Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Pelaksanaan Good Governance sebagai upaya pencegahan korupsi

Bagian tulisan sebelumnya: Klik Disi.

Oleh: Witman Rizaldi.

Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Univ Bung Hatta dan bekerja di Pengadilan Agama Sungai Penuh

2.    Pelaksanaan Good Governance sebagai upaya pencegahan korupsi

Adapun 10 prinsip dasar dari Good Governance diantaranya :

  1. Partisipasi ; Mendorong masyarakat untuk menggunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung atau tidak langsung.

  2. Penegakan hukum ; Mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
  3. Transparansi ; Menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai
  4. Kesetaraan ; Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya
  5. Daya tangkap ; Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintah terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali
  6. Wawasan kedepan ; Membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikut sertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya
  7. Akuntabilitas ; Meningkatkan pertanggungjawaban para pengambil keputusan dalam segala bidang menyangkut kepentingan masyarakat luas
  8. Pengawasan ; Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggara pemerintah dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas
  9. Efisien dan Efektivitas ; Menjamin terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan tanggung jawab
  10. Profesionalisme; Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.[3]
Prinsip dasar atau karakteristik yang terdapat di dalam good governance tersebut bila benar-benar diterapkan maka diyakini akan dapat mewujudkan pemerintahan yang baik, dan bila telah terciptanya pemerintahan yang baik maka dengan sendirinya pula tindakan korupsi yang selama banyak dilakukan oleh pejabat publik atau orang-orang yang bekerja di bidang pemerintahan akan mampu dicegah bahkan mungkin tindak pidana korupsi oleh pejabat pemerintahan tidak akan terjadi lagi karena inti dari prinsip good governance tersebut benar-benar mengedepankan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongan, prinsip good governace membuat keseimbangan kinerja antara pemerintah sebagai pelayan publik dan masyarakat sebagai yang dilayani. Good governace mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan lainnya, kepentingan bangsa dan negara menjadi yang utama dan didalam mengelola tata pemerintahan ini good governance menyertakan peran masyarakat dalam turut membangun bangsa, suara dan pendapat masyarakat dijadikan suatu pertimbangan. Keterbukaan dan pertanggungjawaban pemerintah dalam mengelola pemerintahan ini juga menjadi sesuatu hal yang wajib dan boleh diketahui oleh masyarakat, supremasi dan penegakan hukum turut diutamakan dalam mengatur jalannya roda pemerintahan.

Good governace dapat pula dipahami sebagai asas-asas umum pemerintahan yang layak dalam administrasi negara yang didalamnya terdapat konsep welfare state dimana menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum warga negara.[4]

Dalam melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah yang baik, sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Plato, yang jika dilihat dari aspek sejarahnya maka di dalamnya terdapat dua pendekatan yakni secara personal dan secara sistem.

Pendekatan secara personal telah dimulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan yang ideal dilakukan secara paternalistik, Pada bagian lain, Plato mengusulkan agar negara menjadi baik, harus dipimpin oleh seorang filosof yang arif bijaksana, menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi. Dan pendekatan yang ke dua yakni pendekatan secara sistem, disini Plato sendiri merubah gagasannya yang semula mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof menjadi pemerintahan yang dikendalikan oleh hukum. Karena menurut Plato, penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik.

Namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah berbagai bidang kehidupan dan pemerintahan ke arah yang dicita-citakan. Akibat kemajuan tersebut, globalisasi telah melanda di berbagai penjuru dunia, yang membawa implikasi pada pemilihan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan, yang pada akhirnya menimbulkan pergeseran pada sejumlah paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pertama, terjadinya perubahan paradigma dari government ke governance, dan good governance maka dengan demikian perlu dilakukan perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian kebijakan di berbagai bidang Pemerintahan, dalam mengantisipasi pergeseran-pergeseran paradigma tersebut di atas, untuk menghadapi era globalisasi yang melanda berbagai penjuru dunia. Sehingga dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintah yang baik dapat tercapai dengan lancar.

Prinsip Good Governance atau asas umum pemerintahan yang baik merupakan ideologi lama yang baru mendapat tempat ketika kondisi negara sudah dalam keadaan kacau baik di bidang politik, ekonomi, sosial hukum, dan administrasi, termasuk didalamnya mekanisme/proses dan lembaga-lembaga yang menanganinya.

Konsep Good Governance ini sudah lama berkembang, bermula dari adanya rasa ketakutan sebagian masyarakat terhadap wewenang pejabat negara/ administrasi untuk bertindak sendiri di luar peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang diberikan ini dikuatirkan akan menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat sehingga mucullah apa yang dinamakan prinsip umum pemerintahan yang baik atau the general principle of good administration.

Banyak unsur dari prinsip good governance yang telah diterima oleh masyarakat, hal terpenting dari unsur tersebut diantaranya adalah transparansi (keterbukaan) akuntabilitas (pertanggungjawaban), kewajaran (reasonableness), persamaan (equality), dan keseimbangan (balances).

Jika dihubungkan dengan negara secara keseluruhan maka prinsip good governance merupakan prinsip yang mengetengahkan keseimbangan hubungan antara masyarakat dengan negara  serta negara dengan pribadi-pribadi. Ini artinya, setiap kebijakan publik mau tidak mau harus melibatkan berbagai pihak dan sektor baik pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta dengan aturan main yang jelas. Dengan demikian, penerapan good governance di Indonesia diharapkan terciptanya format politik demokratis, dan melahirkan model alternative pembangunan yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat di segala bidang kehidupan.

Bila dilihat dari kondisi Indonesia yang amburadul saat ini, maka prinsip good governance dapat menjadi salah satu solusi mujarab untuk melindungi dan membersihkan negara ini dari isu korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi yang sudah ada ditengah-tengah negara kita sejak negara Indonesia mulai terbentuk korupsi telah menjadi bagian dari kehidupan bangsa, untuk itu kita tidak boleh bersikap acuh tak acuh, karena korupsi merusak kehidupan ekonomi dan landasan moral tata kehidupan.

Gerakan menuju desentralisasi, akuntabilitas,transparansi dan bentuk-bentuk pemerintah yang baik lainnya yang dilaksanakan berdasarkan demokrasi negara kita baik di tingkat lokal maupun pusat saat ini semakin bergairah. Masyarakat saat ini juga berharap melalui good governance dapat mengikis habis semua perbuatan yang merugikan kepentingan umum yang terjadi dalam pemerintahan. Korupsi adalah simbol dari pemerintahan yang tidak benar, yang dicerminkan oleh patronese, prosedur berbelit-belit, unit pemungut pajak yang tidak efektif, pengurusan lisensi, korupsi besar-besaran dalam pengadaan barang dan jasa, dan layanan masyarakat yang sangat buruk.

Beberapa unsur pemeritahan yang baik yang terdapat pada beberapa asas, antara lain:

  1. Asas bertindak cermat;

  2. Asas motivasi;
  3. Asas kepastian hukum;
  4. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan;
  5. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal;
  6. Asas menanggapi penghargaan yang wajar;
  7. Asas kebijaksanaan;
  8. Asas tidak mencampuradukkan kewenangan;
  9. Asas keadilan dan kewajaran;
  10. Asas penyelenggaraan kepentingan umum;
  11. Asas keseimbangan;
  12. Asas permainan yang layak;
  13. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara) hidup pribadi.[5]
Perumusan dan penetapan asas-asas tersebut di atas berpangkal pada teori-teori hukum umumnya dan yurisprudensi serta norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Apabila asas-asas ini digunakan oleh hukum Indonesia, maka asas ini tidak boleh terlepas dari norma-norma hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Good governancesangat berhubungan erat dengan manajemen pengelolaan kebijakan pembangunan (khususnya bidang hukum). Apabila seorang pejabat publik akan mengambil keputusan dalam melaksanakan pembangunan, terlebih dahulu dia harus menerapkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik sehingga hasil akhirnya secara menyeluruh adalah suatu perintah yang baik. Keputusan yang diambil oleh seroang pejabat publik baik itu berbentuk kebijakan (bescchiking) maupun aturan umum (regeling) harus benar-benar berdasarkan kewenangan yang diberikan undang-undang maupun yang dilimpahkan oleh pejabat. Ciri good governance di sini adalah keputusan tersebut diambil secara demokratis, transparan, akuntabilitas, dan benar.

Konsep good governace sangat diperlukan dalam pembangunan berkelanjutan karena merupakan prasyarat untuk mendapatkan keseimbangan yang efektif antara lingkungan dan pembangunan. Tanpa ini pembangunan berkelanjutan akan salah arah.

Good governance adalah pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan adminstratif dalam pengelolaan sebuah negara, termasuk di dalamnya mekanisme yang kompleks serta proses yang terkait, lembaga-lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan perseorangan dan kelompok serta dapat menyelesaikan semua persoalan yang muncul diantara mereka. Persyaratan minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, serta keadilan.[6]

Upaya mewujudkan good governance di Indonesia merupakan suatu prioritas yang harus dilaksanakan dalam rangka menciptakan suatu tatanan masyarakat, bangsa, dan negara yang lebih sejahtera, jauh dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, karena dalam kenyataannya masyarakat masih jauh dari hidup layak, korupsi saat ini masih meraja lela. Namun demikian perjuangan dalam menciptakan pemerintahan yang bersih tidak boleh berhenti, harus tetap dilanjutkan dan diupayakan semaksimal mungkin hingga suatu saat akan dirasakan begitu bermartabatnya bangsa yang memiliki komitmen, tanggung jawab, dan harga diri.

Di dalam bukunya Robert Klitgoard menyebutkan jika sistem pemberantasan korupsi belum terbangun, begitu juga sistem politik dan sistem hukum belum terbentuk dan tidak mendukung, maka pemberantasan korupsi harus dimulai dari tingkat atas dimulai dari para. Hal tersebut berhasil diterapkan di Singapura, Hongkong dan Thailand. Hal ini yang belum kita temukan di Indonesia kecuali hanya diucapkan pada saat kampanye pemilu. Sebagian besar pemilihan kepala daerah dipilih melalui proses politik yang kotor, bagaiman mungkin mendapat gubernur dan bupati yang bersih.

Salah satu program good governance adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi menurut Klitgoard ditimbulkan karena ada monopoli, kekuasaan, dan diskresi yang begitu besar. Selama masih ada sentralisasi kekuasaan dan aturan-aturan yang tidak jelas dan tidak ada pertanggungjawaban publik maka akan menimbulkan peluang korupsi. Di Indonesia dapat kita lihat peluang korupsi begitu besar, birokrasi begitu panjang,gaji pegawai negeri yang kecil, tidak adanya sistem publik complain dan hampir semua partai politik mencari uang untuk membesarkan partainya.

Korupsi itu bukan merupakan kejahatan kalkulasi, dan bukan kejahatan orang bodoh, karena korupsi merupakan kejahatan rasional, orang akan melakukan korupsi jika keuntungan banyak dan resikonya kecil. Di Indonesia peluang ini terbuka lebar, tidak ada hukuman yang jelas, tidak ada ancaman untuk dikucilkan, dicemohkan. Acaman hukuman menjadi tidak jelas karena pengadilan sudah dikuasai oleh para mafia, hukum selalu dan diperjual belikan, putusan pengadilan selalu dimenangkan oleh penawar yang lebih tinggi.

