Selain vonis yang dijatatuhkan hakim tidak selalu sama dengan tuntutan pidana yang diajukan Jaksa Penuntut Umum, tidak jarang terjadi pengurangan hukuman yang diberikan pada pengadilan sebelumnya oleh pengadilan tingkat atasnya. Pengurangan hukuman terhadap seorang terdakwa dalam perkara pidana atau sebaliknya penambahan hukuman bukanlah hal baru dan tidak dilarang. Dalam konteks ini, pengurangan atau pun sebaliknya penambahan hukuman bisa terjadi apabila hakim menilai ada hal-hal atas alasan-alasan yang mengharuskan hakim untuk menambah atau mengurangi suatu hukuman.
Biasanya seorang terdakwa yang sudah dijatuhi vonis pada suatu persidangan pada tingkat tertentu akan mengajukan upaya hukum dan meminta hukuman yang seringan-ringannya. Permohonan terdakwa itu biasanya dilakukan melalui upaya hukum banding atau kasasi setelah pada persidangan perkara pada tingkat pertama sudah diputus. Apakah permohonan terdakwa yang meminta pengurangan hukuman itu ada kalanya dinyatakan lansung dan adakalanya melalui dalil-dalil keberatan atas pertimbangan hukum hakim pada pengadilan sebelumnya.
Permintaan terdakwa atau keberatan-keberatan terdakwa atas hukuman yang diberikan hakim pada pengadilan sebelumnya itu, lazimnya menjadi pertimbangan bagi hakim tingkat atasnya, apakah terdapat cukup alasan untuk memberikan pengurangan hukuman atau tidak. Hal itu tergantung pada fakta dan pertimbangan hukum hakim pada pengadilan sebelumnya dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pada terdakwa.
Dari sekian banyak alasan keberatan, salah alasan yang sering digunakan terdakwa untuk meminta pengurangan hukuman adalah, bahwa perbuatannya tidak merusak masa depan korban. secara teknis permintaan pengurangan hukuman karena perbuatan terdakwa tidak merusak hari depan korban adalah logis, namun alasan demikian tidak dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam memberikan pengurangan hukuman terhadap terdakwa. Meskipun secara sosial alasan tperbuatan korban tidak merusak depan korban tampak wajar untuk diberikan pengurangan hukuman pada diri terdakwa.
Terkait dengan pengurangan hukuman karena perbuatan terdakwa tidak merusak masa depan korban terdapat yurisprudensi yakni Putusan Mahkamah Agung No,Reg.442 K/PID.SUS/2008 tanggal 12 Mei 2008 yang menyebutkan:
Alasan Pengadilan Tinggi mengurangi hukuman dengan dasar bahwa akibat perbuatan Terdakwa tidak sampai merusak hari depan korban, merupakan alasan yang kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd), sebab sekalipun perbuatan Terdakwa tersebut tidak sampai merusak hari depan korban, akan tetapi akibat perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan malu, sebagaimana telah dipertimbangkan dengan tepat oleh pengadilan negeri.
Berdasarkan yurisprudensi tersebut, maka keringan hukuman yang diberikan pengadilan seorang Terdakwa karena perbautan terdakwa tidak merusak hari depan korban tidak dapat dijadikan alasan untuk memberikan keringan hukuman. Dalam konteks ini, timbulnya rasa malu pada diri korban satu hal yang tidak bisa diabaikan dalam menjatuhkan hukuman, sekalipun perbuatan terdakwa tidak sampai merusak hari depan korban. Oleh karena suatu perbuatan pidana tidak sekali pun tidak sampai merusak hari depan korban tidak berarti seorang terdakwa boleh diberikan hukuman ringan atau hukuman bisa dikurangi*