Kalimat efektif mutlak digunakan dalam penulisan sejarah, karena penulisan (karya) sejarah termasuk kategori karya ilmiah. Dalam kaidah berbahasa Indonesia yang benar, penulisan karya ilmiah mesti menggunakan ragam bahasa standar atau baku, yaitu; kalimatnya harus jelas, lugas, teratur, tepat makna, dan sistematis, yang lazim juga disebut dengan kalimat efektif.
Hal itu dikemukakan Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, Padang, Prof. Dr. Nadra, M.S., ketika tampil sebagai pemateri “Bahasa Indonesia” pada “Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesejarahan bagi Penulis Sejarah – 2016” dilaksanakan Direktorat Sejarah Kemendikbud RI, bekerja sama dengan Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumbar, di Padang, Selasa (10/5).
Menurut Nadra, nilai suatu karya ilmiah biasanya ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: isi tulisan, bahasa penyajian, dan teknik penulisan. Kejelasan isi tulisan hanya tercapai jika disajikan dengan bahasa yang baik dan benar. “Justru itu, dalam penulisan karya ilmiah kita harus cermat memilih kata yang akan digunakan, sekaligus teliti menggunakan ejaan dan tanda baca. Kalau salah dalam menempatkan tanda baca bisa mengubah makna dari kalimat tersebut,” ujarnya.
Baca juga: Penulisan Sejarah Harus Tunduk Pada Dokumen
Lebih jauh, Guru Besar Linguistik Unand (spesialisasi Dialektologi) kelahiran Kamang Hilir, Agam, 10 Juli 1963 ini mengemukakan ciri-ciri kalimat efektif antara lain, haruslah menggunakan bahasa baku, meliputi ejaan (penulisan huruf, kata, unsur serapan, tanda baca, dan istilah), yang mesti sesuai menurut kaidah tata bahasa. Kalimatnya harus jelas, agar mudah ditangkap maksudnya, sehingga maksud yang diterima pembaca sama dengan maksud yang diinginkan penulis. Selain jelas, kalimatnya haruslah ringkas atau lugas. “Dalam hal ini kalimat efektif itu tidak berbelit-belit dan tidak menggunakan kata-kata yang boros. Begitu juga, kalimat efektif haruslah punya koherensi: antar kata, antar kalimat, dan antar paragraf, sehingga di dalam kalimat efektif tidak ada unsur yang tidak berfungsi,” jelas Nadra yang pada kesempatan itu menyajikan 15 item sekitar penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, termasuk penjelasan tentang (diberlakukannya) buku Pedoman Umum “Ejaan Bahasa Indonesia 2015” sebagai penyempurnaan dari buku Pedoman Umum EYD.
Selain materi “Bahasa Indonesia”, Bimtek Penulis Sejarah - 2016 yang berlangsung selama 4 hari (9 s.d 13 Mei 2016) di Grand Inna Muara Hotel, Padang ini, juga menyajikan materi “Pengantar Ilmu Sejarah”, “Metode Sejarah”, “Penulisan Sejarah”, “Sejarah Lokal” dan ekskursi lapangan meninjau/meneliti bangunan tua bersejarah di kota Padang. Bimtek diikuti 30 peserta berasal dari pemerhati, peminat, sarjana, guru, dosen, dan penulis di Sumbar, yang bukan berlatarbelakang pendidikan sejarah. Kegiatan yang baru tahun ini (angkatan pertama) diadakan serentak di tiga kota di Indonesia (Padang, Denpasar, dan Pangkal Pinang) ini, dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga penulis sejarah yang dapat menulis sejarah sesuai standar. *** (Dasril Ahmad).