ambil beberapa keterangan sebagai berikut;
1. Dzikir kepada Allah swt sangat dianjurkan sehingga di saat sedang marah pun hendaknya harus segera dzikirullah dan menghentikan marahnya. Dzikirullah merupakan penyembuh penyakit, sedang marah adalah semacam penyakit jiwa yang dimanifestasikan secara mendadak. Orang yang sedang marah biasanya tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya, bahkan sampai kehilangan keseimbangan, sehingga menimbulkan hal-hal yang tidak diingini.
2. Dalam Hadits di atas disebutkan dua (2) jenis marah yaitu marah manusia dan murka Allah. Marah manusia menunjukan gejala mendidihnya darah dalam jantung yang didorong oleh motif ingin membinasakan; yang menyebabkan panasnya mengalir hingga ke kepala. Mukanya menjadi merah padam , matanya berkunang-kunang, telinganya merah dan tidak mau mendengar nasehat atau peringatan. Air mukanya menjadi kelihatan bengis mengerikan dan begitu mendidih darahnya hingga kaki dan tangannya gemetar, keseimbanganya hilang, jiwa tak dapat dikendalikan yang akhirnya dorongannya disalurkan pada mangsanya yang menurut penglihatannya sangat kecil.
Hal ini digambarkan oleh Nabi saw, dalam sabdanya; “Jagalah dirimu dari perbuatan marah, sesungguhnya marah itu laksana bara api yang menyala dan dalam hati bani Adam. Cobalah perhatikan (ketika seseorang sedang marah) lehernya berkembang, dua biji matanya memerah”.
Sekiranya ia ingat (dzikir) akan kebesaran dan keagungan Allah serta pertanggung jawabanya kelak dihadapan Allah, niscaya api kemarahannya akan jadi redup dan akhirnya akan padam sama sekali.
Arti murka Allah tidak seperti marahnya manusia sebagai makhluk-Nya. Hal ini mustahil bagi-Nya (Allah). Murka Allah berarti tindakan hukuman terhadap orang-orang yang mendurhaka kepada-Nya, atau orang-orang yang melanggar larangan-Nya dan tidak mau mengerjakan perintah-perintah-Nya.
Sifat marah pada manusia diakui adanya dan memang haknya, sedang murka Allah swt merupakan tindakan hukuman yang didasarkan pada sifat-Nya yang Pengasih dan Penyayang walaupun tindakan-Nya sangat keras, namun demikian sifat marah pada manusia harus dikendalikan hingga tidak melampaui batas, bahkan hendaknya disalurkan menjadi marah karena Allah.
Adapun cara mengendalikan marah itu dapat dilakukan dengan berbagai jalan, antara lain;
Dzikir kepada Allah, sambil ingat akan keutamaan menahan marah, keutamaan memberi pengampunan dan maaf, keutamaan bersikap sabar dan menahan diri di waktu memperoleh sesuatu yang tidak menyenangkan.
Membaca shalawat kepada Nabi saw berkali-kali sambil ingat akan siksa Allah apabila kemarahannya diteruskan atau merenungkan akibatnya yaitu permusuhan dan balas dendam.
Berwudhu’ atau mandi, karena marah itu adalah api dan api dapat dipadamkan dengan air, yaitu air wudhu’ atau mandi .
Membaca “A’udzu billahi minasy-syaithanirrajim” (Aku bermohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk).
Segera mengubah keadaan ketika marah; kalau ia sedang berdiri, hendaklah segera duduk dan kalau ia sedang duduk segera berdiri atau berbaring.
Sehubungan dengan marah ini dalam riwayat dikemukakan; “Apakah yang kalian anggap kuat bergulat itu ? para sahabat berkata “ialah orang-orang yang tidak dapat dikalahkan orang lain dalam pergulatan”. Nabi menerangkan”(Bukan demikian tetapi) ialah orang yang dapat menahan dirinya di waktu marah”. Selanjutnya dari HR Mu’adz bin Anas ra; “Barang siapa yang dapat menahan amarah padahal ia sanggup melampiaskan kemarahannya, niscata Allah swt memanggilnya di hadapan khalayak ramai untuk dipersilahkan memilih bidadari yang dikehendakinya.
obat marahKemudian menurut Ibnu Abas QS 23 al-Mu’minun ayat 96;” Takluklah dengan cara yang lebih baik” . Berarti “Shabar menahan marah, memaafkan di saat diganggu. Barang siapa yang berbuat demikian , akan dilindungi Allah dan masuhnya akan ditundukkan”.
Dari uraian terhadap persoalan atau tabiat marah pada manusia dan cara menghadapinya sebagaimana dikemukakan K.HM Ali Usman, HAA Dahlan dan Prof.Dr.HMD Dahlan, kiranya menjadi pelajaran bagi kita yang suka marah atau memiliki tabiat lekas marah. Apalagi dalam perspektif pandangan Islam, marah merupakan sisi yang membawa kerugian yang luar biasa bagi diri seorang makhluk ciptaan Tuhan dan berbanding terbalik dengan orang-orang yang sabar yang selalu memperoleh keberuntungan di sisi Allah. Tidak terhitung contohnya adanya kerugian manusia karena tidak mampu mengendalikan nafsu amarah, baik kerugian lahir maupun bathin. Bahkan tidak sedikit pula contohnya karena tidak mampu mengendalikan marah dan hanya berlansung sesaat saja telah mendatangkan penderitaan yang lama di dunia pada diri seorang, yang seharusnya tidak mesti dipikul jika mau mengendalikan amarah atau mengubahnya menjadi marah karena Allah. *