Bagi kalangan yang mendalami ilmu hukum mungkin tidak asing lagi apa bentuk dan jenis hukuman (punishment) dalam hukum pidana di Indonesia, namun tentu tidak demikian halnya dengan masyarakat awam hukum, dimana mereka mungkin lebih mengenal berapa lama seorang dijatuhi hukuman ketimbang mengenal bentuk dan jenis hukumannya.
Berdasarkan Pasal 10 KUHP membagi hukuman menjadi dua bentuk, yakni; (1) hukuman pokok; (2) hukuman tambahan. Ada pun hukuman pokok itu terbagi lagi dalam beberapa jenis, yakni:
Hukuman mati. Atas tindak pidana tertentu, undang-undang memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap seseorang pelaku tindak pidana sampai kebentuk penjatuhan hukuman mati. Dapatnya dijatuhkan hukuman berupa hukuman mati itu misalnya terhadap pelaku tindak pidana narkotika sebagaimana diatur dalam UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Meskipun penjatuhan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana melahirkan pandangan pro-kontra. Pelaksanaan dari hukuman mati itu sebagaimana diatur UU No.2/PNPS/1964.
Hukuman Penjara. Hukum penjara secara teknis memiliki batasan maksimal dan untuk tindak pidana tertentu memiliki batas minimal. Hukum penjara secara umum dapat dikenakan seumur hidup atau selama waktu tertentu. Terkait dengan hukuman penjara selama waktu tertentu yakni antara satu hari hingga dua puluh tahun berturut-turut (Pasal 12 KUHP). Namun pada tindak pidana tertentu ada batas minimal, misalnya dalam hal seseorang dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999, maka kepada terdakwa dijatuhikan hukuman minimal 4 tahun sebagai batas bawah. Artinya seorang pelaku tindak pidana yang terbukti melanggar Pasal 2 UU No.31Tahun 1999, pengadilan tidak boleh menjatuhkan hukuman penjara kurang dari 4 tahun.
Hukuman Kurungan Baik hukuman penjara maupun hukuman kurungan, keduanya adalah bentuk pemidanaan dengan menahan kebebasan seseorang karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 KUHP. Pidana kurungan dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana pelanggaran (lihat buku ketiga KUHP tentang Pelanggaran), atau sebagai pengganti pidana denda yang tidak bisa dibayarkan [Pasal 30 ayat (2) KUHP]. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perbedaan hukuman kurungan dengan hukuman penjara akan dibahas pada kesempatan lain.
Hukuman Denda. Dalam lapangan hukum pidana dikenal pula apa yang disebut dengan hukuman denda yang dikenakan terhadap pelanggaran yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan Pasal 30 ayat (2) KUHP, jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.
Hukuman Tutupan. Pidana tutupan merupakan salah satu bentuk pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Penambahan pidana tutupan ini didasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan ("UU 20/1946").
Dari beberapa bentuk hukumam sebagaimana diuraikan di atas terhadap seorang pelaku tindak pidana, kesemuanya merupakan hukuman pokok.
2. Hukuman tambahan;
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa dalam KUHP dikenal pula hukuman tambahan disamping hukuman pokok. Adapun hukuman tambahan tersebut antaranya adalah berupa;
a. pencabutan beberapa hak yang tertentu;b. perampasan barang yang tertentu;c. pengumuman keputusan hakim.Mencermati KUHP, maka terkait dengan hukuman tambahan, KUHP sesunggunya tidak membatasi hukuman tambahan hanya seperti tersebut diatas saja. Bahkan terlihat ada kecenderungan bentuk dari hukuman tambahan berkembang sedemikian rupa, terutama dengan makin banyak ketentuan pidana yang lahir diluar KUHP misalnya dalam UU No 31 Tahun 1999 yakni dengan adanya hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Artinya bentuk-bentuk hukuman tambahan akan terus berkembang dan tentunya akan sejalan dengan tindak pidana yang terjadi itu dalam bidang apa, misalnya tindak pidana dalam bidang perikanan dan lain sebagainya. (dh-1***)