Orang Minangkabau menyebutnya ba-kaco, bacamin, atau bacamin kaco. Berabad-abad sejak dahulu para Indojati menguasai dan mengajarkan suatu teknik rahasia bacamin kaco. Ada berbagai tingkatan ba-kaco tetapi bagi pemula teknik itu disatukan saja menjadi suatu terma kemampuan dengan sebutan Bacamin Kaco.
Ba-Camin Kaco, ialah suatu teknik menguasai “wujud bayangan diri sendiri”, “wujud tubuh ruhani”. Istilah dunia pengetahuan modern sekarang ini menyebutnya “tubuh astral”. Ba-Camin, berarti melakukan “proyeksi diri, dan melihat bayangan sendiri dalam cermin”. Camin Kaco, artinya cermin kuat, cermin yang berlapis, cermin kaca yang khusus berupa kristal kaca gaib dalam dirinya.
“Ba-Camin Kaco” adalah ungkapan simbolik untuk menyatakan introspeksi diri, refleksi diri, dan proyeksi diri.
Berbagai istilah tradisi yang sama untuk maksud ini adalah, mengkaji diri sendiri, mengarifi diri, mawas diri, manjago diri, kana diri, dan lain-lainnya. Kewaspadaan, kehati-hatian, kesadaran, keikhlasan dan, ketulusan, keridhaan, kejujuran dan kedermawanan, kesetiakawanan adalah istilah-istilah yang fungsi maknanya amat terkait dengan persoalan ini.
Untuk memudahkan pengertian dan untuk menyatakan pemahaman dipakai istilah yang umum, yakni “proyeksi”, atau bakaco, menurut istilah tradisi. Banyak sekali cerita-cerita tentang bakaco ini, bahkan dipergunakan untuk menasehati seseorang: “Bakaco lah!” atau “Bacaminlah saketek!”. Dan teguran seperti itu di Minangkabau sangat menyakitkan hati, tetapi “benar adanya”, sehingga seseorang secara emosional diarahkan ke dalam dirinya sendiri, baik diri lahir, diri astral / mental maupun diri ruhaninya. Ada banyak cerita dan peristiwa berkenaan dengan berbagai kemampuan ini, dan benar.adanya.
Setiap orang pernah mengalami fenomena ini, karena proyeksi bakaco ini disebabkan suatu dorongan emosional yang amat kuat sekali terhadap suatu obyek yang dicintai, yang dirindui, yang dituntut, yang dituju untuk mendapat kan dan menghasilkan maksud-maksud tertentu. Sese-orang yang berada dalam kondisi terjepit dalam suatu peperangan, atau terkepung musuh, mendengar suara-suara yang menuntunnya untuk mencari perlindungan ke arah tertentu. Orang tua yang merindui anaknya karena telah lama bertahun-tahun tidak pulang dari rantau, ber hasil menarik perhatian dan merefleksikan fikiran-fikiran kerinduannya, sehingga menggerakkan hati anaknya untuk pulang. Banyak contoh-contoh dalam kehidupan tradisi spiritual karena adanya ikatan tali kasih sayang, kecintaan dan saling pengertian.
Hubungan kedua kutub hati menjadi tersalurkan melalui jalan yang sama dan diatas media silaturrahmi, tali cinta dan tali kerinduan. Pesan-pesan dan “pitaruh amanah” itu mengalir didorong oleh suatu tenaga semangat yang kuat sekali yang bisa menembus kesadaran si penerima. Transmisi dilakukan di bidang pelataran emosi, yang oleh para ahli disebut bayangan astral, dan secara tradisi dikenal sebagai “bayang bungo” (“bayangan bunga di sebuah taman”).
Ada berbagai proyeksi bakaco dalam dunia Ilmu pengetahuan sekarang seperti proyeksi eterik, proyeksi mental, dan proyeksi jiwa. Semuanya itu memiliki tingkatan getaran vibrasi yang berbeda. Ada yang terkontrol secara sadar, ada pula yang tidak terkontrol. Ada yang mengajarkan untuk mengetahui teknik proyeksi ini dengan “kekuatan panah-panah makrifah” yang dilatih sendiri, dan ada pula kemampuan itu datang sendiri karena “bakat alam”, perca-perca hidayah Tuhan tanpa disadari. Dari semua proyeksi yang ada, inilah yang populer, mudah, dan banyak dikenal, dan pada umumnya dalam upaya meningkatkan kesadaran menuju perluasan cakrawala dari bumi. Konon untuk mendapatkan “kekuatan” emosional inteligensia, intelektual inteligensia dan spiritual inteligensia. Wallahu a’lam. (Oleh: Emral Djamal Dt. Rajo Mudo ) Sept.2016