Oleh: Zalmi Rozano, SH
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program Pascasrjana Universitas Bung Hatta
Pembahasan
A.Otonomi Daerah
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan memgurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Pengertian dan Proses Terjadinya Nagari
Suku bangsa di Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa di Nusantara ini , mulai dari suku Aceh, suku Melayu Medan , Riau, Palembang , Batak., Sunda, jawa, Madura, Bali, Dayak, Bugis Banjar, sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Menado ,Ambon , Flores dan Papua , semua suku bangsa tersebut mempunyai asal usul penyebaran dan perkembangan kebudayaan yang dikenal sebagai adatnya masing-masing dan satu sama lainnya saling berbeda. Propinsi Sumatera Barat atau dikenal dengan nama Minangkabau dengan adat istiadatnya yang unik dan system kekerabatan , yaitu sistem matrilineal dimana anak masuk dalam suku ibu (anak mengikut ibu tetapi pola budayanya merupakan pola hidup yang dianut oleh sebagian suku bangsa yang menetap di sepanjang pantai Indonesia.
Otonomi Daerah dan Pemerintahan Nagari
Masyarakat Minangkabau hidupnya berkelompok dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya yang disebut Nagari . Pasal 1 huruf g Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 merumuskan pengertian Nagari Adalah: Kesatuan masyarakat hokum adat dalam Daerah Propinsi Sumatera Barat , yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang mempunyai wilayah tertentu dan mempunyai harta kekayaan sendiri berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta memilih pemimpin pemerintahanya.[i]
Kembali ke pemerintahan nagari adalah aspirasi masyarakat Sumatera Barat .Pemerintahan Nagari untuk masyarakat Sumatera Barat tidak dapat diartikan sekedar pergantian sebutan dan peristilahan, melainkan merupakan perubahan filosofi pemerintahan dari bentuk dan susunan pemerintahan yang bersifat sentralistik dan birokratik sebagaimana dianut dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 menjadi pemeintahan yang demokratis, memiliki kemandirian ,peran serta seluruh unsur kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat yang bersumber dari otonomi asli sebagaimana dianut oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk menentukan sendiri bentuk pemerintahan terendah sesuai dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini membuka peluang masyarakat Minagkabau untuk kembali berpemerintahan nagari yang diatur dengan Perda Nomor 9 Tahun 2000 tentang ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari dan di Kabupaten Solok diatur dengan Perda Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari yang kemudian diganti dengan Perda Nomor 7 Tahun 2006.
Yang dimaksud dengan pemerintahana nagari dalam peraturan tersebut kegiatan dalam penyelenggaan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terdepan tetapi tidak berada dibawah camat , karena nagari merupakan kesatuan masyarakat hokum adat yang mempunyai susunan asli berdasarkan otonomi asli yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pemerintah nagari dapat mengembangkan peran serta seluruh masyarakat secara demokratis dengan memanfaatkan nilai –nilai budaya Minangkabau serta peranan lembaga adat dan lembaga lainnya sebagai mitra kerja pemerintahan nagari.
Beradasarkan hasil evaluasi terhadap penyelengaraan pemerintahantersebut kemudian Pemerintah Kabupaten Solok melakukan penyempurnaan dan penyesuaian baik dasr hokum maupun sitem penyelenggaran pemerintahan nagari yang ditetapkan dengan Paraturan Daerah kabupaten Solok Nomor 7 Tahun 2006 teentang Pemerintahan Nagari.
Untuk menjawab permasalahan yang terjadi terhadap penyelenggaraan pemerintah berdasarkan Tata Kelola Pemerintahan Nagari di Kabupaten Solok berdasarkan Peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2006 antara lain :
1. Bentuk penyimpangan yang terjadi adalah;
Tidak jelasnya penggunaan anggaran
- Tidak pernah dilakukan audit oleh pemerintah daerah terhadap penyelenggaraan roda pemrintah.
