Dalam penegakan hukum, surat panggilan terhadap seseorang dari penyidik (polisi/kejaksaan) tidaklah dibuat dengan begitu saja. Artinya, surat panggilan itu setidaknya berkenaan adanya suatu dugaan telah terjadinya tindak pidana. Dalam hubungan ini surat panggilan itu bisa teruntuk bagi seseorang sebagai saksi atau sebagai tersangka dari suatu tindak pidana.
Keberadaan surat panggilan yang dibuat penyidik pada dasarnya merupakan instrumen dari pelaksanaan salah satu kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP, dimana penyidik berwenang memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
KUHAP menyebutkan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri. Sedangkan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Jadi arti surat panggilan itu antara saksi dan tersangka memiliki peran dan tujuan yang berbeda.
Jika disimak kewenangan penyidik untuk memanggil seseorang sebagai tersangka, maka seorang tersangka datang dan diperiksa untuk didengar keterangannya sebagai tersangka harus didahului dengan surat panggilan dari penyidik. Surat panggilan tersebut dibuat diterbitkan dengan dasar yuridis dengan mencantumkan dasarnya antaranya loporan polisi, surat perintah penyidikan dari ringkasan tindak pidana yang sedang disidik.
Oleh karena itu idealnya surat panggilan kepada seorang saksi seharusnya sudah ada tersangkanya terlebih dahulu. Suatu perkara pidana dikatakan ada kalau sudah ada tersangkanya dan karena itu seeorang saksi akan memberikan kesaksian atas suatu perbuatan pidana yang dilakukan seseorang. Dalam prakteknya, tidak jarang terjadi seorang dipanggil sebagai saksi tetapi tidak jelas kesaksian yang diberikannya atas perkara pidana yang dilakukan oleh siapa. Hal ini sejalan dengan pengertian perkara yang diberikan KUHAP bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, Ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu.Bila demikian halnya, maka seorang penyidik membuat surat panggilan kepada seseorang apabila sudah ada sebelumnya suatu peristiwa pidana yang mendahuluinya. Artinya tidak ada surat panggilan bila tidak ada peristiwa pidana atau merupakan suatu kekeliruan apabila seseorang dipanggil sebagai tersangka atau saksi untuk menemukan suatu peristiwa pidana/tindak pidana.
Jadi surat panggilan secara teknis juridis sekaligus memberikan status kepada seseorang dalam suatu peristiwa pidana dan karenanya tidaklah boleh dipandang sebagai surat biasa atau dipahami sebagai sebuah surat sebagai proses administrasi belaka. Dalam kaitan ini, maka seseorang untuk dimintai keterangannya sebagai tersangka atau saksi sejatinya tidak boleh dengan pemanggilan lisan atau via alat komunikasi, karena dalam surat pemanggilan seorang tersangka atau saksi itu termuat beberapa aspek hukum atas suatu peristiwa pidana/tindak pidana dan sekaligus menjadi pedoman bagi seseorang untuk memberikan keterangan apakah sebagai tersangka atau saksi.
Dengan demikian, berdasarkan KUHAP surat panggilan itu merupakan instrument bagi penyidik dalam melaksanakan salah satu kewenangannya, yakni memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. Surat panggilan tentu dapat dikecualikan dalam hal sesorang tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Sementara bagi seorang saksi, ia dapat menjadi saksi apabila ada surat panggilan dari penyidik. Dalam kaitan ini dan mengacu pada kewenangan penyidik dalam Pasal 7 ayat 1 huruf (g) KUHAP, maka seseorang dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka atau saksi didahului dengan pertimbangan dan kajian atas suatu peristiwa pidana, sehingga kemudian menerbitkan surat panggilan kepada seseorang apakah sebagai sebagai tersangka atau sebagai saksi. Hal ini tentu berbeda halna, apabila suatu tindak pidana yang terjadi sudah diketahui tersangkanya, maka seorang tersangka terbuka kemungkinan datang kepada penyidik dengan jalur menyerahkan diri tanpa didahului dengan surat panggilan (Catatan Hukum Boy Yendra Tamin)