Oleh Yudha Sunarta Suir
Ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah Indonesia khususnya lembaga penegak hukum yang ada terutama dalam menjalankan etika profesi. Telah berada pada jalur yang tepat, tetapi kerap dikesampingkan dengan alasan kebutuhan primier bahkan subsidair kehidupan. Karena itulah memasuki masa transisi pemerintahan yang masih terngiang hingga saat ini para penegak hukum yang konon katanya wajib mentaati dan melaksanakan etika-etika profesi masing masing instansi kerap bertindak diluar norma.
Penegak hukum adalah orang yang menggenggam daripada aturan hukum itu sendiri, dalam penegakan hukum pada era saat ini kejadian-kejadian pelanggaran yang dilakukan oleh penegak hukum itu adalah sebuah hal “biasa” malah itu sudah menjadi sebuah rahasia umum yang semua orang mengetahuinya,bahkan pelaku pelanggaran yang bersumpah atas etika profesi pun ikut andil dalam pelanggaran itu yang dimana ia menyadarinya telah berbuat menyimpang dari etika profesinya.
Penegakan hukum secara profesionalisme tergantung dari beberapa hal, Legal Structure berkaitan dengan aparat penegak Hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya semakin banyak penegak hukum yang tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya maka akan membahayakan bagi penegakan Hukum yang baik. Sementara itu Legal Culture berkaitan dengan budaya hukum masyarakat. Budaya hukum masyarakat yang buruk juga dapat menghambat proses penegakan hukum. Antara Legal structure dan Legal Culture seringkali terjadi lingkaran setan terjadinya mafia hukum.Kecakapan Teknis Yuridis adalah kemampuan dalam berkomunikasi yang didasarkan pada Norma-norma yang ada sehingga dalam penegakan Hukum keadilan yang dicapai adalah keadilan Konstitusi yang absolut. Perlu adanya pembinaan dan pendidikan lebih lanjut atas penegak Hukum. Seminar,Sosialisasi bahkan Diklat yang diadakan Lembaga Penegakan Hukum harus ditingkatkan kuantitas Teknis yuridisnya. Agar pelaksanaan praktis atas penegakan hukum itu harus sesuai dengan landasan norma yang berlaku terlebih tanpa pelanggaran atas konstitusi. Sifat yang terpuji serta Kebijaksanaan yang membumi adalah permasalahan yang ada saat ini yang dialami oleh penegak hukum indonesia, terlebih yang menilai adalah masyarakat secara transparan. Begitu banyak pelanggaran atas Etika Profesi Penegak hukum Indonesia telah menyentak Nurani Masyarakat sebagai “Audience” daripada proses penegakan Hukum. Kelemahan Iman dan Akhlak adalah tolak ukur tidak terpujinya Penegak hukum walau sejatinya beberapa Penegak Hukum mempunyai Garis Putih “Sifat Terpuji” atas penegak Hukum lainya yang dimaksud.
Walau Demikian peliknya sifat penegak hukum yang dikemukakan oleh Kronman, sebagai warga negara dan masyarakat, Penulis dengan nurani menilai bahwa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penegak hukum dalam penegakan hukum Indonesia itu tidak luput dari peran pemerintah yang kurang berorientasi pada kemaslahantan para penegak hukum Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global yang begitu cepat tidak diiringi oleh kesejahteraan Penegak Hukum yang pada akhirnya memilih culas dalam mencari nafkah, membuat ia berani mengambil resiko dengan melanggar norma-norma dan etika profesi masing masing lembaga penegak hukum.
Kelengahan dari pemerintah sebaiknya ditanggulangi dengan respon yang cepat, karena lembaran baru pendewasaan Etika Profesi Hukum Indonesia sangat diinginkan kehadirannya. Sudah begitu lelah masyarakat merasakan dan memendam dalam hati tingkah laku tidak terpuji penegak hukum atas penegakan hukum Indonesia. Pemerintah sebagai organ tertinggi atas negara yang pada hakikatnya sebuah organisasi semestinya beritikad baik terhadap kemaslahatan penegak hukum Indonesia, agar kebutuhan primair dan subsidair yang telah menjadi salah satu faktor penegak hukum harus berbuat culas pada saat ketika menegakan hukum di Indonesia.
Koordinasi yang baik dan perhatian yang intens terhadap penegak hukum oleh pemerintah adalah menjadi kunci utama penegakan hukum profesional yang baik sesuai dengan konstitusi dan Etika Profesi dari masing masing lembaga penegak hukum Indonesia untuk penegakan hukum yang bersih dan seadil-adilnya. Sehingga tibalah masa lembaran baru penegakan hukum Indonesia yang terus menerus semakin baik kedepanya dengan Kedewasaan daripada Penegak Hukum yang menjadi “key’ atau kunci utama penegakan hukum yang Hakiki.
Maka oleh karena itu, Penulis mengharapkan Lembaran baru yang dicita-citakan dapat dinikmati oleh Penegak hukum Indonesia dari Masing-masing lembaga penegakkan Hukum dengan hikmat dan proses penegakkan hukum yang berlandaskan Profesionalisme Penegakkan Hukum.* mhs-fh/ubh