- Tidak jelasnya kewenangan –kewenangan atau fungsi terhadap perangkat nagari
- Terjadinya over log terhadap salah satu perangkat nagari sehingga pembagian tugas tidak jelas
- Tidak adanya Operasional Standar Prosedur (SOP).
- Sumber Daya Manusia berdasarkan ke tokohan bukan berdasarkan konpentensi seseorang sehingga pelaksanaan pemerintahan tidak berjalan sesuai harapan masyarakat.
- Rendahnya kritisi masyarakat terhadap penyelenggaraan roda pemerintahan nagari
- Sistem Dokumentasi dan kearsipan belum berjalan dengan baik sehinggga persoalan yang terjadi dimasyarakat tidak mempunyai arsip yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Penggunaan anggaran harus tepat sasaran dan jelas sehingga dapat dipertanggung jawabkan.
- Kewenangan masing-masing harus jelas.
- Adanya pengawasan oleh masyarakat.
- Tugas dan tanggung jawab bagi masing-masing perangkat nagari harus jelas.
- Adanya SOP.
Daftar Pustaka
Afan, Gaffar. 1999. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajat
Al-Qur’an, Juz 1, Surat Al-baqoroh : 30 ( terjemahan), Depag Ri, cet.ketujuh.Bandung: CV Duponegoro, 1999 : 6.
Kansil dkk.2003, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara
Mariam, Budiarjo. 1998, Dasar-Daras Ilmu Politik, cet, ke-5. Jakarta
Mutty, MAL, 1990. Beberapa Masalah Sekitar Otonomi Desa. Jakarta : Widya Prja, Edisi 12, IIP.
Peraturan Pemerintah No.76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Pemerintah desa.
Surianinggrat, B dalam Desa dan Kelurahan menurut UU No. 5/1979. Jakarta, 1980.
Syaukani dkk, 2002. Otonomi Dalam Negara Kesatuan RI.
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Satjipto Rahardjo. Membedah hukum Progresif. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. 2008.
Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan Lokal, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. 2010. Hlm, 24.
Anthon F Susanto, Ilmu Hukum Non Sistemik. Genta Publising, Jogjakarta. 2010
Kansil C.S.T, Ilmu Negara.Jakarta. PT. Pradya Paramita. 2007
Radjab, Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta. PT. Rhieneka Cipta. 2005.
I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara. PT. Refika Aditama. Bandung. 2009. Hlm. 1.
Kaelan. Pendidikan Pancasila. Paradikma. Jogjakarta. 2010.
Hendra Nurtjahjo. Filsafat Demokrasi. Bumi Aksara. Jakarta. 2005
Gregorius Sahdan dan Muhtar Haboddin. Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pilkada di Indonesia. The Indonesia Power of Demokrasi (IPD). Jogjakarta. 2009.
Siswanto Sunarno. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika. Makassar. 2008.
Dardji Darmo Diharjo dan Shidarta. Pokok-pokok Fisafat Hukum. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakrta. 2006.
Ahmad Fauzi. Pancasila. PT. Denarwijaya. Bandung. 2005.
Tim Redaksi Fokus Media. Undang-undang Otonomi Daerah. Fokus Media. Bandung. 2004
Muntoha, “Otonomi Daerah Dan Perkembangan Peraturan-Peraturan Daerah Bernuansa Syari’ah”, Jurnal Hukum, Edisi No. 2 Vol. 260 – 280, 15 April 2008.
Abdi Aprasing, “Otonomi Daerah Berdasarkan Asas Pemerintahan Yang Baik”, The Principle of Good Governance : Jurnal Hukum Online, Volume 01, No 01, Januari 2012
Umar ma’ruf , Politik Hukum Otonomi Daerah. Jurnal Hukum 7 Oktober , 2011.
Ignacio Marín García , Enforcement of Penalty Clauses in Civil and Common Law: A Puzzle to be Solved by the Contracting Parties Source: European Journal of Legal Studies, Volume 5, Issue 1 (Spring/Summer 2012).
[i] Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari