Oleh Emral Djamal Dt.Rajo Mudo
2 Latar Budaya
Selain dari sistem pemerintahan nagari, pada abad ke 14 terdapat juga pemerintahan yang bersifat kerajaan rantau sesuai dengan adagium adat : Luak ba-Pangulu Rantau ba-Rajo. Yakni Rantau yang dikordinasikan ke kerajaan Pertuanan Pagaruyung, bahkan sebelum Aditiawarman berkedudukan di Pagaruyung.
Dalam usaha memperkokoh kerajaan dan memperkuat pertahanan wilayah Datuk Ketumanggungan mengadakan konsolidasi kekuatan dan memerintahkan untuk membuka wilayah-wilayah baru seperti mendirikan pemerintahan atau mengokohkan nagari-nagari kecil sekelilingnya sebagai kerajaan-kerajaan rantau yang memiliki otonomi luas. Salah satu usaha mereka adalah menyebarkan anggota kerabat kerajaannya beserta anak kemenakan yang menjadi rakyatnya bermigrasi ke berbagai daerah-daerah baru. Baik ke wilayah pesisir timur maupun ke wilayah pesisir barat, bahkan utara dan selatan Sumatera. Disamping untuk menjaga ketahanan dan kestabilan pemerintahan juga merupakan usaha perluasan daerah dan pembukaan lahan-lahan kehidupan yang baru, termasuk salah satu diantaranya ke Bandar Padang.
Perkembangan wilayah itu dari sudut kebudayaan dapat dijelaskan sebagaimana yang diterangkan oleh Najir Yunus (1974:76), bahwa daerah Minangkabau terdiri dari tiga Luhak dan dua Rantau.
“Tiga luhak yang dimaksud adalah Luhak Tanah Datar, yang terdiri dari Tanah Data Nan Diateh (kabupaten Tanah Datar sekarang), dan Tanah Data nan dibawah, meliputi sebagian besar daerah kabupaten Solok, serta sebagian besar Sawah Lunto Sijunjung. Kedua Luhak Agam yakni Kabupataen Agam, sebagian kabupaten Pasaman, ketiga adalah Luhak Limo Puluah Koto, terdiri dari Kabupaten Limo Puluah Koto, Bangkinang, termasuk Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Rantau Nan Duo adalah Rantau Hilir yakni daerah yang terletak sebel;ah aliran sungai kearah Timur seperti Kuantan, Indra Giri, Daerah Siak, Rokan, dan Negeri Sembilan, sedangkan Rantau Mudik yaitu daerah sebelah Barat Luhak, mulai dari Air Bangis sampai ke Taratak Air Hitam sebelah selatan dinamai Pesisir Nan Panjang atau Laut Nan Se didih .”
Di wilayah Pesisir Nan (Sabatang) Panjang, Laut Nan Sedidih inilah termasuk di dalamnya Nagari Padang. Bahkan pertumbuhan Padang menjadi pusat percaturan internasional menjadikan dirinya “dewasa” sebagai sebuah negeri di pesisir pantai barat Sumatera yang pantas untuk diperhitungkan sebagai pintu gerbang Minang kabau yang baru. Padang menjadi terkenal tidak saja sebagai kota pelabuhan, bandar dagang, bahkan pusat percaturan intelektual, politik, ekonomi, budaya dan agama. Inilah yang membuat Belanda menjadi gemas untuk menguasai Nagari Padang sebagai “pintu barat” menggantikan Salido dengan sasaran selanjutnya menguasai Minangkabau, Sumatera. .. Bersambung dan Bagian sebelumnya klik disini.
(Makalah ini telah dipresentasikan pada diskusi tentang “ Padang Sejarah dan Budayanya “ yang diselenggarakan oleh Museum Adityawarman Padang, tgl Kamis 8 Nov 2007 )