Silek Kato adalah basilek lidah (barsilat lidah) sebuah bentuk media pendidikan tradisi yang diselenggarakan secara khusus, pada tempat yang khusus, dan pada saat yang khusus pula. Melatih diri dalam “bakato-kato” untuk memperlacar pembicaraan.
Bakato-kato, atau berdialog dengan nilai-nilai kepiawaian adat itu sendiri, sebenarnya berdialog dengan wujud bayangan diri sendiri sebagai mitra. Dan dialog tersebut merupakan sebuah orasi dari hasil perenungan berbagai hasil inventarisasi tradisi sesuai dengan pesan dan isyarat adat untuk selalu berusaha “mangampuangkan nan taserak”. Hasilnya dimanfaatkan sebagai upaya menemukan kembali nilai-nilai ideal dalam rentangan tali salasilah yang saling hubung menghubungkan antara idiom-idiom adat itu sendiri.
Melatih ketajaman akal, mengarifi makna berbagai tanda, simbol, dan isyarat-isyarat adat sesuai arah dan tujuan pembicaraannya. “Malantiang manuju tampuak, manembak ado sasarannyo” dalam artian yang : Tersurat memulangkan masalah kepada yang punya masalah. Tersirat : mambalikkan kato kapado nan punyo kato. Tersuruk : mengembalikan diri kepada yang punya Diri. (oleh Emral Djamal Dt Rajo Mudo)