Sejak era reformasi bergulir di pertengahan tahun 1998, masalah korupsi menjadi salah satu kajian menarik untuk dibicarakan dan diangkat kepermukaan. Usaha-usaha pemberatasan korupsi di Indonesia secara yuridis sudah dimulai sejak tahun 1957 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemberantasan Korupsi; Peraturan Penguasa Militer Angkatan darat dan Laut Nomor Prt/PM/06/1957 dan Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) No. 13 yang kemudian menjadi UU No. 24 /Prp/1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian dilanjutkan dengan usaha-usaha pemberatasan korupsi oleh pemerintah sejak awal 1970-an yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No, 228/1967 Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) hingga lahirnya UU No. 3/1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Begitu juga dengan pembinaan upaya pembinaan dari pejabat-pejabat telah ditingkatkan melalui pengawasan yang ketat, baik yang dilakukan oleh intern departemen dan lembaga maupun secara ekstern oleh Menteri Aparatur Negara. Namun seiring dengan pesatnya pembangunan, terasa pula semakin meningkatnya kebocoran dalam pembangunan, terbukti dengan kasus-kasus korupsi yang menyangkut kerugian negara milyaran hingga triliyunan rupiah.

Korupsi merupakan salah satu bentuk perbuatan melanggar hukum yang sangat membahayakan keadaan keuangan negara, dan akan berakibat terhambatnya pembangunan, karena banyak dana yang keluar tidak sesuai dengan pembangunan itu sendiri, sehingga tujuan yang diharapkan tidak tercapai. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kebijakan serta langkah-langkah penegakan hukum berupa penindakkan terhadap perkara korupsi, penyalahgunaan wewenang dan lain sebagainya.

Seiring dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta peran masyarakat untuk mencegah dan memberantasnya, maka pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain: UU No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No.11/1980 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Suap; UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Koripsi, Kolusi dan Nepotisme; UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; PP No. 30/1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri sipil; PP No. 71/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegah dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Instruksi Presiden No. 5 /2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Lalu dibentuk pula Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berdasarkan UU No. 30/2002, maka Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) sebagaimana diatur dalam UU No. 28/1999 menjadi bagian Komisi Pemberantasan Korupsi.

Definisi korupsi Indonesia banyak sekali, dalam arti luas, korupsi berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan. Seseorang diberi wewenang atau kekuasaan untuk bertindak atas nama lembaga. Lembaga itu bisa lembaga swasta, lembaga pemerintah, atau lembaga nirlaba.

Korupsi berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau sengaja.

Korupsi juga bisa dinyatakan sebagai suatu pemberian, dalam prakteknya korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungan dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya. Secara hukum pengertian korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindakpidana korupsi. Untuk tulisan ini pengertian korupsi lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Namun dalam praktek ternyata masalah pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilaksanakan dengan pendekatan hukum semata-mata, karena penyakit ini sudah menyebar luas ke seluruh tatanan sosial dan pemerintahan hampir di semua negara. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan tidak hanya semata-mata bersifat represif, tetapi seharusnya juga bersifat preventif dan rehabilitatif.

Pendekatan preventif yang ampuh antara lain dengan menciptakan iklim kerja yang sehat dalam lingkup tugas pemerintahan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Tanpa langkah preventif dimaksud, maka pemberantasan korupsi hanya akan berhasil mengatasi gejalanya saja dan bukan menghancurkan akar penyebab dan sumber penyakit korupsi yang justru tumbuh subur di kalangan masyarakat.

Langkah preventif berdaya guna harus juga diarahkan pada upaya untuk memberdayakan seluruh komponen dalam masyarakat, baik tua maupun muda, serta melalui lembaga-lembaga peradilan agar semua lapisan masyarakat memiliki semangat untuk membenci korupsi. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan budaya anti korupsi di kalangan masyarakat luas.

Dalam hal ini maka kultur masyarakat Indonesia yang bersifat paternalistik tidak boleh dilihat sebagai penghambat untuk melaksanakan upaya preventif dan upaya represif tersebut di atas, melainkan harus dilihat sebagai hal yang potensial yang memiliki daya guna yang tinggi untuk memberantas korupsi. Caranya adalah dengan menumbuhkan kebiasaan baik untuk tidak menerima atau meminta upeti dan harus selalu memelihara konsistensi antara sikap dan ucapan. Sumber penyebab meminta upeti dikalangan pejabat pemerintah ialah karena mereka memiliki keserakahan atau dalam bahasa agamais, karena mereka termasuk orang yang kurang atau tidak bersyukur atas banyaknya nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang maha Esa kepada mereka. Berlainan halnya dengan perbuatan mencuri yang dilakukan oleh mereka yang berada dilapisan bawah dan sering dilakukan dalam keadaan terpaksa, karena hanya untuk sekedar mempertahankan diri agar tetap hidup.

