Saksi adalah salah satu alat bukti dalam pemeriksaan suatu perkara atau dalam proses peradilan. Karena itu keberadaan keterangan saksi adalah sangat penting dalam menentukan dalam pengambilan keputusan perkara yang disidangkan di pengadilan. Meskipun demikian tidak jarang seorang saksi dalam pemberian keterangan di muka persidangan atau pun dalam pemeriksaan penyidikan memberikan keterangan yang didengar saksi dari orang lain. Bahkan tidak jarang juga terjadi keterangan yang diberikan seorang saksi sepintas lalu tampak sebagai sebuah keterangan yang didengarnya sendiri. Padahal jika didalami keterangan tersebut sebenarnya keterangan yang didengar saksi dari orang lain.
Karena itu seharusnyalah pihak-pihak yang terlibat dalam penegakan hukum mendalami dan memastikan, apakah keterangan seorang saksi-benar-benar keterangan yang didengarnya sendiri, dialaminya sendiri, sehingga menempatkan keterangan saksi tidak salah dan sekaligus memberikan kebenaran dan keadilan bagi pencari keadilan. Disisi lain putusan hakim benar-benar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi pencari keadilan.
Terkait dengan keterangan saksi terdapat sebuah yurisprudensi yakni berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.27 PK/PID/2003 tanggal 4 juli 2003 yang menyebutkan, bahwa:
"Judex facti kasasi telah salah dalam menerapkan hukum dalam pertimbangan hukumnya. Dalam pembuktian terhadap unsur memperdaya publik atau seseorang, jika seseorang tidak pernah didengar keterangannya di muka persidangan, maka keterangan saksi yang didengar dari orang lain harus dikategorikan sebagai testimonium de auditu dan dan karenanya tidak dapat dijadikan alat bukti."
Bahwa berdasarkan yurisprudensi tersebut, maka betapa penting pencatatan keterangan saksi yang lengkap dan tidak sepotong-sepotong dalam berita acara persidangan, sehingga didapat keyakinan akan keberadaan keterangan saksi, apakah keterangan yang diberikan benar-benar merupakan keterangan yang didengar atau dialaminya sendiri dan bukan keterangan yang didengar dari orang lain. Hal ini sangatlah penting, karena bisa saja terjadi keterangan seorang saksi, sebenarnya keterangan yang dia dengar dari orang lain, tapi dijelaskan sedemikian rupa seolah-olah merupakan keterangannya sendiri. Sekali pun saksi memberikan keterangan di bawah sumpah, tetapi tidak menutup kemungkinan saksi memberikan keterangan yang tidak sebenarnya.
Oleh karenanya menggali keterangan saksi secermat mungkin sudah seharusnya dilakukan dan tidak seharusnya dibatasi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan formal, sehingga kebenaran keterangan saksi tidak diragukan lagi. Dalam hubungan ini, saksi memberikan keterangan yang sebenarnya didengar dari orang lain, bisa membuat keputusan hakim tidak berkeadilan, apabila pencatatan keterangan saksi tidak lengkap (atau utuh) dan tidak dilakukan pemilihan apakah keterangan-keterangan saksi itu benar-benar keterangan yang merupakan yang didengarnya sendiri. (Catatan Hukum: Boy Yendra Tamin, SH.MH).