Saya masih belum menyadari bahwa yang solat Isya di samping kanan saya adalah seorang tokoh muda yang memberi inspirasi dan kebanggaan bagi ranah ini. Dia adalah Ade Rezki Pratama. Pemimpin sidang termuda pada paripurna DPR yang lalu itu seusai imam menyampaikan salam terakhir langsung menyalami saya. Ia tersenyum. Sejuk nian senyum anak muda yang rupawan itu. " Bang Pinto...", ujarnya dalam binar wajah yang damai.
Bila di Bukittinggi, saya memang suka solat di Masjid Raudhatul Jannah ini. Masjid anggun ini letaknya tak jauh dari rumah kami. Hanya sekitar lima perhisapan, sampai kita di sana. Kalau solat Jumat, masjid ini melimpah oleh jemaah dari berbagai penjuru kota Bukittinggi. Pada solat taraweh di malam ketiga ini, masjid itu tetap seakan tak sanggup menerima kunjungan umat yang ingin melaksanakan ibadah taraweh di sana. Masjid itu berlokasi di Luakanyia. Sekitar 2 atau 1,5 kilometer dari Jam Gadang.
Di belakang masjid itu berdiri sebuah bukit. Konon, bukit itu dulu lokasi tanah kuburan dari beberapa kaum. Kini, di atas bukit itu berdiri gagah kantor balai kota Bukittinggi yang berarsitektur gonjong Minang. Dari atas balaikota tampak masjid raudhatul Jannah bagai 'istana' yang indah. Di tempat mana orang berduyun-duyun beribadah.
Bagi saya, kantor balaikota itu bagai 'tahta kuasa dunia'. Ketika penguasa memandang ke bawah tampak masjid yang cantik. Ketika terlihat masjid, orang yang memiliki hati dan nurani tentu akan bergetar kalbunya bila melakukan dosa-dosa. Apalagi dosa kekuasaan...Manakala kita menggenggam kekuasaan atau jabatan, dari atas ini, pandanglah ke bawah. Mudah-mudahan, sinyalnya adalah; ingat akhirat!
Masjid Raudhatul Jannah dan kantor Balaikota Bukittinggi adalah dua sinyal. Sinyal dunia dan akhirat.
Beberapa tahun yang lalu, ketika dilakukan pemasangan batu pertama, saya hadir di lokasi ini. Saat itu, kalau tak salah yang jadi panitianya adalah Uda Imdibkri. Putra Gunung Pangilun yang jadi bankir, yang kini kepala Bank Bukopin untuk wilayah Bukittinggi, Padang Panjang dan Payakumbuh. Imdibkri, adalah sahabat karib seorang H Nelson. Mereka berkawan sejak SD.
H Nelson adalah pengusaha sukses di Sumatera Barat. Ia pedagang. Sangat rendah hati. Santun, penyantun dan hidup dalam prinsip 'berpantang melukai orang hati orang'. Ia disayang oleh banyak orang.
H Nelson membangun nagari membangun ekonomi dengan membangun berbagai ruang perekonomian bagi orang banyak. Ia, dengan sangat berani membuka objek wisata termegah di kota Padangpanjang. Di saat mana kota itu hanya dikenal sebagai kota "lewat".Artinya, kota yang hanya sekadar tempat lalu bagi orang yang ingin ke Bukittinggi atau ke Pekanbaru; bukan tempat kota singgah.
H Nelson membangun objek wisata di kota dingin itu. Ia bangun 'dunia air" bagi wisata keluarga. Saya memiliki emosional yang tinggi kepada objek wisata ini. Saya ikut bangga, karena sewaktu saya mewawancarai H Nelson atas objek wisata tersebut, saya mengatakan " Bila di Jakarta kita mengenal Dunia Fantasi atau Dufan, bagaimana di Sumatera Barat? Apa nama yang bagus tentang objek wisata ini?" begitu tanya saya pada H Nelson di saat mana objek wisata itu dalam pengerjaan 60 %. Secara spontan H Nelson menyebut nama objek wisata tersebut dengan : " Minang Fantasi !". Dan secara spontan pula kami sama-sama berdesis bahwa akronim Minang fantasi itu adalah "Mifan". Tak berselang lama, saya menghadiahkan objek wisata ini dengan sebuah lagu : " Minang Fantasy".
Waktu terus bergulir. Hingga objek wisata tersebut benar-benar mampu mewujudkan ' mimpi' masyarakat Sumatera Barat yang haus hiburan keluarga dalam sentuhan teknologi.
Pernah saya berkata pada Pak H Nelson: " Sekiranya objek wisata ini dibangun atau berada di kota Pekanbaru, tak tanggung-tanggung masuknya pundi kepada pemiliknya. Mengapa harus di Padangpanjang? Mengapa tak di Riau atau di daerah lain yang benar-benar memberi keuntungan yang banyak?".
Ditanya begitu, H Nelson tersenyum. Pelan ia berkata: " Kita tak harus semata mengejar bisnis. Ada yang harus kita capai, adalah gezah dan marabatat ini negeri. Kalau andaikata semua pengusaha berpikir seperti yang Pinto katakan, saya yakin, sulit daerah ini akan terbangun. Saatnya, para putra daerah membangun nagari sendiri dengan membangun berbagai usaha yang dapat memberi kontribusi pada negeri dan bermanfaat bagi banyak orang di ranah ini".
Mendengar itu, saya diam.
Tapi, kehadiran Mifan di kota Padangpanjang, perlu juga kita beri apresiasi kepada walikotanya semasa jabatan H Suir Syam (kini Anggota DPR RI/ketua Gerindra Sumbar). Tentu Pak Suir Syam berperan dalam melobi pengusaha, kalau tak ada usaha "meyakinkan" investor, tentu semua hanya akan menjadi mimpi belaka.
Suatu ketika, pada sebuah acara seni dan budaya di Mifan, saya melihat sosok muda yang asik menyapu sebuah ruang seusai acara itu. Ia ikut membantu mengangkat beberapa soundsistem, dan merapikannnya. Siapa dia? Dia adalah Ade Rezki Pratama. Dia adalah putra pemilik tempat ini. Ia anak H Nelson.
Saya pikir, sehebat-hebat itu sang papa, sekaya-kaya itu sang papa, yang anaknya tetap sangat rendah hati dan bersahaja. Dan sangat peduli kepada banyak orang. Selain itu, tampak oleh saya, tiap waktu solat tiba, anak muda itu tak pernah meninggalkan solatnya, selalu ia sempatkan dirinya solat berjamaah di masjid yang ada di Mifan. Hebat. Sudahlah ganteng, rendah hati, pintar, dan penyapa pula.
Saya melihat, betapa pengajaran Pak H Nelson kepada anak-anaknya cukup hebat. Ia ajarkan anak-anak pada nilai kesederhanaan, pada nilai kepedulian, pada nilai kesantunan, pada nilai-nilai ketaatan. Ia jauhkan anak-anaknya dari segala nilai hura-hura dunia yang memubazirkan.
Tamat S2, Ade sudah memimpin perusahaan international milik orang Korea di Jakarta. Tampaknya H Nelson benar-benar menyiapkan Ade sebagai seorang pengusaha yang mandiri.
Pada tahun itu, saya pernah bergumam pada H Nelson yang saya panggil abang. " Bang, sekiranya pada pileg nanti Ade ikut, saya yakin Ade akan menjadi pemimpin sidang termuda di DPR nanti. Ade akan membuat sejarah di pentas nasional dan akan memberikan kebanggaaan bagi ranah mInang dan akan menjadi inspirasi bagi para muda di nagari kita...Saya yakin Bang", begitu kata saya jauh sebelum pertarungan Pileg dilaksanakan.
Pada akhirnya, Ade benar-benar ikut pada pesta demokrasi itu. Ia caleg DPR RI untuk Daerah Pemilihan Dua dari partai Gerindra. Kalau dilihat sungguh persaingan bagi Ade. Dapil 2 dikenal sebagai Dapil Neraka. Saya pernah menulis soal ini di Padang Ekspres, yakni Dapil 2 Dapil Neraka. Pertarungannya sangat amat berat. Di Partai Ade saja, ada dua nama berat. Berat sekali.
Saya kira, karakter Ade mirip karakter sang papa. Yakni, bila sudah memasuki sesuatu, maka sesuatu yang dimasuki itu harus dengan sungguh-sungguh, dengan itikad dan niat yang baik, kemudian terwujud dalam Ridho Ilahi. Di mana-mana di Dapil 2, terjadi fenomena; Ade sungguh-sunggu menjadi buah bibir masyarakat Dapil 2. Ade seperti halnya sudah menang duluan sebelum penghitungan suara. begitu keyakinan saya.
Namun pada saat itu, saya tidak berada di 'pikiran' atau pada Tim Sukses Ade. Namun tetap saja, untuk Ade saya berikan doa. Doa sukses.
Saat itu saya berada dalam pikiran tim PKB. Partai ini, sekalipun tak sepopuler di Jawa, PKB menarik hati saya lantaran gerakan tradisinya. lagi pula, saya suka pada pikiran seorang Gus Dur; seorang budayawan yang memimpin Indonesia.
Pada tingkat Sumatera Barat, alasan saya mendukung PKB lantaran ketuanya juga seorang anak muda. H Febby Datuk Bangso namanya. Seorang Febby, mirip Ade; anak muda yang memiliki cita-cita yang ingin memberi manfaat bagi orang banyak. Sama-sama taat, sama-sama gigih membela orang banyak. Dan sama-sama bersahaja!
Pada akhirnya, Ade meraih kursi untuk ke Senayan.Sementara Febby gagal karena caleg di partainya nyaris tak memberikan dukungan suara yang berarti. Namun demikian, saya dan febby tetap bahagia, karena kursi DPRD PKB di berbagai daerah II di Sumbar menunjukkan peningkatan yang sangat berarti. Kini, Febby oleh pendukungnya disiapkan untuk maju ke kursi nomor satu kota Bukittinggi; tapi saya melihat peluang lain, peluang paling sangat memungkin bagi seorang H Febby adalah menjadi pemimpin di Tanahdatar; yang satu kampung halaman, yang satu kota kelahiran. Ayo, Feb...! Dua-duanya bagus.
Olala, kembali kepada Ade.
Ia anak muda yang luar biasa. Saya, kita, dan nagari ini harus bangga. Betapa bijaknya anak muda itu ketika memimpin sidang perdana DPR RI tahun lalu. Luar biasanya, Ade memimpin di saat mana 'situasi' politik Indonesia sedang gaduh, sedang panas, sedang hiruk. Tapi, kita menumpang bangga pada Ade ketika mana DPR RI akahirnya mulus bersidang di tengah badai. Ade melewati badai itu. melewati hujan deras politik itu, yang kemudian berganti menjadi "pelangi" Indonesia yang indah.
***
Tak berlebihan bila saya katakan ada dua tokoh muda dari Gerindra dan dua-duanya dari Sumatera Barat, satu Fadli Zon dan lalu Ade Rezki Pratama. Sekalipun pada pilihan politik saya berada di kubu Jokowi-JK, namun tetap saja dua anak muda dari Sumatera Barat itu membanggakan saya dan kita.
Saya ingat, pada Pilpres dulu, saya pernah menantang Fadli Zon berpuisi. Kini, bila Tuhan berkenan, saya ingin berpuisi sepanggung bertiga; Saya, Fadli Zon dan Ade.
***
Ya, seusai solat pada taraweh di malam ketiga itu saya dan Ade bercakap-cakap. Dapat saya simpulkan apa dan bagaimana visi,misi atau cita-cita Ade sebagai pemegang amanah masyarakat Dapil 2. Ade ingin benar kehadirannya di Senayan tak hanya sekadar catatan sejarah pernah duduk sebagai legislator. Yang Ade mau adalah, empat tahun ke depan, pikiran dan cita-citanya benar-benar memberi manfaat; terutama kepada daerah yang ia wakili. Ade tahu betapa besarnya potennsi Pasaman, Pasaman Barat, Payakumbuh, kabupaten 50 Kota, kabupaten Padangpariaman, Kota Pariaman, Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi. Ia catat satu persatu dalam skala perioritas apa-apa yang akan ia "progamkan' bagi pembangunan di dapil 2 ini. Ia upayakan untuk lekas 'mengerti', ia pahamkan' apa yang akan dilakukan' ia jalankan apa yang dibutuhkan "masyarakat' yang menanti pikiran dan cita-cita Ade untuk masyarakat.
Dan, sebelum solat Isya tadi, Ade menyempatkan diri berbagai kasih dan rasa dengan sejumlah anak yatim pada sebuah panti asuhan.
Lihatlah, masjid yang gagah ini, yang dilengkapi dengan pondok pesantren; adalah juga bagian dari cita-cita Ade untuk kembali menjadikan daerah Minangkabau menjadi daerah yang bersyariah dalam koridor Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah.
Ade ingin jadikan kawasan Masjid ini menjadi kawasan pusat kegiatan Islami. Dan kemudian, dalam salah satu programnya adalah, ketika tepian ramai oleh kreasi anak muda, surau penuh oleh jemaah dari muda hingga tua, dan hidup serta kehidupan dalam cerminan 'saciok bak ayam sadanciang bak basi, hidup berilmu mati berakal dalam iman dan ketaqwaan.
Dan, sepulang taraweh; dari tepi jalan kembali saya pandang masjid yang dibangun secara pribadi oleh seorang H Nelson.
Dapat saya rasakan, betapa bahagia dan damainya hati seorang H Nelson. Masjid yang dibangun dengan biaya puluhan miliar rupiah itu penuh dan sesak oleh jemaah, sementara; anak tersayang memiliki cita-cita yang mulia pula. Tak ada kebahagiaan orang tua melebih ketika anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang sholeh...