Masalah korupsi di daerah saat ini juga semakin rumit jika dilihat pada sektor swasta yang tumbuh dan berkembang di daerah, apalagi dengan dibukanya arus penanaman modal asing untuk langsung masuk ke daerah melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, maka sudah tentu jika tidak diatur secara ketat akan menimbulkan efek negatif di lingkungan pergaulan internasional. Pencegahan yang efektif untuk mencari solusi yang tepat ialah dengan melakukan pembinaan terhadap potensi daerah, terutama para tenaga ahli dan tenaga profesional dalam bidang masing-masing dengan mengikutsertakan lembaga-lembaga pendidikan yang kompoten untuk iktu bekerja sama dalam membangun daerahnya masing-masing.

Oleh karena itu untuk adanya keharmonisan antara pemerintahan pusat dan daerah perlu diatur dalam satu perangkat perundang-undangan yang memadai baik tingkat tingkat pusat maupun tingkat daerah yang mendorong terjadinya kemajuan pesat dalam konteks pengembangan potensi dan kewenangan daerah dan terciptanya ’good governance” di daerah.

Prinsip Good Governance atau asas umum pemerintahan yang baik merupakan salah satu solusi yang baik dalam pencegahan korupsi pada lembaga pemerintahan, jika hal ini telah banyak diterapkan oleh beberapa negara maka Indonesia baru mengemuka sejak era reformasi.

Prinsip good governance sebenarnya merupakan prinsip yang mengetengahkan keseimbangan antara masyarakat dengan negara serta negara dengan pribadi-pribadi. Artinya, setiap kebijakan public (public policy) harus melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta dengan aturan main yang jelas. Ciri good governance di sini adalah keputusan tersebut diambil secara demokratis, transparan, akuntabilitas, dan benar.

Upaya mewujudkan good governance merupaka suatu prioritas dalam rangka menciptakan suatu tatanan masyarakat, bangsa, dan negara yang lebih sejahtera, jauh dari korupi, kolusi, dan nepotisme. Perjuangan dalam menciptakan pemerintahn yang bersih tidak boleh berhenti, harus tetap dilanjutkan dan diupayakan semaksimal mungkin hingga suatu saat akan dirasakan begitu bermatabatnya bangsa yang memiliki komitmen, tanggung jawab, dan harga diri.

Dari segi hukum, peraturan yang ada dapat dikatakan memadai, karena sudah diberlakukn sejumlah peraturan perundang-undangan yang sifatnya anti korupsi. Namun dalam prakteknya masalah pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilaksanakan dengan pendekatan hukum semata-mata, karena korupsi sudah menyebar luas ke seluruh tatanan sosial dan pemerintahan hampir di semua negara. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga preventif dan rehabilitatif dan mengedepankan prinsip-prinsip yang ada didalam Good governace.

Dengan mengedepankan dan mulai menerapkan prinsip-prinsip good governance secara utuh dan keseluruhan dalam tatanan pengelolaan pemerintahan maka apa yang kita idamkan bersama yakni pemerintahan yang bersih dari KKN, pemerintahan yang mengutamakan kepentingan umum, masyarakat, bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan, pemerintah yang memang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya akan dapat tercapai serta terwujud.[7]

