Penulisan sejarah di Indonesia, tidak selalu hanya berdasarkan peninggalan-peninggalan berupa candi, prasasti, atau batu-batu bertulis lainnya, tetapi juga bersumber dari karya-karya para pujangga masa lalu, seperti Babad, Hikayat, Silsilah Raja-Raja, Kronik-kronik, dan berita-berita tentang berbagai peristiwa masa lalu dengan keanekaragaman versi, bentuk, dan gaya penyajianya. Dan ini tidak saja digunakan oleh penulis-penulis sejarah bangsa Indonesia sendiri, tetapi juga oleh para penulis bangsa asing.
Disamping itu, juga tidak tertutup kemungkinan, catatan-catatan peristiwa masa lampau itu telah menjadi darah daging kehidupan tradisi yang oleh para tetua diturun wariskan dari generasi ke generasi berikutnya lewat penuturan secara lisan. Tetua tersebut tentulah para ahli tutur pula. Penuturan dilakukan dalam lingkungan yang akrab, dalam keluarga istana, balai-balai adat, tapian, sasaran, atau di lubuk-lubuk kajian tradisi pada zamannya. Dengan maksud memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada keluarga, anak kemenakan mereka.
Berbagai kisah dan peristiwa sejarah dituturkan untuk mengambil pelajaran dan hikmah. Kemampuan bertutur berkem bang menjadi kemampuan berkisah atau berhikayat tentang berbagai peristiwa sejarah yang telah disusun dan dibungkus rapi, dalam jalinan sastra yang indah, penuh dengan kias dan ibarat. Para penutur ini dalam sejarah Melayu disebut Pembaca Ciri. Orang Melayu Islam menyebutnya pembaca Syair. Diantara syair-syair yang dibacakan itu terdapat Syair Maulud Nabi yang menceritakan sejarah kelahiran Nabi Muhammad Saw. Disamping ahli Syair di Minangkabau juga terdapat Tukang Kaba.
Baca juga: Penulisan Sejarah Harus Tunduk Pada Dokumen
Tukang Kaba menjalin kisah dengan bahasa berirama, prosa liris, syair, pantun, dan gurindam-gurindam yang dilagukan, didendangkan dengan merdu, sehingga penikmatnya menjadi betah mendengarkannya. Karena dendang yang bagus, jadilah ia sebagai tukang dendang. Ketika alat musik ditonjolkan untuk mendukung irama seperti biola atau rabab, saluang maka jadilah ia sebagai tukang biola, tukang rabab, atau tukang saluang. Begitupun ketika variasi kaba yang didendangkan dengan iliustrasi gurauan dalam cerita, maka bentuk dan “isi” bakaba yang benar hilang ditelan acara bagurau. Pada hal bakaba itulah isi acara yang pokok. Karena kaba akan menceriterakan kisah-kisahnya sesuai dengan jenis kaba itu sendiri.
Misalnya Kaba Tareh Kaba Pusako yang menceriterakan peristiwa-peristiwa sejarah masa lalu di Minangkabau, sekarang sudah tidak dikenal lagi. Kaba Tareh Kaba Pusako sudah menjadi barang langka. Pada hal Minangkabau itu memiliki dan mewarisi Kaba Pusako yang harus disampaikan kepada masyarakat pewarisnya. Tukang Kaba sekarang, hanya mampu mendendangkan Kaba Curito Urang Kini, dan jarang sekali yang masih menguasai Kaba Curito Urang Daulu, apalagi Kaba Tareh yang menjadi Kaba Pusako Minangkabau. Apakah Kaba Tareh ?
Tareh berasal dari kata Tawarikh yang berarti sejarah. Asal kata itu tarikh dari kata Arab, yang berarti perhitungan tahun. Jadi Kaba Tareh adalah Karya Sastra Minangkabau yang mengandung ceritera sejarah. Dengan perkataan lain, Kaba Tareh adalah Cerita Sejarah yang dibungkus dalam jalinan sastra yang indah, penuh kias dan ibarat alami. Menggunakan ungkapan-ungkapan yang ambi -guitik, metaforik, figuratif, alegorik, dan lain-lainnya. Kaba ini memakai bahasa berirama dan penyajiannya dilakukan dengan dendang atau rabab. (by Emral Djamal - dok Salimbado )