Catatan: Pinto Janir
"Pers itu penghulu opini. Ia menjadi raja di atas pembentukan pendapat public. Kalau penghulunya sakit, apa yang terjadi? Kemenakan akan kehilangan tempat bertanya. Bagai seorang penghulu, pers adalah tempat bertanya bagi para kemenakannya, sebagai cermin tempat mengaca bagi pembacanya.
Jika cerminnya pecah retak, apa yang terjadi? Yang terjadi adalah bayang-bayang ketidakjelasan dalam kaca buram nilai yang tak terukur. Pada akhirnya menjelma menjadi sebuah momok yang menakutkan dan mencemaskan."
ALAM keadilan. Salam kebebasan kreatif. Salam solidaritas. Salam reformasi bagi anak bangsa yang berpikir dan salam hormat bagi pejuang bangsa yang menegak¬kan ini negeri.Serta, salam pem¬ba¬ngunan untuk kita semua yang cinta pada ini bangsa, yang tetap menyenandungkan tembang permai; bumiku Minangkabau, langitku Indonesia.
Ayo kita merenung sejenak saja. Mengunyah-ngunyah makna di sepanjang perjalanan Pers Indonesia. Dan yang lebih pentingnya kita tikamkan rasa tentang jurnalistik, Pers dan Falsafah Minangkabau. Pers tak boleh menghancurkan eksistensi Minangkabau dalam bongkahan nilai dan budaya kita. Pers Sumatera Barat, jangan sampai menjadi alat penghancur kebudayaan kita. Pers Sumatera barat harus menjadi media pembangun Minangkabau. Media pembangkit batang tarandam.
Bagaimana Pers yang ideal di ruang mata “rumah gadang kita”?
Saya teringat pada sebuah pepatah….Bahwa tagak kampuang mamaga kampuang/tagak suku mamaga suku, tagak nagari ma¬maga nagari, tagak bangso mamaga bangso…./kamudiak sahantak galah/kahilia sarangkuah dayuang, sakato muluik jo hati, sasuai lahia jo bathin…mahelo karajo jo usaho…mairiak parang jo barani…mabari tiru jo tauladan…mambarikan ukua jo jangko….
Begitulah sebenarnya adat ideal pers di Minangkabau yang senantiasa ikut berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan cinta kepada ini negeri dan selalu berpedoman kepada hukum adia katonyo bana, cupak balilih gantang balanjuang…nan babarih nan bapahek, nan saukua nan bakabuang, curiang bariah buliah diliek, cupak papek gantang babubuang.
Pers itu penghulu opini. Ia menjadi raja di atas pembentukan pendapat public. Kalau penghulunya sakit, apa yang terjadi? Kemenakan akan kehilangan tempat bertanya. Bagai seorang penghulu, pers adalah tempat bertanya bagi para kemenakannya, sebagai cermin tempat mengaca bagi pembacanya.
Jika cerminnya pecah retak, apa yang terjadi? Yang terjadi adalah bayang-bayang ketidakjelasan dalam kaca buram nilai yang tak terukur. Pada akhirnya menjelma menjadi sebuah momok yang menakutkan dan mencemaskan.
Penghulu, punya etika tertentu, haram hukumnya di ranah Minang bila penghulu galak gadang-gadang, berlari berkain sarung atau hal-hal lainnya yang tabu dilakukan seorang penghulu.
Sebebas-bebasnya pers, tetap harus taat pada aturan. Tak ada kebebasan yang tak bersistem. Matahari boleh bersinar garang, tapi bila malam telah tiba, bulan penggantinya.
Kebebasan pers adalah free and responsibility of the press yakni kebebasan yang bertanggung-jawab.Begitu juga eksistensi pers. Martabatnya, benar-benar mirip dengan martabat seorang penghulu. Bila penghulu ingek dan jago pado adat, pers ingat dan jago pada fakta dibesarkan oleh pembaca dipercaya oleh masyarakat. Penghulu harus berilmu. Pers juga begitu. Harus kaya akan pengetahuan. Pers tidak boleh bodoh di tengah kepintaran massa pembaca. Dicibirkan orang nanti. Jangan sampai terjadi, kalau penghulu terkicuh, alamaik kampuang katajua, alamaik biduak nan kakaram…rusak binasa ini negeri.
Pers menulis harus berjalan pada fakta dan kebenaran, sebagai mana perungkapan bakato paliharo lidah, bajalan paliharo kaki, lidah tataruang ameh padahannyo, kaki tataruang, inai padahannyo.
Kaca fakta berlandaskan pada kebenaran yang benar-benar ada bukan mengada-ada dan benar-benar terjadi bukan dijadi-jadikan, inilah ruang berita. Kaca opini beradat pendapat, pikiran atau pendirian; ruangnya adalah tajuk rencana.
Bagaimana dengan pers jika tataruang fakta?
Hukum padahannyo.Jika tak sesuai berita dengan fakta dan kebenaran; maka diatur dalam tindak pidana (delik) pers dalam KUHP. Ada beberapa pisau hokum yang siap mencabik berita yang tak benar, yakni Penghinaan pasal 310 degan sanksi 9 bulan, pengaduan fitnah pasal 317 sanksi 4 tahun, Penghinaan terhadap kepala Negara/wakil, penghinaan terhadap golongan tertentu, penghinaan terhadap pemerintah, penghinaan terhadap penguasa umum, penghinaan terhadap agama tertentu, penghasutan, pembocoran rahasia Negara, pembocoran rahasia, penyiaran kabar bohon, masing-masing pasal 134,136,142 ayat 3, 156,154,207.156 point a, 160, 161,112,322,282, Ps XIV UU 1/1946, dengan ancaman maksimal 6 hingga 10 tahun.
Tapi, tak usah takut. Ini tak akan mengurangi daya kritis social seorang pers asal berlandaskan kepada kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum yang dipayungi oleh UU nomor 40 tahun 1999 yang menjamin prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Dengan demikian, UU Nomor 40 menjamin kebebasan pers, sebaliknya KUHP menjadi pengawasnya.
Dan reformasi jangan identikkan dengan maraknya demo, jangan identikkan dengan pers p-orno, jangan identikkan dengan kesewenang-wenangan, jangan identikkan dengan gampang memfitnah orang. Keliru itu. Reformasi pers, bukanlah begitu. Reformasi pers adalah konsep perombakan mendasar untuk mengatur kebebasan itu tadi. Menjadi pers yang cerdas. Pers yang membangun, bukan pers yang bersikap seumpama mangguntiang dalam lipatan, panuhuak kawan sairiang, Manahan jarek di pintu, mamapeh dalam balango. Jika mental bobrok, rusak binasa jadinya. Besar pers bukan gadang untuk malendo, tapi gadang untuk orang banyak. Panjang indak kamalindih, cabiak jan manjua, laweh jan manyaok. Jika ingin berterang-terang, jangan gelapkan lampu orang, perbesar saja lampu kita.
Fungsi pers itu banyak, sebanyak potensi jurnalis. Pers, dengan kekayaan informasinya, menjadi pemberi ia. Pers, dengan kekayaan pengetahuannya, menjadi media pendidikan ia, pers sebagai pelayan publik, menjadi seorang penghibur setia ia. Pers dengan ketajaman mata dan keterangan pendengaran menjadi seorang sahabat yang setia untuk mengingatkan kita.
Pers bukan lawan siapa-siapa, tapi ia adalah sahabat bagi siapa yang paham dan mengerti dengan bagaimana dan apa fungsi pers itu sendiri. Pers tak ubahnya seumpama angka nol saja; bila ia diletakkan di sebelah kiri, maka ia akan mengecilkan si penaroh letak. Tapi, sebaliknya, bila ia diletakkan di sebelah kanan, maka ia akan membesarkan kita dan membesarkan ini negeri.
Mari saja kita ciptakan pers yang merekat persatuan dan solidaritas anak bangsa sesuai dengan Sakabek arek, sabuhua mati, saciok bak ayam, sadanciang bak basi, manyuruak samo bungkuak, malompek samo patah, tuah sipakaik, cilako dek basilang.
Kita jadikan pers sebagai alat kepentingan untuk kemajuan nagari dan masyarakat karena lamak kato di lega buni, lamak siriah di lega carano, nan bana kato saiyo, nan rajo kato mufakaik. Pers harus lebih cerdas menghargai karya orang lain, jangan penuh dengan caci maki, karena berita negative tak akan pernah melahirkan hasil positif. Usah basipaik ayam jantan, tinggi lonjak gadang galapuah, nan lago di bawah sajo, bakotek indak batalua.
Pers karakteristik Minangkabau adalah pers yang tidak merugikan kepentingan umum yang senantiasa jago runciang kamancucuak, ingek ditajam kok maluko, ingek di lunak kok manyangkuik, ingek di rundiang kok manganai….
Dan seorang wartawan yang sebenar-benarnya wartawan adalah bagaikan lilin di noktah kegelapan. Betapa gelapnya dunia tanpa berita. Setiap kata dari seorang wartawan sejati adalah penyejuk hati bagi rakyat yang sedang susah. Tak usah kita persusah juga rakyat dengan berita yang membingungkan. Kita beri mereka berita-berita cerdas yang menghidupkan.
Wartawan adalah manusia biasa, sekalipun ia biasa serba tahu, tapi tabu dan bukan wartawan namanya jika tidak biasa menulis berita. Itu memalukan. Wartawan bukan title atau gelar, tapi sebuah kerja yang menuntut professional. Ayo bangun kecerdasan. Selamat. Selamat Ulang Tahun Pers Nasional. ***