D.  KESIMPULAN

1.    Terdapat beberapa penyebab sehingga seringnya terjadi korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan atau pun oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dan jabatan yang bekerja pada lembaga pemerintah seperti anggota DPR baik pusat atau daerah, gubernur, bupati/walikota dari beberapa daerah di Indonesia. Korupsi yang mereka lakukan telah merusak perekenomian bangsa dan negara, dimana hasil yang mereka peroleh dari tindakan korupsi seharusnya dipergunakan untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat telah mereka jadikan menjadi harta kekayaan pribadi. Adapun beberapa penyebab tindakan korupsi tersebut : Sistem penyelenggaraan negara yang keliru (berorientasi hanya pada satu bidang saja tanpa memikirkan bidang lainnya), Kompensasi PNS yang rendah (gaji aparatur pemerintahan yang masih rendah sehingga PNS sering menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri), Pejabat yang serakah (pola hidup pejabat yang berfoya-foya), Penegakan hukum belum berjalan maksimal (hukum yang cenderung tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor), Hukuman yang ringan terhadap koruptor, Pengawasan yang tidak efektif, Tidak ada keteladanan pemimpin, serta Budaya yang tumbuh dalam masyarakat yang cenderung nyaman untuk melakukan Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

2.    Good governance dapat menjadi salah satu upaya yang dilakukan dalam mencegah tindakan korupsi pada lembaga pemerintahan, karena good governance merupakan suatu upaya dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, menciptakan pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada satu bidang permasalahan saja namun mencakup keseluruhan bidang yang dapat dan hendak dipergunakan sepenuhnya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar yang terdapat didalam good governance serta asas-asas umum pemerintahan yang layak maka secara bertahap bahkan mungkin menyeluruh faktor-faktor penyebab adanya kecenderungan tindakan korupsi pada lembaga pemerintahan dapat dikikis karena orientasi yang ada telah mengedepankan kebersamaan,keterbukaan dan pertanggungjawaban, serta menumbuhkan keseimbangan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam bersama-sama mencapai kemakmuran, kesejahteraan serta kemajuan perekonomian bangsa. Dan yang terutama berjalan dan efektif nya penegakan hukum sebagai suatu aturan yang bertindak sebagai pedoman, pengawas dalam pelaksanaan kepemerintahan yang baik ini.

DAFTAR   PUSTAKA.

Ridwan, HR, 2008, hukum Administrasi negara, Rajawali Pers, Jakarta,

Jurnal Hukum, Pemberantasan Korupsi peran hukum administrasi negara dan penerapan good governance, the publicadministration.blogspot.com/2010/10/pemberantasan-korupsi-melalui-peran-.html,

Lesprivatsurabaya,  Maraknya tindak Korupsi oleh pejabat, lesprivatsurabaya.net/markanya-tindak-korupsi-oleh-pejabat-negara-di-indonesia,html

Jurnal Hukum Fakultas Hukum UGM, Penerapan Good governace Dalam upaya  pencegahan tindak pidana korupsi, mimbar.hukum.ugm.ac.id/index/php/jmh/article/view/318/173.

Endnot:

[1].Lesprivatsurabaya,  Maraknya tindak Korupsi oleh pejabat, lesprivatsurabaya.net/markanya-tindak-korupsi-oleh-pejabat-negara-di-indonesia,html. Diunduh, Senin 22 Desember 2014

[2]. Ibid

[3] . Asmaul Husna dalam Merajut Cahaya Blogspot.com/2011/06/10-prinsip-Good-governance-html. Diunduh Senin, 22 Desember 2014.

[4]. Ridwan, HR, 2008, hukum Administrasi negara, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm. 243

[5]. Ibid, Hlm. 257-278

[6].Jurnal Hukum Fakultas Hukum UGM, Penerapan Good governace Dalam upaya  pencegahan tindak pidana korupsi, mimbar.hukum.ugm.ac.id/index/php/jmh/article/view/318/173.Diunduh, Senin, 22 Desember 2014

[7]. Jurnal Hukum, Pemberantasan Korupsiperan hukum administrasi negara dan penerapan good governance, thepublicadministration.blogspot.com/2010/10/pemberantasan-korupsi-melalui-peran-.html, diunduh, Senin, 22 Desember 2014

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar