Oleh Drs. Syamsarul, SH.MM
Latar Belakang
Rakyat Indonesia atau masyarakat Indonesia yang tinggal di seantero nusantara ini sejak dahulu kala sudah menganut dan melaksanakan hukum adat, yang sering disebut dengan kebiasaan. Kebiasaan yang sudah menjadi darah daging bagi masyarakat di seantero nusantara ini sudah menjadi turun-temurun bagi bangsa Indonesia sampai saat ini. Walaupun budaya asing sudah menggoyang budaya Indonesia, artinya budaya asing sudah mempengaruhi budaya Indonesia seiring dengan masuknya informasi yang seiring dengan arus globalisasi yang sudah melanda bangsa kita. Kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat masih tetap dipakai oleh penganut kebiasaan itu. Kebiasaan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat ini disebut hukum adat. Hukum adat yang ada di Indonesia banyak ragamnya sesuai dengan daerah tempat hukum adat itu berada.
Salah satu tradisi atau kebiasaan (hukum adat) yang sudah tumbuh dan berkembang sejak dahulu kala di Indonesia adalah adat (hukum adat) Minangkabau. Masyarakat Minangkabau sudah memakai kebiasaan ini secara turun-temurun. Malahan beberapa tahun terakhir Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Pendidikan sudah memasukkan adat Minangkabau dalam mata “Pelajaran Budaya Alam Minangkabau yang disingkat dengan BAM” dalam kurikulum pendidikan di tingkat pendidikan dasar, yaitu dari tingkat sekolah dasar sampai pendidikan tingkat lanjutan pertama. Contohnya, jika ada anak yang tidak tahu akan adatnya, dia akan dikatakan tidak tahu di adat. Ungkapan seperti itu sering muncul dari mulut orang tua atau orang yang lebih tua. Malahan ungkapan seperti itu juga sering muncul atau keluar dari mulut orang sebaya atau yang lebih muda. Arti ungkapan tidak tahu di adat tersebut menyatakan bahwa orang yang mengatakan tidak tahu di adat itu menandakan bahwa orang itu marah kepada anak yang tidak tahu di adat itu.
Kebiasaan (hukum adat) yang sudah turun-temurun dijalankan dalam masyarakat Minangkabau itu termasuk juga dalam hal pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu. Pemberian itu merupakan ungkapan terima kasih kepada yang telah membantu. Sebut saja dalam hal ini pejabat. Dalam pergaulan hidup adat di Minangkabau, bantu-membantu sudah merupakan kewajiban. Perhatian terhadap orang yang sedang kesusahan sudah menjadi tidak asing lagi. Apalagi pemberian kepada seseorang sebagai ucapan terima kasih sudah biasa tanpa ada kaitannya dengan sogok-menyogok atau gratifikasi. Jauh sebelum undang-undang tentang pemberantasan korupsi ada pemberian kepada orang yang telah membantu sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Minangkabau.
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dibatasi pada pengertian dan golongan gratifikasi dan pemberian kepada atasan sewaktu pesta perkawinani serta tidak semua pemberian termasuk gratifikasi.
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipakai untuk makalah ini adalah metode penelitian atau pendekatan deskriptif. Metode deskriptif adalah satu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek suatu kondisi pada suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Metode deskriptif adalah metode penulisan yang digunakan untuk membahas suatu permasalahan dengan cara meneliti, mengolah data, menganalisis, menginterpretasikan hal yang diteliti dengan pembahasan yang teratur dan sistematis, ditutup dengan kesimpuln dan pemberian saran sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Whintney (1960) dalam Addhintheas.bogspot.com.id/2013, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan sikap-sikap membahas masalah dalam makalah ini adalah metode pendekatan deskriptif atau metode deskriptif.
Pembahasan
1. Pengertian dan Golongan Gratifikasi dan Pemberian kepada Atasan Sewaktu Pesta Perkawinan Tergolong Grtifikasi
A. Pengertian Gratifikasi
Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik."
Apabila dicermati penjelasan pasal 12B ayat (1) tersebut, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan padal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria pada unsur 12B saja.
Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut."
Kauffuann et.el.:2010 Jans M. Monarh (Springer Science-Bussness Media Dordrecht, 2013) menyatakan bahwa the negative effect of corruption in national economic affairs have been well document. Corruption has been defined as “the extent to which public power is exercised for private gun, including both petty andf grand forms of corruption, as well as ‘cupture’ of the state by elites and private interest”.
Treisman 2000; Lambertdorff 1999 dalam Jans M. Monarh (Springer Science-Bussness Media Dordrecht, 2013) menyatakan bahwa Emperical research has demonstrated that corruption has strong negative effects on economic growth, human development, environmental policies, and even on foreign direct investment.
Jika dilihat dari rumusan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya.
Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan undang-undang.
B. Golongan Gratifikasi dan Pemberian kepada Atasan Sewaktu Pesta Perkawinan termasuk Grtifikasi
Gratifikasi adalah bahwa barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).
Pemberian dalam arti luas ialah meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor) ‘
Jadi, selain pengaturan suap dan gratifikasi berbeda, definisi dan sanksinya juga berbeda. Dari definisi tersebut di atas tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. Gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan oleh rekanan atau bawahannya adalah sebagai berikut.
Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut
Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma
Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan
Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
[Bersambung ke Bagian 2]
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Code Parser
×