Catatan Hukum Boy Yendra Tamin
Seseorang melakukan kejahatan atau kebaikan semuanya bermula dari kehendak (maksud). Kehendak atau maksud itu merupakan kecenderungan bathin yang mengandung unsur kepastian. Dalam hukum terkait dengan apakah seseorang sebagai telah melakukan kejahatan atau tidak, maka maka soal kehendak (maksud) pelaku merupakan unsur delik yang sangat penting. Biasanya unsur kehendak itu dirumuskan dengan kalimat “dengan sengaja” seperti yang banyak ditemui dalam rumusan delik-delik pidana.
Dalam perspektif agama Islam terkait dengan suatu kejahatan itu soal “kehendak” itu menjadi hal yang esensial. Allah swt berfirman dalam Hadist Qudsi:
“Apabila seorang hamba-Ku merencanakan melakukan sesuatu kejahatan, tapi tidak dilaksanakannya, tulislah baginya satu kebajikan. Tetapi jika dilaksanakannya, maka tulislah baginya satu kejahatan. Jika ia tobat, hapuslah daripadanya. Dan apnila seorang hamba-Ku merencanakan melakukan suatu kebajikan , lalu tidak dilaksanakannya, maka tulislah baginya suatu kebajikan. Tetapi jika dilaksanakannya, tulislah baginya sepuluh ganda hingga tujuh ratus ganda. “(HR. Ibnu Hibban dan Abud Darda r.a)
Dengan demikian , maka dalam sejumlah rumusan delik pidana yang rumusannya didahului dengan “dengan sengaja” atau “dengan maksud”, maka upaya untuk mengali dan mengetahui seluas-luasnya soal kehendak pada diri pelaku kejahatan merupakan hal yang sangat esensial dan utama dari unsur-unsur delik lain yang mengikutinya.
Soal kehendak (maksud) atau dalam hukum biasanya dirumuskan “dengan sengaja” atau “dengan maksud” sebenarnya tidak dapat disimpulkan dengan begitu saja. Ketidak mudahan itu tentu jika dipahami bahwa “kehendak” itu merupakan sebuah kecenderungan bathin pada manusia. Dalam konteks ini soal kehendak batin manusia itu bisa ditelusuri dalam berbagai literature dan dalam pandangan agama setidaknya ada 6 jenis kecenderungan batin pada manusia, yaitu;
Haditsun-nafsi, yaitu lintasan-lintasan dalam batin
Hajs, yaitu suara sukma yang lebih menonjol dari lebih kuat dari pada lintasan batinKhatir, yaitu hajs yang sering menonjol dalam hatiAlhammu, yaitu kecenderungan bathin yang sudah mengandung unsur kepastian untuk dilaksanakan, namun pelaksanaannya masih dalam tingkat ragu-ragu.Al’azmu, yaitu maksud pelaksanaannya sudah kuat atau lebih kuat dari alhammuAljasmu, yaitu tidak ragu-ragu lagi untuk memulai melaksanakan maksudnya.Dari ke enam bentuk kecenderungan bathin manusia itu, maka apabila dikaitkan dengan persoalan rumusan delik pidana yang diawali “ dengan sengaja”, maka tentu unsur dengan sengaja itu sudah pada tahap Aljasmu, bahwa kehendak untuk melakukan kejahatan itu dalam diri pelaku sudah bulat. Karena itu, seorang ditempatkan sebagai orang yang bersalah melakukan suatu kejahatan apabila unsur kehendak itu benar-benar sudah bulat (padu) dalam dirinya dan karenaya sudah tepatlah hakim menjatuhkan hukuman kepadanya.
Oleh sebab itu setiap delik yang diawali dengan rumusan “dengan sengaja” atau “dengan maksud”, maka adalah wajib bagi hakim untuk menggali sedalam-dalamnya akan halnya soal kehendak pelaku dan menemukan unsur kehendak melakukan kejahatan itu sudah padu dan bulat pada diri pelaku kejahatan dan kemudian melahirkan keyakinan yang penuh untuk menjatuhkan hukuman. Apabila sebaliknya, maka tentu sudah seharusnya orang dimaksudkan dibebaskan dari hukuman *