Oleh: Maya Sri Novita
Belakangan ini sistem kerja outsourcing kerap kali diperbincangkan, sehingga kata-kata Outsourcing tidak asing terdengar oleh kita, namun pada hakekatnya banyak dari masyarakat serta para calon pekerja yang belum paham apa itu Outsourcing,yang akibatnya pada saat penerimaan para pekerja banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan para pekerja itu sendiri
Apa itu Outsourcing?
Outsourcing (alih daya) merupakan penyediaan jasa tenaga kerja dan merupakan salah satu upaya meningkatkan efesiensi perusahaan, sesuai dengan UU nomor 13 tahun 2003, pada pasal 64, 65 dan 66.yang mengatur tentang outsourcing. Dalam penjelasan pasal 66 UU No.13 tahun 2003, disebutkan bahwa :
”Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh”[1]
Pada umumnya penyedia jasa outsourcing tidak melihat skill dan jenjang pndidikan dari para pekerja tsb dalam menyalurkan tenaga kerja kepada perusahaan. Contohnya satpam, cleaning service, operator dan lainnya, yang bertolak belakang dengan pendidikan dan keahlian dari masing-masing calon pekerja, Dan sebaliknya bagi para pekerja itu sendiri tidak mempermasalahkan hal yang demikian,dengan alasan mempermudah dalam memperoleh pekerjaan dari pada pengguran dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan, sementara hak-haknya sebagai seorang pekerja tidak sesuai.
Diihat dari segi keuntungan bagi pihak perusahaaan dengan menggunakan tenaga kerja outsourcing, pihak perusahaan tidak dibebankan dengan harus menyediakan fasilitas ataupun tunjangan makan, sampai urusan asuransi kesehatan dari sipekerja. Sebab, yang bertanggung jawab adalah perusahaan outsourcing itu sendiri tanpa keikut-sertaan dari perusahaan sebagai pemberi pekerja. Dan sedikit keuntungan bagi calon pekerja yaitu mempermudah memperoleh pekerjaan.
Disini dapat kita lihat hal tersebut minimnya pengetahuan dan pemahaman akan jasa outsourcing tersebut, selain hubungan antara pekerja sebagai pihak petama , pemberi pekerjaan sebagai pihak kedua, maka jasa penyedia outsourcing merupakan pihak ketiga dalam hubungan ketenagakerjaan, dan telah mendarah daging,sehingga di Indonesia sistem kerja outsourcing sudah meluas hampir pada semua bentuk kegiatan usaha.
Seadangkan pada aturannya hanya ada lima perkerjaan yang boleh dan dapat dialihdayakan, yaitu jenis pekerjaan seperti keamanan, pelayanan kebersihan, transportasi, katering dan pekerjaan penunjang penambangan. “Selain lima jenis pekerjaan itu nantinya harus dihentikan dan kemudian menyesuaikan dengan sistem kerja langsung antara penerima kerja dan pemberi kerja,tanpa campur tangan dari penyedia jasa outsourcing,dengan demikian sistem ketenagakerjaan diIndonesia akan seimbang.
Dalam penerapan sistem outsourcing di perusahaan cukup banyak yang menyimpang.salah satunya menyangkut hal gaji di bawah upah minimum, ditambah pemotongan gaji, tanpa tunjangan, tanpa asuransi pekerja maupun jaminan social. asalkan pengawasan dilakukan dengan baik, maka sebenarnya ini tidak ada masalah dan tidak menjadi hambatan.
“Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing (Alih Daya) dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama.” [2]
Pemilik jasa praktek outsourcing yang benar seharusnya tidak melakukan hal yang menyimpang dari aturan sebenarnya.Namun faktanya sistem outsourcing sering kali disalahgunakan para pengusaha demi meraup ongkos tenaga kerja yang lebih murah dan dengan cara yang lebih mudah juga.dan Perusahaan seharusnya tidak menyalahgunakan praktek outsourcing ini, dimana mereka harus tetap membayar pekerja sebagai kewajibannya dengan layak,dan sesuai dengan peraturan pemerintah,” demi keseimbangan sistem ketenagakerjaan.*/Mhs-ubh/ed-dh1
Catatan kaki:
[1] Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan[2] Jurnal hukum: (Tinjauan Yuridis terhadap Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)