Setelah begitu lama Negara Indonesia berada dalam belenggu penjajahan Belanda dan dilanjutkan dengan pendudukan Jepang. Pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak dari perjuangan Bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya dimana Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Setelah naskah proklamasi dibacakan pukul 10.00 selanjutnya dikibarkan Bendera Merah Putih.
Berita proklamasi di Sumatera Barat pertama kali diterima pegawai-pegawai Bangsa Indonesia yang bekerja pada kantor Pos Telegrap & Telepon Bukittingi dan Padang. Di kota Batusangkar berita proklamasi secara resmi diterima tanggal 20 Agustus 1945 yang di peroleh Zainudin St. Kerajaan dari Chatip Soelaiman. Dalam mengungkap rasa kegembiraan terhadap proklamasi kemerdekaan, maka untuk pertama kalinya tanggal 26 Agustus 1945 pukul 17.30 wib dikibarkan Bendera Merah Putih di kota Batusangkar.
Proklamasi kemerdekaan membawa perubahan dalam berbagai aspek. Di Sumatera Barat untuk sementara waktu anggotanya terdiri dari anggota sei kai ghan shu hokokai. Komita Nasional Indonesia Daerah (KNID) Sumatera Barat kemudian mengadakan rapat daerah kewadanaan sejalan dengan pembentukan kepengurusan KNID, sei kai ghan shu hokakai kemudian di bubarkan dan semua harta kekayaan dijadikan milik KNID. Sebelum KNID berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan tetapi setelah di keluarkan nya maklumat Wakil Presiden No. X/45 KNID tidak berhak lagi mencampuri urusan pemerintahan sehari-hari.
Pengangkatan Residen Sumatera Barat dilakukan rakyat melalui KNID, pucuk pemerintahan di Sumatera Barat terletak pada jabatan Residen yang dipegang Mohammad Syafei. Pada bulan Nopember 1945 M. Syafei karena kesehatannya terganggu mengundurkan diri dari jabatan Residen. KNID Sumatera Barat pada tanggal 15 Nopember menunjuk Residen baru yaitu R. Dt. Parpatih Baringek. Usaha R. Dt. Parpatih Baringek adalah menyempurnakan bidang pemerintahan dan pada tanggal 23 Januari1946 diumumkan pengangkatan Wali Kota dan Demang di sumatra barat. Pengangkatan Demang Wali Luhak Tanah Datar yaitu saudara Ali Akbar dari Demang Alahan Panjang.
Tanggal 14 Maret 1946 terjadi mutasi dalam pemerintahan Sumatera Barat dimana Residen Sumatera Barat R. Dt. Parpatih Baringek di perbantukan pada Gubernur Sumatera di medan. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan sementara ditetapkan Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo. Residen Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo dipilih dalam sidang KNID ke-V dengan penggantian Residen maka Dewan Harian dan Dewan Eksekutif juga mengalami perubahan.
Pada tanggal 22 Juli 1946 di adakan sidang pleno KNI Sumatera Barat ke-VII di Padang Panjang untuk memilih Calon Residen yang akan di usulkan kepada pemerintah. Maka jatuhlah pilihan kepada MR. St. Moh. Rasyid yang akhirnya ditetapkan pemerintah sebagai Residen Sumatera Barat.
Tanggal 22 Desember 1948 setelah mendengar berita resmi bahwa Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia ditawan oleh Belanda dan dibentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) . Kemudian pada tanggal 23 Januari 1949 keluar ketetapan PTTS nomor WKS/SJ/LST 038 tentang pemerintahan militer untuk pemerintahan Sumatera Barat. Kabupaten Tanah Datar yang wilayahnya meliputi kewedanan Batusangkar, Kewedanan Sawahlunto dan Kewedanan Sijunjung yang sebelumnya dipimpin oleh Djamalus Yahya karena dia ditangkap Belanda maka berdasarkan ketetapan Gubernur Militer ditunjuklah Dt. Mangku sebagai komisaris daerah teritorial Tanah Datar. Kewedanan Batusangkar dalam pembentukan Kecamatan dan pimpinannya mengalami beberapa pemecahan wilayah, wilayah yang selama ini tergabung dalam satu Onder Distrik dipecah dua. Salah satu pemecahan onder distrik yaitu Onder Distrik Salimpaung menjadi Kecamatan Salimpaung, Camat Militernya yaitu M. Rasyid St. Tangah hari.
