Belakangan kasus pencabulan terhadap anak atau kekerasan sek@sual terhadap anak terungkap diberbagai tempat yang dilakukan para pengidap paedofilia. Meskipun sebenarnya kejahatan pencabulan terhadap anak bukanlah kejahatan baru, akan tetapi sekarang menjadi pusat perhatian publik karena kekerasan seksual terhadap anak sudah meluas.
Terjadinya kekerasan sek@sual terhadap anak sebenarnya tidak saja menjadi tanggung jawab pelaku secara hukum, tetapi secara sosial juga tanggung jawab berbagai pihak, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintah. Kekerasan seksual terhadap anak tidak terjadi begitu juga, melainkan juga dipicu oleh lemahnya pengawasan terhadap anak.
Terlepas dari apa yang menjadi pemicu meluasnya kekerasan sek@sual terhadap anak, secara hukum sebenarnya sudah dipayungi oleh Undang-undang perlindungan anak. Dalam proses penegakan hukum atas terjadinya kekerasan k@terhadap anak terdapat beberapa yurisprudensi, antara lain:
Pertama, Putusan Mahkamah Agung No.190 K/PID.SUS/2007 tanggal 20 September 2007 yang menyebutkan: “ Pertimbangan Pengadilan Tinggi dalam mengubah putusan Pengadilan Negeri, yaitu memperbesar lamanya pidana penjara yang telah dijatuhkan oleh Hakim Tingkat Pertama terhadap terdakwa dengan pertimbangan bahwa perbuatan Terdakwa juga bertentangan dengan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, merupakan pertimbangan yang salah, sebab UU No 39 Tahun 1999 sudah menjadi dasar dari UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No 23 Tahun 2002 merupakan pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam UU No 39 Tahun 1999, sehingga tidak bisa dijadikan pertimbangan oleh Pengadilan Tinggi sebagai hal-hal yang memberatkan bagi Terdakwa.
Kedua, Putusan Mahkamah Agung No.442 K/PID.SUS/2008 tanggal 12 Mei 2008 yang menyatakan:’ Alasan Pengadilan Tinggi mengurangi hukuman dengan dasar bahwa akibat perbuatan terdakwa tidak sampai merusak masa depan korban, merupakan alasan yang kurang cukup dipertimbangkan, sebab sekalipun perbuatan Terdakwa tersebut tidak sampai merusak hari depan korban, akan tetapi akibat perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan malu, sebab sebagaimana telah dipertimbangkan dengan oleh Pengadilan Negeri.Ketiga, Putusan Mahkamah Agung No 134 K/PID.SUD/2009 tanggal 27 Januari 2009 yang menyatakan: “Dengan tidak memperhatikan dengan benar usia korban yang masih dibawah umum, yaitu 14 tahun, judex factie telah salah menerapkan hukum tentang UU Perlindungan anak dan menjatuhkan hukuman terlalu ringan bagi Terdakwa.”.
Memperhatikan yurisprudensi di atas, maka terlihat kecenderungan terhadap pengidap paedofilia atau pelaku kekerasan sek@sual terhadap anak dijatuhi hukuman berat mengingat anak adalah subjek hukum khusus. Disisi lain dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana terhadap pelaku kekerasan sek@sual terhadap anak, pengadilan harus pula memperhatikan dasar-dasar yang cermat, baik yuridis maupun sosiologis. (Catatan Hukum Boy Yendra Tamin, SH.MH, 26 Mei 2014).