Oleh : Fitriadi, SH
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang pedoman Umum Pengaturan mengenai Desa, ditetapkan bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemerintahan kelurahan.
Sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab yang diletakkan pada daerah kabupaten dan kota, mka pembinaan, pengawasan, dan koordinasi dengan pemerintah desa dan kelurahan sepanjang bukan lintas kabupaten dan kota, dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah kabupaten dan kota bersangkutan, termasuk pengawasan terhadap peraturan desa dan keputusan kepala desa.
Dalam penerbitan peraturan desa memang tidak diperlukan pengesahan bupati, tetapi akan wajib disampaikan kepada bupati selambat-lambatnya dua minggu setelah ditetapkan dan tembusannya disampaikan kepada camat. Pemerintah kabupaten dapat membatalkan suatu peraturan desa bila bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ditetapkan pula bahwa desa sebagai masyarakat hukum yang memiliki kewenangan self governing community, yaitu suatu komunitas yang mengatur dirinya sendiri dan mengurus kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemerintah desa diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas masyarakat serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia yang pada gilirannya menghasilkan masyarakat desa yang berkemampuan untuk mandiri secara ekonomis sehingga upaya peningkatan sumber daya manusia di desa dapat diupayakan baik di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, keimanan, dan ketakwaan kepada Allah Swt. Serta memiliki moral yang baik.
Untuk meningkatkan kemampuan desa menggali potensi yang dimilikinya, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sedang merumuskan agar tenaga-tenaga potensial yang ada di kota terpanggil untuk turun membangun desa dan masyarakatnya agar desa terbebas dari belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.
Karena otonomi desa merupakan otonomi yang berdaarkan asal-usul dan adapt-istiadat setempat yang dihasilkan dari berbagai interaksi antar individu dalam "masyarakat atau merupakan hasil, cipta, rasa, dan karsa masyarakat dalam kenyataan pasti akan timbul keanekaragaman, baik keanekaragaman dari penataan desa, tata kehidupan masyarakat, potensi desa, susunan pemerintahan, maupun tatanan pemerintahan yang sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman, asal-usul dan adat-istiadat masyarakatnya.
Oleh karena itu, dalam waktu yang bersamaan perlu dikembangkan program untuk lebih meningkatkan keterlibatan secara langsung seluruh sumber daya manusia potensial yang ada di desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan seperti para pelaku ekonomi, tenaga-tenaga potensial lembaga kemasyarakatan desa, seperti PKK, LKMD, Karang Taruna, tokoh-tokoh masyarakat, pemangku adat, dan tokoh-tokoh agama.
Di masa yang akan datang peran unsur-unsur pembangunan non pemerintah harus menempati porsi yang lebih besar, sedangkan aparat pemerintah lebih berada pada posisi memfasilitasi dan mengakomodasi kebutuhan unsur-unsur tersebut dalam melaksanakan pembangunan. Konsep pendekatan inilah yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan untuk memperbesar keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat sehingga dalam jangka panjang diharapkan bisa menuju ke arah kemandirian masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat, dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik di bidang ekonomi, sosial , agama dan budaya.
Pemberdayaan masyarakat terutama di pedesaan tidak cukup hanya dengan upaya meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan usaha yang sama, atau memberi modal saja, tetapi juga harus diikuti pula dengan perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat, mendukung berkembangnya potensi masyarakat melalui peningkatan peran, produktivitas dan efisiensi, serta memperbaiki empat akses, yaitu (1) akses terhadap sumber daya, (2) akses terhadap teknologi, (3) akses terhadap pasar, (4) akses terhadap sumber pembiayaan.
Keempat akses ini, di samping menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memfasilitasinya, juga diperlukan peran aktif dari kelompok-kelompok masyarakat di desa untuk membentuk usaha bersama atas kepentingan bersama pula yang diselenggarakan secara kekeluargaan yaitu "koperasi".
Provinsi Sumatera selatan telah dicanangkan sebagai provinsi koperasi dengan maksud untuk mendorong agar koperasi dapat tumbuh dan berkembang secara sehat sebagai pelaku ekonomi di setiap desa dan kelurahan dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
Pemerinath kabupaten dapat menindaklanjutinya dengan memfasilitasi pertumbuhan koperasi didesa dala wilayah kabupaten masing-masing. Untuk memperkuat peran pemerintah kabupaten diharapkan secara intensif dan terpadu mengupayakan kebijakan: (1) memberi akses dan kesempatan kepada desa untuk menggali potensi sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya untuk dimanfaatkan sebagai daya alam yang ada dalam wilayahnya untuk dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan desa tanpa mengabaikan fungsi kelestarian, konservasi, dan pembangunan yang berkelanjutan; (2) memprogramkan pemberian bantuan kepada desa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundnag-undangan yang berlaku; (3) memfasilitasi upaya peningkatan kapasitas pemerintahan, lembaga-lembaga kemasyarakatan, serta komponen-komponen masyarakat lainnya di desa melalui pembinaan dan pengawasan, pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam tahun anggaran 2003 dengan dukungan dan persetujuan DPRD Provinsi Sumatera Selatan, telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 10.780.740.000,00 yang akan disalurkan secara merata kepada 2.442 desa dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan sehingga setiap desa akan mendapat dana bantuan sebesar Rp. 4.200.000,00. Diharapkan bantuan ini akan ditingkatkan pada tahun-tahun anggaran mendatang apabila kemampuan keungan daerah memungkinkan.
Kemudian, dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 68 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam tahun anggaran 2003 telah memprogramkan pula bimbingan teknis, pelatihan dan fasilitas untuk meningkatkan kapasiatas pemerintahan dan kelembagaan yang ada di desa di samping tetap memprogramkan bantuan berbentuk proyek-proyek fisik yang ditangani oleh instansi teknis tingkat Provinsi Sumatera Selatan. Peran tersebut di atas merupakan upaya peran pemerintah provinsi mempercepat pengembangan pendapatan asli desa. * Tulisan ini adalah sebuah bagian dari tulisan Fitriadi, SH Mhs Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Bung Hatta)