Kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) memperlihatkan kecenderungan terus meningkat dan itu pun didasarkan pada laporan yang disampaikan kepada pihak yang berwenang. Jika diperhatikan apa yang tergolong sebagai KDRT menurut UU yang tidak dilaporkan, tentu jumlah KDRT angka jauh melampaui angka kejadian KDRT yang ada. Persoalannya kemudian, tidak jarang pelaku KDRT tidak tahu apa yang masuk dalam KDRT dan apa bentuk perlindungan hukum dalam UU terhadap tindakan KDRT.
Berdasarkan UU KDRT terdapat beberapa bentuk perlindungan hukum, yakni berupa sanksi ancaman hukuman pidana penjara dan denda. Selain itu hakim juga dapat menjatuhkan hukum pidana tambahan terhadap pelaku KDRT dan korban KDRT juga dapat diberikan perlindungan yang ditetapkan pengadilan sebelum sebuah persidangan perkara KDRT dimula.
Dalam persoalan KDRT ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penegakannya selain menggunakan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT juga menggunakan KUHP dan UU tentang Perlindungan Anak. Beberapa ketentuan UU ini bisa digunakan berbarengan, terutama dalam tindak pidana KDRT menyentuk beberapa bentuk perbuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya dalam kasus KDRT dengan rumusan menggunakan pasal-pasal UU No. 23 tahun 2004 diantaranya pasal 49 jo pasal 9 dan pasal 279 KUHP untuk tindak penelantaran dan suami menikah lagi tanpa ijin istri; pasal 44 untuk tindak kekerasan fisik; pasal 45 untuk tindak kekerasan phsikis berupa pengancaman.
Baca juga : Perbuatan-perbuatan Yang Dilarang Dalam Rumah Tangga
Contoh lainnya dalam relasi KDRT, perlaku tindak pidana KDRT didakwa dan dituntut dengan menggunakan pasal-pasal KUHP (pasal 351, 352, 285, 286 jo 287, 289 & 335 untuk kasus penganiayaan anak dan perkosaan anak) dan pasal 81 & 82 UU No. 23 tahun 2002 dan pasal 287 & 288 KUHP untuk kasus perkosaan anak.
1. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
- 2. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.”
Perlindungan Bagi Korban KDRT
Suatu aspek yang khas dari tindak pidana KDRT adalah diaturnya pemberian perlindungan hukum terhadap korban dan anggota keluarganya. Perlindungan hukum terhadap korban itu diberikan jika kasus KDRT itu sudah ditangani pihak berwenang atau masuk dalam ranah proses hukum. Dalam hal ini perlindungan hukum bagi korban itu ditetapkan oleh pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 28 dan 38 UU No. 23 tahun 2004. Ketua Pengadilan wajib mengeluarkan surat penetapan yang beisi perintah perlindungan tersebut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permohonan kecuali ada alasan yang patut (pasal 28). Permohonan itu dapat disampaikan secara lisan atau tulisan.
Dalam kaitannya dengan permohonan perlindungan hukum bagi korban KDRT itu Pasal 29 UU 23 Tahun 2004 menyebutkan, permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh:1. korban atau keluarga korban;2. teman korban;3. kepolisian;4. relawan pendamping;atau5. pembimbing rohani.”Adanya hak untuk mendapatkan perlindungan hukum itu patut menjadi perhatian bagi para korban KDRT atau anggota keluarganya dan tentu disediakannya sarana perlindungan hukum bagi korban itu memiliki arti penting dalam kasus-kasus KDRT dengan berbagai aspeknya. Apalagi permohanan untuk mendapatkan perlindungan hukum itu oleh UU secara tegas disebutkan, bahwa dalam waktu 7 hari Pengadilan wajib memprosesnya. (dh-1).