Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Berkunjung Ke Nagari Tuo Pariangan, Bertemu Sawah Gadang Satampang Baniah

Catatan: Boy Yendra Tamin

Matahari sudah condong ke barat, sudah jam 3 sore. Angin dingin dan sejuk berembus ketika saya membelokan mobil ke Jalan menuju Nagari Tuo Pariangan., sekitar 13 km dari Kota batusangkar. Meski sedang berpuasa ramadhan dan langit di atas Nagari Pariangan dibeberapa bagian tertutup awan, tetapi tidak menyurut niat saya untuk mengunjungi Nagari Tuo Pariangan.

Menelusuri jalan menanjak yang dikiri-kanannya hamparan sawah yang berjenjang, merupakan suatu pesonan tersendiri jelang sampai ke perkampungan Nagari Tuo Pariangan. Seperti apakah kini rupa Pariangan nagari tertua di Minangkabau itu. Sebagai sebuah Nagari yang terletak dilereng Gunung Merapi, daya tarik alamnya tentu khas. Apalagi ketika dalam pikiran ada nuansa nilai sejarah berkeliaran mengenai Nagari Pariangan sebagai Nagari Tuo (Tua) di Minangkabau

Memasuki perkampungan Nagari Tuo Pariangan yang masuk wilayah Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, disepanjang jalan tampak sejumlah rumah gadang masih tampak berdiri berdampingan dengan rumah-rumah baru. Meskipun rumah-rumah gadang itu tidak berukir dan beberapa antaranya sudah cukup tua dan tak dihuni. Bahkan di halaman rumah gadang masih ada “rangkiang” yang berdiri kokoh.

Nagari Tuo Pariangan memliki  4  Jorong , yakni Jorong Pariangan, Sikaladi, Padang Panjang dan Jorong Guguak. Sebagai Nagari tertua di Minangkabau, di Nagari Pariangan dijumpai banyak peninggalan masa lampau yang sudah dijadikan cagar budaya serta sekaligus sebagai objek wisata sejarah dan budaya seperti Kuburan Panjang Tantejo,Mesjid Tuo Pariangan, Prasasti Pariangan, Makam Puti Indojalito, Sawah Satampang Baniah, Rumah Gadang Dt Bandaro Kayo, Balai Saruang. Rumah Gadang Dt Bandaro Sati.

Baca Juga: Metafora Adat, Sawah Gadang Satampang Baniah

Sepanjang jalan utama Nagari Tuo Pariangan ketika berjumpa dengan perkampungan, beberapa objek wisata sejarah budaya itu bisa ditemukan dengan mudah. Cagar Budaya Kuburan Panjang Dt Tantejo Gurhano terletak persis di pinggir di atas lahan seluas 629 M persegi. Kuburan Panjang Dt Tantejo Gurhono panjangnya 25,5 M kali 7 M dengan batu nisannya hanya batu kali tanpa olahan. Makam Dt Tantejo Gurhano dinamakan Kuburan Panjang karena makam itu terbilang cukup panjang. Pada sisi Timur Kuburan Panjang Dt Tantedjo terdapat Batu Sandar sebanyak 8 buah. Kebeberadaan Batu Sandar itu juga menujukkan di lokasi Kuburan Panjang Dt. Tantejo Gurhano dulunya juga berfungsi sebagai Medan Nan Bapaneh (Tempat bermusyawarah).

Di atas Kuburan Panjang Dt. Tantejo Gurhano ditumbuhi pohon-pohon khas yang sudah sangat tua dan hal itu terlihat dari gurat dan bentuk pohon-pohon di atas makam yang memperlihatkan sifat dan ciri ketuaannya. Meskipun untuk masuk ke lokasi Kuburan Panjang Dt. Tantejo Gurhano, pengunjung tidak leluasa, karena komplek pemakaman tua itu dipagari sedemikian rupa dan gerbang masuknya terkunci. Namun dari gerbang Kuburan Panjang Dt. Tantejo Gurhono terlihat jelas . Dt Tantejo adalah arsitek dan pembuat Balairung Sari di Nagari Tabek Pariangan.

