Catatan Drs. Dasril Ahmad
Membaca dan menikmati dua sajak karya Boy Yandra Tamin berjudul “padamu yang pergi” dan “kepada sri elsa yusnelli” yang saya temukan di ruang Budaya Minggu Ini (BMI) Haluan, edisi Senin, 15 Mei 1989, halaman VII, menjemput ingatan saya ke dekade 1980-an, di mana penyair (yang sekarang dosen, pengacara. dan doktor ilmu hukum) ini masih aktif menulis sajak di Harian Haluan, Padang. Dalam pengamatan saya, Boy Yandra Tamin merupakan penulis/penyair yang muncul dan besar dari ruang Remaja Minggu Ini (RMI) Haluan asuhan penyair Rusli Marzuki Saria. Tentang hal ini, dalam rangka peringatan 11 tahun RMI (1976-1987) saya pernah menyatakan dalam sebuah tulisan “Bobot Kreativitas Sastra Remaja Sumbar Merosot” (RMI, Minggu, 26 April 1987) bahwa, beberapa nama yang cukup dominan menguasai pentas RMI pada pertengahan tahun 1980-an antara lain seperti, Syamsirman GS, Eddy Pranata PNP, Abrar Khairul Ikhirma, Octavianus Masheka, Boy Yandra Tamin, R, Mulia Nasution, Zulmai Indra, Katharina Arifin, Adek Siregar, Yeyen Kiram, Inriani (Ikarini), Lili Kalim, Erizal, Sastri Yunizarti Bakry, Ade Soekma dan Lili Asnita.
Berikut kita nikmati sepenuhnya dua sajak liris romantis Boy Yandra Tamin tersebut. Di samping itu, saya juga sedang mengerjakan tulisan “Memahami Dua Sajak Boy Yandra Tamin” ini. Insya Allah. (Dasril Ahmad). ***
padamu yang pergi
/boy yandra taminpadamu yang pergi pagi hari
kau takkan mengertibagaimana sungai menyerahkan ujungnya pada lautkarna kau tak pernah belajar pada air yang mengalirpadamu yang pergi pagi hari
mengenang dirimumerawa berkibar di tengah pada musim kemarauaku teringat nasib tercantel di buram kacadan kuseru namamu tiada gema terpantulpadamu yang pergi pagi hari
tulislah dusta dan khianat pada punggung kerbaudan penjarakan dalam bisik mencekiktentang bibir beku dan mata berdebulantaran makin kukenal mabukmu di malam-malam.padamu yang pergi pagi hari
padamu kupintajangan bicara lagi perihal yang lama laluada janji-janji yang mesti dipenuhipada mereka yang kucintailihatlah, kabut saja yang membutakan mata,dalam setiap sengal nafas harapan.duh
padamu yang pergi pagi harikau takkan mengertibagaimana kuisi hari ini dengan cintatanpa hak!Jakarta, 1986 – 1989
kepada sri elsa yusnelli
/boy yandra tamintakkah kau saksikan nelayan pulang bertangan hampa?
kisah tergulung dalam layar basah.ada badai mengempas lepas
teriak meretas bianglalakita pun bukan sekadar tersisih dari kemesraantapi dari jiwa, elli! Jiwa di mana?atas kejemuan ini
mustikah ditolak kenyataan dengan kemasjgulan?sedang kita telah kehilangan hidung dan matatubuh bongkok terbaring ringkih di atas kanvas tanpa warnaatau kan kita biarkan kelam muskil memanah bulan penuh danharapan cumalah monumen dan tugu.duh, elli! memandang kota dan pelabuhan aku tersedu
akankah tangan terulur menyambut hamparan teluk?dalam sapuan kabut.sebelum darah beku di kelopak musim.Tanjung Mutiara, 04. 1989