Catatan Hukum Boy Yendra Tamin Dt Suri DirajoPengertian adat minangkabau sering dicampuradukan dengan pengertian hukum adat Minangkabau
Keberadaan hukum adat, khususnya hukum adat Minangkau, sangat penting dan diakui, tetapi dalam perkembangannya ada kecenderungan pemahaman terhadap hukum adat kian “menipis” di masyarakat. Bahkan dalam masyarakat dimana hukum adat itu hidup dan berkembang. Kondisi yang sama tidak terkecuali di alami adat dan hukum adat Minangkabau. Adanya banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa hal itu terjadi dan bahkan tidak jarang masyarakat tidak lagi bisa membedakan antara adat dan hukum adat.
Terhadap adat itu sendiri banyak pengertian yang dikemukakan para ahli. Satu antaranya bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat ( sudah , sedang, akan ) diadatkan. Sementara itu adat dipandang juga sebagai kebiasaan normatif yang dipertahankan oleh masyarakat, walaupun tidak terus terulang, pada saat-saat tertentu akan berulang dan harus dilaksanakan, apabila tidak dilaksanakan maka masyarakat akan mengadakan reaksi. Dalam pandangan yang lain disebutkan, bahwa adat keseluruhan adat yang (yang tidak tertulis ) dan hidup didalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum”
Bagaimana dengan hukum adat ? Apakah pengertian adat sekaligus mencakup pula atau sama maksudnya dengan hukum adat ? Secara akademik terhadap hukum adat diberikan pengertian, bahwa yang dimaksud dengan hukum adat adalah hukum yg tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif (unstatutory law) meliputi peraturan-peraturan hidup yang ditaati oleh masyarakat berdasarkan keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Dengan pengertian hukum adat yang demikian sepertinya belum memberikan suatu garis tegas perbedaan antara adat dan hukum adat, sebab adat juga dalam ranah pengertian adat seperti yang telah dikemukakan. Bahkan dengan pengertian hukum adat yang demikian sepertinya tidak ada bedanya antara adat dan hukum adat.
Baca juga: Hukum Pidana Adat Minangkabau
Dalam kaitannya antara adat dan hukum adat itu, maka dalam masyarakat Minangkabau dikenal 3 (tiga) alur (alua), yakni;
1. Alur Adat: Adalah ialah peraturan-peraturan di da;am adat Minangkabau yang asalnya peraturan itu dibuat dengan kata mufakat oleh penghulu setempat (Adat nan teradat). Sewaktu-waktu dapat berubah umpamanya dalam melaksanakan helat perkwinan, cara-cara meresmikan gelar dll2. Alur Pusako: Adalah peraturan-peraturan yang sudah diterima dari nenek moyang kita di Minangkabau seumpama gelar pusako, pusako, nagari, syarat nagari undang duo puluah , cupak nan dua, kato nan ampek dan sebagainya.3. Jalan nan pasa. Jalan yang perlu ditempuh oleh setiap manusia yaitu jalan dunia dan jalan akhirat.Selanjutnya dalam Masyarakat Minangkabau dikenal pula 4 pembagian adat, yakni:
1. Adat Nan Sabana Adat. Adat Nan Sabana Adat adalah aturan pokok dan falsafah yang mendasari kehidupan suku Minang yang berlaku turun temurun tanpa terpengaruh oleh tempat, waktu dan keadaan sebagaimana dikiaskan dalamkata-kata adat. “Nan tidak lakang dek paneh. Nan indak lapuak dek ujan. Paling-paling balumuik dek cindawan”.2. Adat Nan Diadatkan. Adat nan diadatkan adalah kaidah, peraturan, ajaran, undang-undang dan hukum yang ditetapkan atas dasar “bulat mufakat” (kesepakatan) para penghulu tua-tua adat cerdik pandai dalam Majelis kerapatan adat atas dasar alur dan patut. Ada juga yang