Keberadaan Pengadilan Perikanan sebagai pengadilan khusus agaknya belum begitu populer dikalangan masyarakat sebagaimana halnya dengan pengadilan negeri. Selain karena masih baru, pengadilan perikanan baru terbentuk diberapa buah saja. Sampai tahun 2015 ini baru ada sepuluh pengadilan perikanan di Indonesia yang dibentuk untuk mengadili perkara-perkara terkait dengan tindak pidana dibidang perikanan.
Pengadilan Perikanan pertama kali dibentuk didasarkan pada pasal 71 ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 2004 yakni Pengadilan Perilkanan Pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung dan Tual. Enam tahun kemudian setelah lahirnya UU No.31 Tahun 2004 dibentuk lagi Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Tanjung Pinang dan Ranai. Setelah itu diakhir tahun 2014 yang lalu dibentuk lagi Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon, pada Pengadilan Negeri Sorong dan pada Pengadilan Negeri Meurauke. Dimasa datang tentu akan dibentuk lagi sejumlah Pengadilan Perikanan, tergantung pada kebutuhan.
Sebagai pengadilan khusus, Pengadilan Perikanan dibentuk untuk memeriksa,mengadili dan memutus perkara-perkara tindak pidana di bidang perikanan. Persoalannya kemudian apa sajakah yang tergolong sebagai tindak pidana di bidang perikanan ? Bila dicermati UU No 31 Tahun 2004, maka hal-hal yang termasuk sebagai tindak pidana di bidang perikanan adalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 84 s.d Pasal 105 UU No 31 Tahun 2005. Dari ketentuan pidana dalam UU perikanan tersebut, tindak pidana di bidang perikanan dikelompokan menjadi dua, yakni;
Tidak pidana di bidang perikanan sebagai kejahatan yakni tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 103 (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 88, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 UU No 31 Tahun 20014.
- Tindak pidana bidang perikanan sebagai pelanggaran yakni perbuatan-perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, dan Pasal 100 UU No 31 Tahun 2004.