Oleh. Harfiandri Damanhuri
Masyarakat asli Mentawai adalah masyarakat yang berumah alam, berdinding hutan, berpagar bunga obat-obatan, berlalu lintas pada sungai yang mengalir deras, segar, bersih dan alami. Mereka dapat membaca tanda-tanda alam, dengan melihat, memanfaatkan, melindungi dan menjaga (konservasi) lingkungan dengan segala isinya dengan filosofi kearifan lokal yang mereka turunkan dari generasi ke generasi. Walaupun saat ini tidak banyak generasi muda asli Mentawai yang masih setia mencintai budaya asli mereka.
Mereka betul-betul asli tumbuh dan berbaur dengan kehidupan liar di alam yang dapat kita lihat dari pola kekerabatan antar induvidu, pola tempat tinggal dalam satu suku, pola berkebun yang luasnya terbatas, pola makanan berbasis alam, pola adat dan budaya yang unik, pola kepercayaan akan roh-roh, dan pola dalam berkesenian.
Salah satu bentuk kesenian tradisional masyarakat yang selalu menarik untuk dilihat, ditonton dan dipelajari adalah tarian khas asli Mentawai. Seni menari dalam kehidupan asli masyarakat Mentawai adalah merupakan bagian dari upacara-pesta (punen), kebudayaan dan kepercayaan berdasarkan Arat Sibulungan. Pada umumnya tarian yang dihasilkan terinspirasi dari gerakan burung, elang, monyet (bilau), ular, buaya atau pun terinspirasi dari gerakan, kebiasaan dan prilaku kehidupan mereka sehari-hari seperti kegiatan bekerja diladang, kegiatan berburu monyet, dan kegiatan mencari ikan dan kegiatan lainnya.
Belajar Seni Ba-turuk MentawaiSehingga gerakan-gerakan tarian mereka pada umumnya tidak teratur, tidak berpola. Sehingga sulit ditemukan bentuk baku atau standar dari tari asli Mentawai tersebut. Menari dalam budaya tradisional Mentawai disebut Turuk Langgai, atau biasa disebut ma-turuk atau menari.
Kebiasaan berkesenian dalam bentuk tarian adalah bagian dari budaya. Pada umumnya mereka hidup di alam dengan segala sumber kakayaan yang berlimpah yang ada disekitar mereka. Sehingga kapan saya akan mengadakan punen yang selalu diikuti oleh ba-turuk tidaklah terlalu sulit. Karena seluruh sarana, prasarana dan peralatan pendukung untuk berkesenian mudah didapatkan dan sudah disiapkan sebelumnya. Umumnya mereka ma-turuk selalu dikaitkan dengan momen tertentu dalam bentuk punen yang meriah, melibatkan banyak orang.
Misalnya mereka melakukan upacara apabila hendak membuat rumah baru, membuat sampan baru, pesta saat perkawinan, pesta kelahiran, pesta mengingat orang meninggal, pesta sebelum dan sesudah berburu.
Banyak sekali upacara dan pesta yang mereka lakukan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga berkesenian dalam bentuk tarian adalah bagian dari budaya dalam peradaban masyarakat asli Mentawai.
Dalam menampilkan tarian meraka juga didukung oleh alat-alat yang dapat mengeluarkan bunyi untuk mendukung suasana tampil menari. Sehingga tarian yang ditampilkan betul-betul menarik, menyenangkan, meriah, penuh dengan sandagurau dan kekeluargaan.
Sedangkan alat-alat pendukung dalam menari yang biasa digunakan diantaranya ‘tudukat’ sejenis kayu yang dipukul-pukul dengan tongkat kayu yang menghasilkan bunyi tertentu. Bentuk tudukat hampir sama dengan kentongan. Lalu ‘katebak’ atau sama dengan gendang, yang dipukul menggunakan tangan. Katebak terbuat dari kayu khusus yang berongga. Salah satu bagian ujungnya ditutup dengan membran kulit ular. Serta bacaan mantra-mantra mistik yang dilantunkan dengan suara dan bunyi yang aneh, tinggi-rendah, berguman, bersenandung dengan bahasa asli Mentawai.Selain peralat pendukung untuk berkesenian, mereka juga mengetahui tentang tata busana. Dengan memakai busana yang ditata dengan memasang berbagai jenis dedaunan dibeberapa bagian di tubuh mereka. Selain dedaunan, juga didukung oleh unsur non alami, seperti manik-manik yang sudah dijalin, ditata dan disusun dengan warna-warni yang menarik. Lalu dipasang di kepala, leher, pergelangan tangan ataupun bagian kaki.
Selain itu, juga didukung unsur kosmetik dengan cara mewarnai muka mereka dengan arang atau menggunakan pewarna alami yang bersumber dari daun-daunan yang dilumuri pada bagian muka, tangan atau dilukiskan pada bagian-bagian tubuh tertentu. Walaupun pada umumnya sebagian besar tubuh orang asli Mentawai yang sudah dewasa/tua/terutama para kerei sudah dihias oleh berbagai jenis dan pola tatto (titi) yang menarik sebagai identitas bagi mereka. Sehingga penampilan para penari dalam berkesenian dapat membius mata untuk selalu terbuka menonton pertunjukan kesenian yang tidak bisa dilihat di semua tempat, kecuali datang berkunjung ke Bumi Sekerai, Kepulauan Mentawai, Indonesia.
Sedangkan lokasi menari biasa juga disiapkan panggung. Umumnya bagian depan dari Uma Mentawai, selalu disiapkan satu lokasi bagian depan rumah dengan lantai papan yang tidak dipaku (kakaraian). Sehingga ketika pertunjukan tarian dimulai dengan mengeluarkan suara merdu, mengerakan tangan dan mengerak-gerakkan kaki mereka dengan cepat ke lantai yang tidak dipaku, sehingga lantai kayu mengeluarkan bunyi yang menarik dan menggerakan para penari.
Inilah gerakan yang terbentuk secara alamiah sesuai dengan kehidupan dan peradaban mereka yang hidup secara bersama-sama dalam satu komunitas adat dan budaya masyarakat asli Mentawai dalam berkesenian, salam konservasi (hd-katib, 25.10.16).