mengartikan sebagai Peraturan yang dibuat oleh Dt Perpatih nan Sabatang dan Dt Ketemangungan yang dicontoh dari adat nan sabana adat yang dilukiskan peraturan itu dalam pepatah3. Adat Nan Teradat. Adalah peraturan yang dibikin oleh penghulu-penghulu dalam suatu nagari atau dalam beberapa nagari peraturan mana untuk mencapai tujuan yang baik dalam masyarakat. Dimana adat Teradat ini tidak sama ditiap-tiap nagari atau bisa berbeda di tiap negari. " Adat sepanjang jalan. . Bacupak sepanjang batuang. Lain lubuak lain ikan. Lain padang lain bilalang. Lain nagari lain adatnyo. Adat sanagari-nagari"4. Adat Istiadat Adat istiadat adalah kebiasaan yang berlaku dalam suatu tempat yang berhubungan dengan tingkah laku dan kesenangan masyarakat dalam nagariMemahami 4 macam pembagian adat Minangkabau tersebut, maka dapat disimpulkan menjadi dua pengelompakan yang penting yakni;
1. Adat nan babua mati. Ialah adat dan sabana adat adat nan teradatkan (berlaku umum di Minangkabau)2. Adat nan babuhua sintak:. Ialah adat teradat dan adat istiadat; (adat Salingka Nagari)Kedua sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas tentu tidak tidak boleh dipertukarkan letaknya atau disama ratakan saja. Hal ini menjadi penting, karena tidak jarang terjadi sifat adat Minangkabau yang bersifat “bahua mati” dikalahkan oleh adat Minangkabau “nan babuhua sintak”, dengan dalil adat salingka nagari. Padahal jika sesuatu itu terkait dengan persoalan yang masuk dalam adat “nan babhua mati”, maka adat “nan salingka nagari” atau “ adat nan bahua sintak” tentu dikemudiankan dan mendahulukan adat “nan babahua mati”. Sikap ini menjadi sangat penting peranannya terutama dalam konteks penegakan hukum adat dan disisi lain sebagai upaya menghindari terjadinya silang-sengketa dalam masyarakat.
Dengan mengemukakan alur adat dan pembagian serta sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas, maka kita kembali pada persoalan antara adat dan hukum adat Minangkabau. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan adat di Minangkabau adalah adat yang tidak “lekang dipanas, tidak Iapuk dihujan” yaitu adat ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Di kalangan masyarakat istilah “hukum adat” jarang digunakan, yang lazim digunakan adalah “adat” saja, tetapi jika istilah tersebut digunakan secara secara campur aduk akan menimbulkan masalah. Sebab secara prinsip dan teknis ada perbedaan antara adat dan hukum adat. Hukum adat adalah bagian tertentu dari adat yang memiliki atau mempunyai akibat hukum. Pada tatatan ini, tentu dengan pemahaman, bahwa tidak semua adat menimbulkan atau mempunyai akibat hukum. Meskipun di sisi lain masih memerlukan pemikiran yang mendalam apakah bisa dikatakan hukum adat Minangkabau sebagai bagian dari adat Minangkabau.
Perbedaan pandangan tentu bisa terjadi, namun setidaknya sebagai upaya pencarian garis tegas dalam setiap tindakan dalam masyarakat adat Minangkabau yang memiliki akibat hukum dengan yang tidak memiliki akibat hukum. Di sisi lain, dalam setiap pengambilan keputusan atau melakukan suatu tindakan dalam konteks adat, maka haruslah dilihat terlebih dahulu apakah persoalannya menyangkut sesuatu yang sudah diatur dalam adat yang bersifat “babua mati” dan bila “ya”, maka adat nan babua sintak tentu tidak seharusnya berada dibelakang. Mungkin ada pendapat lain, dan hal itu sejatinya akan memperkaya pemahaman kita terhadap adat dan hukum adat Minangkabau*.