Ditulis oleh Edrian Edward, SH
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Univ Bung HattaA. Latar Belakang.
Di dalam perkembangan era reformasi yang semakin menguat maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah barulah mendapatkan tanggapan yang berarti dari Pemerintah dan Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR). Hal ini yg mendorong pada kenyataan bahwa materi Undang-Undang tersebut belum mencerminkan kedudukan dan peranan yang berimbang antara pemerintah pusat dan daerah. Bahkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah cendrung sentralistik, serta kurang memberi kemandirian dan keleluasan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Setelah pemerintah daerah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintah Daerah kepada DPR dan rancangan Undang-Undang tersebut dapat diselesaikan pembahasan oleh DPR dan akhirnya disetujui menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang disahkan pada tanggal 7 Mei 1999, bebrapa tahun kemudian dilengkapi lagi menjadi Undang-Undang Nomo32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
Dalam hal ini otonomi daerah tidak dapat di lepaskan dari hubungan penyelengaraan pemerintahan, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah [i]Daerah dalam kontek Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “ Negara kesatuan berbentuk Republik”(1)
Ketentuan konstitusional itu memberikan arti bahwa negara Republik Indonesia yang diproklamir pada tanggal 17 Agustus 1945 dibangun dalam sebuah kerangka negara yang berbentuk kesatuan (unitary), dan bukan berbentuk federasi (serikat), sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang tersebut di atas.
Untuk lebih jelasnya dalam Pasal 18, 18A, 18B Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan.(2)
[ii]Pasal 18 menyatakan :Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi dan daerah Propinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap Propinsi, kabupaten dan kota mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan Undang Undang.
- Pemerintahan daerah Propinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan pembantuan.
- Pemerintahan daerah Propinsi, daerah Kabupaten dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum.
- Gubernur, Bupati dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
- Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang Undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.
- Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
- Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah di atur dalam Undang Undang.
Berkaitan dengan kondisi masyarakat dewasa ini yang sudah jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi setengah abad yang lalu. Kemajuan pembangunan sosial, ekonomi, kualitas hidup yang semakin meningkat, tentu ini mengakibabkan kehidupan masyarakat yang semakin komplek, dinamis dan sangat beragam ikut mempengaruhi perkembangan tuntutan perobahan peranan Pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk aspirasi maupun partisipasi aktif dalam pembangunan.
Kegagalan pemerintahan khususnya pemerintahan masa orde baru di Indonesia membuat situasi politik dan stabilitas nasional mengalami pergeseran yang sangat signikfikan terutama dalam Interaksi sosial politik masyarakat dengan pemerintah dan sejalan juga semakin menguatnya kesadaran akan nilai-nilai demokrasi. Hal ini membuat masyarakat menuntut keterlibatan dalam berbagai proses penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi dan pengendalian jalannya Otonomi daerah itu sendiri.
Dalam masyarakat modern atau post modern dewasa ini pemerintahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing adalah kompleksitas, dinamika dan keanekaragaman masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat dibatasi dengan pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada pengaturan (regulation) dan integrasi atau keterpaduan (integration).
B. Pengertian Governance dan Good Governance
Proses untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan Otonomi daerah harus didukung pula dengan kepemerintahan yang baik ( Good governance). Kita ketahui pemerintah atau Government dalam bahasa Inggris yang berarti : The authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state city, atc. Atau dalam bahasa Indonesia berarti : Pengarahan dan administrasi yang berwewenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya.
Sedangkan istilah kepemerintahan atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut Governance yang berarti: The act, fact, manner, of governing, yang dialihkan ke dalam Bahasa Indonesia : Tindakan, fakta, pola, dari kegiatan atau penyelenggraan pemerintahan. Secara sederhana konsep kepemerintahan menurut Rainer Tetzlaff dapat juga dirumuskan dengan pengertian sebagai “ the way state power is used in managing economic and social resources for depelopment of society “ yang artinya kepemerintahan adalah cara menggunakan kekuasaan pemerintah/negara dalam pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk pembangunan masyarakat.(3)
Menurut Prof. Bintoro Tjokroamidjojo mengemukan sebagai berikut : Govermance artinya : memerintah- menguasai-mengurus-mengelola. Dari beberapa kutipan diatas dapat diketahui istilah Governance tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, akan tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. [iii]
Kemudian menurut United Nations development Program ( UNDP ) Governance is the exercise of economic, political, and administrative authority to manage a country’s affairs at all levels and the means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well-being of their population. Artinya sebagai berikut : kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan, integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat.(4)
Selanjutnya menurut Bapak Bagir Manan mengemukan juga bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik bertalian dengan pelaksanaan fungsi administrasi negara. Artinya beliau menyatakan bahwa sangat wajar apabila tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang baik terutama di tujuankan pada pembaharuan administrasi negara dan dan pembaharuan penegakan hukum.(5). Sedangkan OECD dan Work Bank mensinonimkan good govermance dengan penyelenggraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindarkan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya kewiraswastaan.
Dalam hubungan ini menurut Mustopadidjaja berpandangan bahwa : Kredibilitas manajemen pemerintah pada negara-negara demokratis konstitusional dimasa mendatang akan lebih banyak ditentukan oleh kompentensinya dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat di hindari. Oleh karena itu upaya-upaya perwujudan ke arah good governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggraan negara dan bersamaan dengan itu dilakukan upaya pembenahan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.(6)[iv]
Adapun ciri-ciri kepemerintahan yang baik (good governance) di dalam Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2000 disebutkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik itu terdiri :
Profesionalitas.
- Akuntabilitas.
- Transparansi.
- Pelayanan Prima.
- Demokrasi.
- Efisiensi.
- Efektifitas.
- Supremasi hukum dan dapat diterima seluruh masyarakat.
1. Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Penabur Ilmu Jakarta, 2000.
2.Undang Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, PT Pabelan, Surakarta, 2001.[iii] Rainer Tetzlaff, Dovelopment and cooperation, journal, 1995.4 UNDP,Governance for Sustainable development-A Policy Dokument, New York,1997.5 Prof. Bagir Manan, Good Governance, 1999.6. Bintoro, Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaya, A.R., Theori Strategi Pembangunan Nasional, 1983.7. Bahatta, Gambhir capacity Building at local Level for Effective Governance, Empowerment Without Capacity is Meaningless.