Oleh: dr Aries Sumantri
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Univ Bung HattaAbstrak
Seorang dokter dalam menjalankan prakteknya baik di Rumah Sakit, Puskesmas ataupun praktek mandiri wajib memiliki Surat Izin Praktek. Pemerintah daerah di era otonomi daerah ini banyak yang mempunyai kebijakan mewajibkan pembuatan izin gangguan (Hinderordonantie) sebagai salah satu syarat pembuatan Surat Izin Praktek yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Diharapkan pemerintah daerah mengevaluasi kebijakan tersebut karena tidak menguntungkan masyarakat dan dokter.
Kata kunci: dokter, Surat Izin Praktek Dokter, Izin Gangguan (HO), peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Pendahuluan
Praktek kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh sekelompok profesional kedokteran tertentu, yang memiliki standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi yang berwewenang dibidang itu dan bekerja sesuai dengan standar profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.[1]
Untuk dapat menjalankan prakteknya, seorang dokter harus melalui pendidikan yang cukup panjang dan diwajibkan memenuhi persyaratan tertentu dari segi etika, hukum, kompetensi kedokteran dan administrasi.
Salah satu persyaratan adimistrasi yang harus dimiliki oleh seorang dokter yang akan berpraktek adalah dokter harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktek. Surat Tanda Registrasi dokter adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter yang telah diregistrasi. Sementara Surat Izin Praktek dokter adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.[2]
Semenjak diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2004, tiap – tiap daerah di seluruh Kabupaten/ Kota berlomba – lomba berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya. Pada hampir setiap sektor atau bidang dipakai oleh Pemerintah Daerah untuk dapat dijadikan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah termasuk sektor kesehatan .
Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 adalah “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.[3]
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi yang bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem negara kesatuan republik indonesia.[4]
Salah satu yang dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah pada sektor kesehatan adalah pembuatan Surat Izin Praktek Dokter. Caranya yaitu dengan menetapkan izin HO (Hinderordonnantie ) sebagai salah satu persyaratan pembuatan SIP dokter di daerah. Seorang dokter yang akan berpraktek baik di Rumah Sakit, Pukesmas atau Praktek Mandiri harus mengurus izin gangguan ( HO ) sebagai salah satu syarat pembuatan surat izn prakteknya. Sedangkan tujuan di berlakukannya Undang – undang Gangguan adalah untuk memberikan perlindungan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum bagi penduduk sekitarnya terhadap perusahaan yang mempunyai pengaruh yang merugikan bagi kesehatan, keselamatan atau kesejahteraan umum. [5]
Permasalahan
Apakah keberadaan dokter di Puskesmas, Rumah Sakit atau di pemukiman penduduk menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan, keselamatan atau kesejahteraan umum ?Pembahasan
Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam menangani gangguan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha. Pada awal tahun 1926, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Undang-Undang Gangguan dalam Lembaran Negara (Staatsblad) nomor 226 dan kemudian mengubah undang-undang tersebut melalui Lembaran Negara tahun 1940 nomor 450. Perundang-undangan aslinya berjudul UndangUndang Gangguan (“Hinderordonnantie”) dan ijin yang dikeluarkannya dikenal dengan nama ”Ijin H.O”. Setelah kemerdekaan, sistem ini dikenal sebagai “Undang-Undang Gangguan”. 50 tahun kemudian, jauh setelah kemerdekaan Indonesia, Menteri dalam Negeri menerbitkan Permendagri No. 7 tahun 1993 tentang Ijin Gedung dan Ijin Gangguan bagi Perusahaan Perusahaan di bidang Industri yang kemudian mengubah pendekatan nasional terhadap isu-isu tersebut. [6]Undang - undang izin gangguan, tahun 1926, ( saat itu Indonesia masih dijajah Belanda ) di berlakukan oleh Belanda dengan tujuan untuk melindungi kepentingan - kepentingan perusahaan belanda terhadap gangguan masyarakat sekitarnya, jadi sangat tidak relevan Jika Undang – Undang Izin Gangguan ( HO ) diberlakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh surat izin praktek dokter saat ini . Mungkinkah masyarakat akan terganggu jika ada dokter ditengah – tengah mereka ?