Dalam surat keputusan bernomor 48/G.M/Ist Kabupaten Tanah Datar dibagi dua menjadi Kabupaten Tanah Datar dengan Ibukota Tanah Datar dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Kabupaten Tanah Datar wilayahnya terdiri atas seluruh Kewedanan Batusangkar dan Kewedanan Padang Panjang yang sebelumnya masuk Kabupaten Agam. Gubernur Militer Sumatera Barat kemudian mengukuhkan penggabungan kedua kewedanan tersebut menjadi Kabupaten Militer Tanah Datar dengan sebuah surat keputusan No. 59/G.M./Ist tertanggal 8 Maret 1949. Sebagai Bupati Militer Tanah Datar yang pertama ditunjuk Sidi Bhakarudin yang berasal dari Pariaman.
Bupati pertama Tanah Datar Sidi Bhakarudin sebelumnya merupakan kepala Djawatan kereta api Sumatera Barat. Usaha pertama yang di tempuh Sidi Bhakarudin sebagai Bupati Militer Tanah Datar adalah mengundang seluruh Penghulu Kepala dan Camat Militer se-Kabupaten Tanah Datar ke Batusangkar. Undangan ini dilayangkan oleh komisaris teritorial Tanah Datar. Dalam pertemuan yang dilakukan 12 Maret 1949 di “ rumah batu” tersebut Sidi Bhakarudin memperkenalkan stafnya. Pertemuan di rumah batu sangat menegangkan sehingga ada penghulu yang tidak bersedia datang di sebabkan alasan utama mereka adalah pertemuan di daerah yang telah dikuasai Belanda berarti bunuh diri sebab bisa saja pasukan Belanda datang menyerang. Keraguan ini hilang karena pertemuan ini berhasil baik dan Belanda tidak mengetahui. Salah satu hasil pertemuan itu adalah ditetapkannya daerah Salimpaung sebagai markas Bupat Militer Tanah Datar. Alasan untuk memilih tempat ini adalah karena disini banyak tentara dan merupakan markas KKP. Selain itu secara geografis wilayah ini sulit dimasuki Belanda karena berhutan lebat dan berbukit bukit. Daerah ini sangat cocok untuk menjalankan roda pemerintahan yang bersifat mobil. Sitapuang Gadang merupakan salah satu tempat Bupati Militer Tanah Datar pernah bermarkas. Dalam menjalankan tugas, sering Sidi Bhakarudin dan stafnya tidur dalam pondok-pondok yang terletak di tengah kebun tebu milik penduduk.
Pemerintahan militer yang bersifat mobil memiliki perbedaan dengan pemerintahan sekarang. Suatu ciri mencolok dari pemerintahan militer waktu itu adalah mereka selalu berjalan sambil menyandang kain, membawa kambuik (sebentuk tas yang terbuat dari pandan tanpa penutup) dan ada juga yang memakai tongkat. Kain yang disandang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti untuk sholat dan tidur, juga dimanfaatkan untuk surat-surat penting. Kambuik yang dibawa berisikan makanan nasi bungkus ataupun saka. Tongkat digunakan untuk menyimpan surat-surat penting.
Sidi Bakaruddin Bupati Tanah Datar I
Pemerintahan Militer yang bersifat mobil ini dalam menjalankan tugasnya sering diincar oleh tentara Belanda, sehingga diantara mereka seperti Camat Militer berhasil ditangkap dan meninggal karna ditembak Belanda.
Atas permintaan Wakil Presiden Dr. Moh. Hatta, Sidi Bakharudin dikembalikan kepada kedudukan semula yaitu Kepala Jawatan Kereta Api Sumatera Barat, hal ini dikabulkan dengan dikeluarkannya surat keputusan Komisaris Pemerintahan Sumatera Tengah No. 252/Kpts/49 tertanggal 14 Nopember 1949. Sebagai Bupati Militer Tanah Datar, Sidi Bakharudin digantikan oleh wakilnya Harun Al Rasyid dan Wakil Bupatinya yaitu Ali Lowouis. Kedua pimpinan inilah bahu membahu menjalankan tugas pemerintahan di Kabupaten Tanah Datar sampai terjadinya serah terima kekuasaan dari Belanda kepada Indonesia.
Kini, kantor Bupati Tanah Datar pertama itu yang terletak di Nagari Lawang Mandahiling, tepatnya di Sitapuang Gadang Jorong Mandahiling tidak ada lagi. Menurut tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Nagari Lawang Mandahiling tempat kantor Bupati Tanah Datar pertama itu berada dilokasi yang sekarang berdiri di Sitapuang Gadang. Sebagai penanda dan untuk mengenangnya, di bekas lokasi kantor Bupati Tanah Datar itu didirikan sebuah tugu. Tentu sebagai sebuah sejarah Kabupaten Tanah Datar, keberadaan lokasi kantor Bupati Pertama Kab Tanah Datar dimaksud harus menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Tanah Datar, terutama mungkin banyak juga masyarakat Kab Tanah Datar yang tidak tahu tempat Kantor Bupati Tanah Datar yang pertama.(sumber data dari berbagai sumber)**