Oleh : Witman Rizaldi
berkerja di Pengadilan Agama Sungai PenuhA. Latar Belakang Masalah.
Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional tetapi sudah menjadi internasional, bahkan dalam bentuk dan ruang lingkup seperti sekarang ini, korupsi dapat menjatuhkan sebuah rezim, dan bahkan juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara.
Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,luas dan akibat yang ditimbulkannya,walaupun dampak akhirnya adalah menimbulkan kesengsaraan rakyat. Di negara miskin korupsi mungkin menurunkan pertumbuhan ekonomi, menghalangi perkembangan ekonomi dan menggerogoti keabsahan politik yang akibat selanjutnya dapat memperburuk kemiskinan dan ketidak-stabilan politik. Di negara maju korupsi mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian negaranya, tetapi juga korupsi dapat menggerogoti keabsahan politik di negara demokrasi yang maju industrinya, sebagaimana juga terjadi di negara berkembang.
Korupsi mempunyai pengaruh yang paling menghancurkan di negara-negara yang sedang mengalami transisi seperti Indonesia, apabila tidak dihentikan, korupsi dapat menggerogoti dukungan terhadap demokrasi dan sebuah ekonomi pasar. Masalah korupsi merupakan masalah yang mengganggu, dan menghambat pembangunan nasional karena korupsi telah mengakibatkan terjadinya kebocoran keuangan negara yang justru sangat memerlukan dana yang besar dimasa terjadinya krisis ekonomi dan moneter. Terpuruknya perekonomian Indonesia yang terus menerus pada saat ini mempengaruhi sendi-sendi kehidupan di dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Korupsi pada saat ini maupun untuk masa yang akan datang merupakan ancaman serius yang dapat membahayakan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa pada umumnya, dan khususnya Bangsa Indonesia sehingga kejahatan korupsi selayaknya dikategorikan sebagai kejahatan yang membahayakan kesejahteraan bangsa dan negara.Korupsi di Indonesia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan mungkin sejak tahun-tahun sebelumnya yang hingga kini belum diberantas sepenuhnya. Pemerintah sejak dulu telah berupaya memberantas korupsi, pada era orde baru pernah muncul Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 dengan “Operasi Tertib” yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga undang-undang tersebut gagal dilaksanakan. Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak tahun 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas dan bersih dari KKN serta direalisasikan dalam kerangka yuridis dengan keluarnya Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menggantikan UU No. 3 Tahun1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena dipandang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Kasus-kasus korupsi akhir-akhir ini malah semakin marak dilakukan oleh rakyat Indonesia, dalam hal ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi Negara seperti dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Gubernur, dan Bupati dari beberapa daerah di Indonesia, tak jarang pula dilakukan oleh para pejabat pada kantor atau dinas dari satuan kerja perangkat daerah, intinya para pejabat atau orang-orang yang memiliki kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan dan jabatan yang dimilikinya untuk kepentingan diri pribadi dengan tujuan memperkaya diri mereka sendiri tanpa memikirkan bahwa mereka menyandang jabatan dan kedudukan dalam lembaga pemerintah seharusnya dipergunakan untuk melayani kepentingan masyarakat, bangsa dan negara serta sesungguhnya mereka dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat tetapi malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi. Korupsi yang ada di Indonesia saat ini sudah meluas dalam masyarakat perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan yang semakin sistematis oleh pejabat negara.[1]
Korupsi saat ini bisa dikatakan sebagai hal yang tidak terlepaskan dari kehidupan bangsa Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari prestasi buruk negara Indonesia yang termasuk didalam urutan teratas dari negara-negara terkorup di dunia selain india dan cina dalam beberapa tahun belakangan ini. Lalu, apakah penyebab terjadinya korupsi yang semakin marak dan semakin merajalela di kalangan pejabat negara saat ini, apakah ini kesalahan sistem ataukah mental para pejabat pemerintahan itu sendiri yang memang telah rusak dan bobrok.
Padahal selama ini wacana dan pembahasan mengenai good governance (kepemerintahan yang baik) telah lama didengungkan meskipun belum dilaksanakan secara nyata dan seutuhnya pada struktur lembaga pemerintah, namun melalui good governance yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip yang bila diterapkan secara utuh dan menyeluruh diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintah yang baik, pemerintah yang menempatkan kepentingan bangsa, negara dan masyarakat Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Penyebab Maraknya Korupsi di kalangan Pejabat Pemerintahan2. Good governance sebagai upaya pencegahan korupsiC. Pembahasan.