Sehabis singgah di Kuburan Panjang Dt. Tantejo, saya mampir di Cagar Budaya Balai Saruang yang letaknya tidak begitu jauh dari Kuburan Panjang Dt. Tantejo. Dari Balai Saruang saya terus menelusuri jalan utama yang Nagari Tuo Pariangan dan penghujung perkampung saya melihat dua papan nama di pinggir jalan yang bertuliskan Cagar Budaya “Sawah Gadang Satampang Baniah”dan Cagar Budaya “Lurah Indak Baria, Lubuak Siguntang-Guntang,Bukik Indak Barangin.

Kedua lokasi itu ditetapkan sebagai cagar budaya tentu bukan tidak berdasar, tetapi tentu ada sejarah yang tersimpan di kedua lokasi cagar budaya itu. “ Sawah Gadang Satampang Baniah, cukup tersohor dalam pemikiran orang Minangkabau dengan fisosofinya. Banyak tulisan yang membicarakan makna dan hakikat “Sawah gadang satampang baniah”, tetapi kali ini di Nagari Tuo Pariangan saya melihat dan menyaksikan lokasi dan letak “Sawah gadang Satampang Baniah” secara fisik. Sebuah saat yang tepat atau kebetulan, ketika saya berada di Cagar Budaya Sawah Gadang Satampang baniah, padi di sawah cagar budaya itu sedang menguning. Saya kagum melihat bulir-bulir padi di Sawah Gadang satampang Baniah itu, selain tumbuh subur, bulir-bulir padi di Cagar Budaya Sawah Gadang Satampang Baniah itu memperlihatkan perfomanya yang berbeda dengan padi-padi yang tumbuh di sawah-sawah lainnya di sekitar sawah cagar budaya itu.

Baca Juga : Balairung Sari di Nagari Tabek Pariangan

Tentang kisah Sawang Gadang Satampang Baniah itu diceritakan sebagai sawah pertama yang dibuka oleh Dt. Tantejo Gurhano dan sawah pertama yang dibuka itu dimulai dengan bercocok tanam menggunakan seikat benih. Dihadapan Cagau Budaya Sawah Gadang Satampang Baniah, disebarang jalan, disitulah terletak cagar budaya “Lurah Indak Baria, Lubuak Siguntang-Guntang,Bukik Indak Barangin. Sepintas tidak ada apa-apa dengan lurah yang tidak terlalu dalam itu, tetapi udara dingin, tumbuhan hijau dan angin yang berembus dilokasi itu terasa menentramkan.

Meskipun sore hampir berlalu, senja menjelang, dari cagar budaya “Sawah gadang satampang baniah” ada masih ada jalan, meskipun agar lebih kecil dan mengarah ketinggian pinggang Gunung Marapi dan seorang ibu menjelaskan kepada saya, jalan itu adalah ke Jorong Guguak. Tanpa pikir panjang perjalanan saya teruskan ke Jorong Guguak. Jalan menanjak dengan hamparan sawah dikiri kanan dan pesonan lukisan yang menakjubkan meskipun langit sore tidak begitu cerah, saya pun sampai ke Jorong Guguak. Tidak ada peninggalan sejarah di jorong Guguak, tetapi perkampungan Guguak adalah perkampungan tertinggi di Nagari Tuo Pariangan dengan alamnya yang mempersona. Di perkampungan Jorong Guguak hanya terdapat satu objek wisata alam yang dikenal dengan Bukit Sirangkiang. Jika langit bersih dan cerah, saya percaya pesona alam di Bukit Sirangkian tentu luar biasa dan mengagumkan.

Sebelum senja benar-benat tiba, saya kembali turun dari Jorong Guguak yang juga jalan raya penghabisan. Kecantikan alam masih saja mengoda saya saat mengukuti jalan menurun ke Jorong Pariangan seraya sekali-kali berhenti dibeberapa titik untuk menikmati karunia Tuhan. Dari ketinggian itu pula terlihat perkampungan Jorongan Pariangan dan sawah-sawah berjenjang yang membentang luas dan mengesankan. ***

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar