Oleh Wellizar, SH
Semenjak derasnya desakan masyarakat terhadap pemerintah untuk melaksanakan reformasi terhadap birokrasi, pemerintah telah berupaya memperbaiki secara bertahap sistem yang ada. Beberapa regulasi yang mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi telah disiapkan seperti UU otonomi daerah, UU pemberantasan korupsi, UU pelayanan publik, UU Aparatur Sipil Negara dan terakhir UU administrasi pemerintahan. Dalam rangka merencanakan, menyusun, melaksanakan dan mengawasi kebijakan tentang reformasi birokrasi pemerintah telah membentuk kementerian khusus yaitu Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Salah satu yang ingin dituju dari dilaksanakannya reformasi birokrasi ini adalah terwujudnya Good Governance. Good Governance maksudnya seperti yang dikutip dari UNDP adalah sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat dalam prinsip-prinsip partisipasi, tranparansi, supremasi hukum, cepat tanggap, membangun consensus, kesetaraan, efektif dan efisien dan bertanggung jawab.
Istilah good governance dimata para birokrat sejak berlangsungnya reformasi sudah tidak asing karena memang sudah sangat banyak sekali kegiatan berupa sosialisasi, seminar, worshop, bimbingan teknis dengan tema good governance yang dilaksanakan oleh pemerintah diberbagai tingkatan. Akan tetapi wujud dari good governance yang sesungguhnya belum kelihatan. Dapat diambil contoh yang sangat sederhana sebagai berikut ; penulis pada suatu kesempatan berjalan disuatu tempat yang ramai oleh pengunjung. Sebuah mobil dinas berplat merah menurunkan penumpang seorang wanita separoh baya dengan penampilan mentereng berjalan menuju sebuah pusat perbelanjaan. Lalu seorang pengunjung lainnya disebelah penulis berciloteh kepada temannya yang laing enakya jadi ibuk pejabat kemana pergi pakai mobil yang dibeli dengan uang rakyat. Ciloteh masyarakat seperti yang dicontohkan diatas adalah merupakan sindiran terhadap prilaku sebagian pejabat yang menggunakan fasilitas pemerintah tidak menurut semestinya.
Bila diamati apa akibat dari penyalah gunaan fasilitas negara berupa kendaraan dinas tersebut, pertama; akan mengganggu kelancaran tugas-tugas pemerintahan, kedua; kendaraan dinas tersebut juga disertai dengan biaya operasional lainnya seperti BBM, pemeliharaan, suku cadang dan lain-lain yang membebani keungan negara, bila tidak digunakan untuk kepentingan dinas itu berarti sama dengan melakukan korupsi.
Contoh penerapan prinsip efektif dan efisien lainnya adalah kecendrungan pemerintah melaksanakan kegiatan rapat dan acara lainnya di hotel. Kegiatan yang dilaksanakan dihotel apalagi dihotel berbintang mengeluarkan biaya yang cukup besar dan membebebani keuangan negara atau daerah. Sementara pelaksana kegiatan mempunyai ruangan kantor yang dapat dijadikan tempat pertemuan. Kebiasaan melaksanakan kegiatan di hotel ini telah berlangsung sejak lama, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah. Salah satu kegiatan yang sering dilaksanakan di hotel adalah pembahasan APBD oleh DPRD bersama mitranya pemerintah daerah dan Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran/ PPAS antara DPRD dan TAPD pemerintah daerah. Pembahasan biasanya dilakukan selama berhari-hari diluar kota. Dengan diadakan diluar kota disamping menyediakan ruang pertemuan pihak hotel juga menyediakan kamar utuk menginap. Karena kegiatan dilaksanakan diluar kota maka masing-masing peserta juga mendapatkan uang perjalanan dinas selama berhari-hari. Bisa dihitung berapa pemborosan keuangan negara akibat tidak diterapkannya prinsip-prinsip good governance.
Sebetulnya pada beberapa daerah sudah ada juga mencoba menerapkan aturan untuk tidak menggunakan fasilitas negara sesuai peruntukannya. Seperti yang dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat semasa Gawawan Fauzi untuk tidak membolehkan membawa pulang kendaraan dinas. Kendaraan dinas dipoolkan dikantor, bagi yang dinas keluar daerah dan membutuhkan waktu lama harus ada izin atasan. Namun kebijakan ini apakah masih berlaku sampai saat ini kita tidak tahu sebab kita melihat tidak ada kendaraan yang dipoolkan dikantor dan kita sering melihat adanya kendaraan dinas milik propinsi yang diparkir dihalaman rumah pejabat.
Kalau pemerintah ingin menerapkan prinsip efektif dan efisien dalam pemerintahan tentu pemerintah akan menghentikan pembelian kendaraan dinas untuk menunjang operasional dan melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk penyediaan jasa transportasi seperti yang telah banyak dilakukan lembaga usaha swasta. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari menyerahkan jasa transportasi ini kepada swasta pertama; pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya ratusan juta untuk pengadaan sebuah mobil dinas, kedua ; pemerintah tidak perlu mengalokasikan biaya operasional kendaraan yang mencapai puluhan juta setiap bulannya, ketiga; pemerintah tidak perlu mengalokasikan dana untuk membiayai sopir yang digaji setiap bulannya.
Dari janji-janjinya sewaktu kampanye dalam pencalonan sebagai presiden Presiden Jokowi akan berupaya memperbaiki sistem pemerintahan menjadi pemerintahan yang lebih baik (good governance). Beberapa hal yang akan dilakukan adalah merubah main set aparatur dan memberantas korupsi. Kita harus tetap optimis kedepan pemerintahan akan lebih baik. Kita mengapresiasi apa yang telah disampaikan oleh Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang melarang kegiatan pemerintah diadakan di hotel. Kita tunggu hasilnya apakah ini tidak hanya sekedar basa basi saja. Selanjutnya tentu kita tunggu gebrakan lainnya apakah akan ada kebijakan tentang pengelolaan fasilitas Negara seperti penggunaan kendaraan dinas seperti yang telah di uraikan diatas.*