Penghinaan dalam hukum pidana termasuk dalam kategori kejahatan dan setiap orang rentan dituduh sebagai telah melakukan penghinaan terhadap seseorang. Atas kerentanan itu, maka seringkali seseorang di adukan sebagai telah melakukan penghinaan kepada pihak berwajib. Bagaimana seseorang dilaporkan sebagai telah melakukan penghinaan sesungguhnya sangat subjektif dan karenanya pula sesuatu dipandang atau dirasakan sebagai penghinaan atau bukan tidak terlepas dari penerimaan dari seseorang yang merasa telah dihina oleh seseorang, baik secara lisan maupun tulisan.
Baca juga: Ketentuan Penangkapan Terhadap Tersangka atau Terdakwa
Bahwa penghinaan tidak saja pada pribadi seseorang, tetapi juga bisa berkenaan dengan penguasa atau badan umum. Penghinaan terhadap penguasa atau badan umum itu sebagai diatur dalam pidana dalam Pasal 207 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”Memperhatikan rumusan delik penghinaan dalam KUHP di atas, maka elemen pokok dari delik penghinaan itu adalah; (1) barang siapa; (2) dengan sengaja dimuka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang di ada di Indonesia. Dari elemen pokok tindak pidana penghinaan yang dilakukan seseorang itu haruslah dilakukan dengan sengaja dan dilakukan didepan umum baik dengan tulisan atau dalam bentuk lisan. Dalam konteks ini, apakah seseorang sebagai telah melakukan penghinaan atas penguasa atau suatu badan, maka harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah dilakukan dengan sengaja atau tidak. Kesengajaan itu secara hukum ada beberapa teori dan yang terpenting adalah menemukan niat pelaku. Sementara terkait dengan elemen delik didepan umum, tentulah tidak sulit untuk membuktikannya, karena bisa dilihat dimana dan dihadapan siapa serta melalui media apa penghinaan itu dilakukan yang pada pokoknya dapat dipadang sebagai sesuatu yang tidak bersifat privat atau bukan area privat. Disisi lain tentu ada beberapa kategori sesuatu yang dipandang sebagai didepan umum.
Baca Juga: Bentuk Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP
Dalam sejumlah kasus terkait dengan penghinaan dalam perspektif Pasal 207 KUHP itu yang didalami itu adalah apakah bentuk penyampaian lisan atau tulisan itu benar-benar merupakan sebagai sebuah penghinaan. Dalam hubungan ini, untuk menentukan sebagai penghinaan atau tidak jelas diperukan beberapa ukuran dan standar-standar untuk menilai sebuah tulisan atau lisan bisa dipandang sebagai penghinaan. Apalagi delik penghinaan itu lebih dekat atau lebih menyangkut perasaan dan penerimaan korban atau si-terhina.
Dalam sebuah yurisprudensi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No.32 K/KR1974 tanggal 1 April 1973 dengan kaidah hukum:
Kesimpulan yang diambil hakim, apakah rangkaian kata-kata yang dpergunakan Terdakwa bersifat menghina atau tidak, adalah kesimpulan juridis yang tunduk pada kasasi;
- Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan karena Mahkamah Agung berkesimpulan, bahwa rangkaian kata-kata yang dipergunakan Terdakwa tidaklah bersifat menghina.
- Pencantuman Pasal 316 KUHP dalam tuduhan Pengganti lagi adalah keliru, karena pasal tersebut hanyalah merupakan pemberatan pidana atau tidak pidana yang diatur dalam Pasal 314 KUHP.