Jika dokter akan berpraktek baik di Rumah Sakit, Puskesmas ataupun praktek mandiri maka diwajibkan mengurus Izin Gangguan ( HO ) sebagai salah satu syarat untuk mengurus Surat izin prakteknya. Dokter tersebut harus minta tanda tangan penduduk di depan, belakang, kanan dan kiri dari lokasi tempat dokter tersebut berpraktek. Bagaimana jika di sebuah rumah sakit yang terdiri dari lebih dari 20 orang dokter ? dalam hal ini semua dokter tersebut harus minta tanda tangan dari penduduk sekitarnya . Bagaimana terhadap dokter yang tiap waktu harus menjalani mutasi karena kebutuhan daerah akan adanya dokter belum terpenuhi dengan baik ? Ini memberikan kesan seolah – olah dokter tersebut adalah sebuah perusahaan atau industri yang berpotensial menimbulkan gangguan bagi kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum. Pernah terjadi pada tahun 2013 di sebuah kabupaten, seorang dokter yang bertugas di Puskesmas harus dimutasikan oleh Kepala Daerah ( atas pengaduan masyarakat ) karena Dokter tersebut tidak mau berpraktek mandiri di wilayah kerja Puskesmas tersebut. Jika berdasarkan Undang – undang gangguan ( HO ), seharusnya masyarakat merasa senang karena tidak ada orang ( Dokter Praktek ) yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat tersebut.
Diberlakukannya undang – undang HO th 1926 sebagai salah satu syarat pembuatan SIP pada saat ini memberikan kesan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah terlalu berlebihan dan Hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum dan menjadikan dokter sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah sebaiknya tidak terjadi. Keberadaan dokter di daerah sangat diperlukan oleh daerah itu sendiri untuk meningkatkan pelayanan kesehatan umumnya dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada khususnya.
Hal ini dapat menimbulkan masalah jika Pemerintah Daerah tidak mau melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Masalah yang diprediksi akan timbul yaitu meningkatnya ketidak patuhan dokter dalam pembuatan surat izin praktek dan keengganan dokter untuk ditempatkan di daerah yang selanjutnya akan berdampak pada tidak meratanya penyebaran dokter sehingga akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tidak terpenuhi dengan baik.
Simpulan
Perubahan hukum merupakan masalah penting, antara lain disebabkan karena hukum itu pada umumnya memakai bentuk tertulis yang membuat kepastian hukum lebih terjamin. Tetapi pada hukum tertulis mudah tercipta kesenjangan antara peraturan hukum dengan yang diaturnya .[7]
Disini terlihat bahwa hukum hanya dipakai sebagai alat untuk kepentingan penguasa, bukan untuk kepentingan masyarakat, karena keuntungan dari kebijakan ini tidak ada bagi masyarakat dan komunitas dokter.
Pada hakekatnya hukum merupakan salah satu produk manusia dalam membangun dunianya. Hukum dilahirkan untuk oleh manusia dan untuk menjamin kepentingan dan hak – hak manusia itu sendiri. [8]
Dalam hal ini perlu kiranya pemerintah daerah tidak berlebihan dalam menetapkan pelaksanaan otonomi daerah dan melakukan evaluasi terhadap ditetapkannya undang – undang gangguan ( HO ) sebagai salah satu persyaratan pembuatan surat izin praktek dokter karena tidak relevan dengan keadaan sekarang dan justru menimbulkan ketidak pastian hukum.
Keberadaan dokter di Puskesmas, Rumah Sakit atapun di tengah – tengah masyarakat tidak menimbulkan potensi gangguan terhadap masalah kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum bahkan kehadiran dokter tersebut dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut.Penerapan Izin Gangguan (hinderordonantie) sebagai salah satu persyaratan pembuatan Surat Izin Praktek Dokter dirasa tidak tepat.
Daftar pustaka :
Buku :Donald Eliot, Sistem Perizinan Gangguan, Sebuah Laporan Tentang Pengendalian Kekacauan, USAID-SENADA, 2008Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012Undang – undang :
Undang – Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek KedokteranUndang – Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan DaerahUndang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan DaerahUndang – Undang Gangguan (Hinderordonantie), tahun 1926Makalah :
Budi Sampurna, Malpraktek Kedokteran, Pemahaman Dari Segi Malpraktek Dan Hukum.Ismansyah, Permasalahan Hukum Dalam Pengembangan Ilmu Hukum Di Indonesia ( Pentingnya Reformasi Hukum Terkait Dengan Permasalahan Hukum)End Note:
[1] Budi Sampurna, Makalah, Malpraktek Kedokteran, Pemahaman Dari Segi Malpraktek Dan Hukum
[2] Undang – Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran [3] Undang – undang no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah [4] Undang – Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. [5] Undang – Undang Gangguan (HO), 1926 [6] Eliot, Donald , Sistem Perizinan Gangguan, Sebuah Laporan Tentang Pengendalian Kekacauan, USAID-SENADA, 2008, hlm IV [7] Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm 201. [8] Ismansyah, Makalah, Permasalahan Hukum Dalam Pengembangan Ilmu Hukum Di Indonesia ( Pentingnya Reformasi Hukum Terkait Dengan Permasalahan Hukum)