1. Penyebab Maraknya Korupsi di kalangan Pejabat Pemerintahan
Setidaknya ada 8 penyebab terjadinya korupsi dikalangan pejabat pemerintahan atau korupsi yang terjadi pada lembaga pemerintahan yang seharusnya bekerja untuk kepentingan masyarakat dan melayani masyarakat namun menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memperkaya diri sendiri dimana tindakan mereka tersebut telah merusak perekonomian bangsa karena apa yang mereka peroleh dari tindakan korupsi tersebut yang seharusnya untuk membangun perekonomian bangsa tapi malah menjadi milik pribadi. Adapun 8 penyebab terjadinya tindak pidana korupsi tersebut, yakni :
a. Sistem penyelenggaraan negara yang keliru
Sejak masa kemerdekaan hingga sekarang, pemerintah terlalu fokus hanya pada satu bidang pembangunan saja tanpa memperhatikan bidang-bidang lainnya, sehingga dengan mengarahkan segala kekuatan dan upaya pada pembangunan satu bidang saja mak bidang lainnya yang seharusnya dapat diprioritaskan pula menjadi terbengkalai, sedangkan bidang yang menjadi prioritas malah kadang tidak kunjung terselesaikan, sebagai contoh sebagai negara yang baru berkembang, seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan diutamakan untuk menciptakan SDM yang berkualitas dalam membangun bangsa tetapi selama puluhan tahun, mulai orde lama, orde baru, hingga reformasi, pembangunan hanya difokuskan di bidang ekonomi. padahal masih terbatas SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Sehingga konsekuensi akhirnya semua didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya menghasilkan penyebab korupsi dengan menyelewengkan bantuan-bantuan dari luar negeri tersebut.
b. Kompensasi PNS yang rendah
Sebagai negara berkembang kesejahteraan PNS yang menjadi pelaksana utama pada lembaga pemerintahan belum mampu di penuhi oleh negara karena kekurangan dana untuk kompensasi yang tinggi kepada pegawainya apalagi Indonesia yang lebih memprioritaskan bidang ekonomi membuat yang secara fisik dan kultural menimbulkan pola konsumerisme, sehingga 90% PNS melakukan KKN pada tempat mereka bekerja.
c. Pejabat yang serakah
Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem pembangunan seperti diatas mendorong pejabat untuk menjadi kaya secara instant. Hal ini menyebabkan lahirnya sikap serakah dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, seperti melakukan mark up proyek-proyek pembangunan.
d. Penegakan hukum belum berjalan maksimal
Para pejabat yang serakah dan PNS yang KKN karena gaji yang tidak cukup, diikuti pula dengan penegakan hukum yang tidak berjalan hampir diseluruh lini kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun lembaga kemasyarakatan lainnya, karena segalanya diukur dengan uang.
e. Hukuman yang ringan terhadap koruptor
Tidak berjalannya penegakan hukum salah satunya karena aparat penegak hukum itu sendiri yang bisa dibayar dan dibeli saat menangani suatu kasus korupsi sehingga hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor dikalangan pejabat pemerintahan menjadi sangat ringan dan tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor dan orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk melakukan korupsi.
f. Pengawasan yang tidak efektif
Dalam sistem manajemen yang modern selalu ada instrumen yang disebut internal kontrol yang bersifat in build dalam setiap unit kerja. Sehingga sekecil apapun penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan perbaikan. Tetapi internal kontrol yang ada disetiap unit sudah tidak lagi berjalan dengan semestinya karena pejabat atau pegawai terkait bisa melakukan tindakan korupsi.
g. Tidak ada keteladanan pemimpin
Saat masa krisis ekonomi tahun 1997 perekonomian Indonesia sedikit lebih baik dari pada Thailand namun pemimpin Thailand memberi contoh kepada rakyatnya dalam pola hidup sederhana. Sehingga lahir dukungan moral dan material dari masyarakat dan pengusaha. Maka dalam waktu singkat, Thailand telah mengalami recovery atau perbaikan ulang pada perekonomiannya sedangkan para pemimpin Indonesia saat masa krisis ekonomi tersebut tidak dapat memberikan teladan sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara mendekati jurang kehancuran saat itu .
h. Budaya masyarakat yang kondusif untuk KKN
Korupsi yang ada di Indonesia saat ini sudah membudaya yang tidak hanya dilakukan oleh para pejabat saja namun meluas hingga ke masyarakat. Hal ini bisa dicontohkan pada saat pengurusan KTP, SIM, STNK, maupun saat melamar kerja. Tindakan masyarakat ini merupakan pencerminan yang dilakukan oleh pejabat politik.
Selain 8 Penyebab diatas, terjadinya korupsi juga dikarenakan penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara, maupun teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.[2]