Akhirnya Mahkamah Konsitusi (MK) menyatakan bahwa keberadaan BP Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan kemudian tugas dan fungsi BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah. Hal itu berdasarkan putusan Mahkamah Konsitusi atas permohonan uji materil atas UU Migas yang dikenal dengan perkara No. 36/PUU-X/2012. Lebih jauh situs Mahkamah Konsitusi (mahkamahkonstitusi.go.id) menyebutkan;
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Permasalahan konstitusional yang diujikan dalam UU Migas yaitu mengenai: Kedudukan dan wewenang Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas); Kontrak kerja sama Migas; Frasa “yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan”; Posisi BUMN yang tidak bisa lagi monopoli; Larangan penyatuan usaha hulu dan hilir; dan Pemberitahuan KKS kepada DPR.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD saat sidang pengucapan putusan nomor 36/PUU-X/2012, Selasa (13/11/2012) pagi.
Sebagian permohonan yang dikabulkan Mahkamah yaitu, Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menyatakan frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11 ayat (1), frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3), frasa “berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1), frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mahkamah lebih lanjut dalam amar putusan menyatakan seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya UU yang baru yang mengatur hal tersebut.
Sidang pengucapan putusan ini digelar oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD (Ketua Pleno), Achmad Sodiki, Harjono, Hamdan Zoelva, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Fadlil Sumadi. Hakim Konstitusi Harjono dalam putusan ini mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion).
Pengujian materi UU Migas dimohonkan oleh sejumlah organisasi massa (Ormas) dan sejumlah tokoh nasional (perorangan). Ormas dimaksud yaitu Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, Pimpinan Pusat Persatuan Ummat Islam, Pimpinan Pusat Syarikat Islam Indonesia, Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia, Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jami’yatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (SOJUPEK). Kemudian pemohon perorangan yaitu K.H. Achmad Hasyim Muzadi, H. Amidhan, Komaruddin Hidayat, Eggi Sudjana, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Moch. Iqbal Sullam, H. Ichwan Sam, H. Salahuddin Wahid, Nirmala Chandra Dewi M, HM. Ali Karim OEI, Adhie M. Massardi, Ali Mochtar Ngabalin, Hendri Yosodiningrat, Laode Ida, Sruni Handayani, Juniwati T. Maschun S, Nuraiman, Sultana Saleh, Marlis, Fauziah Silvia Thalib, King Faisal Sulaiman, Soerasa, Mohammad Hatta, M. Sabil Raun, Edy Kuscahyanto, Yudha Ilham, Joko Wahono, Dwi Saputro Nugroho, A.M Fatwa, Hj. Elly Zanibar Madjid, dan Jamilah. (Nur Rosihin Ana/mh)
Sumber: mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=7764,