Dulu sering terjadi silang pendapat apakah diskresi yang dugunakan pejabat pemerintahan sudah memenuhi syarat atau belum ? Dan sekarang, suatu diskresi yang digunakan Pejabat Pemerintahan tentu tidak akan dihadapkan pada silang pendapat pasca diundangkannya UU No. 30 Tahun 2014. Ini terutama karena dikskresi yang digunakan seorang pejabat TUN dalam melaksanakan tigas dan wewenang jabatan yang diembanya tidak jarang mengantarkan seorang pejabat pertanggung jawaban hukum, dan bahkan sampai pada tuntutan pidana. Masalahnya antara lain karena diskresi pemahaman terhadap diskresi sebelumnya lebih bertumpu pada doktrin atau pendapat ahli hukum yang kadang berlainan.
Setelah diundangkannya UU No 30 Tahun 2014, maka para pejabat TUN atau pejabat pemerintahan tentu boleh lega karena apa yang dimaksud dengan diskresi dan kriterianya sudah ditentukan dalam hukum positif. Artinya, dengan sudah dirumuskannya secara yuridis apa dan bagaimana sebuah diskresi, maka sebuah diskresi yang digunakan pejabat pemerintahan ada ukuran yang jelas dan pasti, dan sekaligus meminimalisasi perbedaan pandangan mengenai sah atau tidaknnya suatu diskresi yang digunakan.
UU No.30 Tahun 2014 menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan diskresi adalah : Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundangundangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Dari pengertian yang diberikan UU itu jelaslah, bahwa seorang pejabat TUN atau Pejabat Pemerintahan boleh menggunakan diskresi apabila peraturan perundang-undangan memberikan pililhan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Diluar kriteria yang diberikan UU dimaksud tentu keputusan atau tindakan yang diambil seorang pejabat Pemerintahan tidak termasuk dalam lingkup yang disebut dengan diskresi.
Persoalannya kemudian, apa syarat atau acuan dari kriteria yang disebutkan UU No.30 Tahun 2014 itu seorang Pejabat Pemerintahan boleh menggunakan diskresi. Ini perlu mengingat diskresi merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan dan karenanya hal yang diberikan itu harus sesuai dengan tujuannya. Karena itu perlu diperhatikan apa yang menjadi ukuran dari kriteteria bisa tidaknya seorang pejabat pemerintahan menggunakan dikresi sebagai berikut:
1. Dikresi dalam hal Peraturan perundang-undangan memberikan pilihan.
Berdasar penjelasan Pasal 23 huruf a UU No. 30 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Pilihan Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan dicirikan dengan kata dapat, boleh, atau diberikan kewenangan, berhak, seharusnya, diharapkan, dan kata-kata lain yang sejenis dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud pilihan Keputusan dan/atau Tindakan adalah respon atau sikap Pejabat Pemerintahan dalam melaksanakan atau tidak melaksanakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Diskresi dalam hal peraturan Peraturan perundang-undangan tidak mengatur.
Berdasarkan UU No.30 Tahun 2014 terkait dengan penggunaan diskresi karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur dengan penjelasan, bahwa Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan tidak mengatur” adalah ketiadaan atau kekosongan hukum yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu kondisi tertentu atau di luar kelaziman.
3. Diskresi dalam hal peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas.
Mengenai penggunaan diskresi atas alasan peraturan peraturan perundang-undangan tidak lemgkap atau tidak jelas adalah dengan penjelasan, bahwa yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas” apabila dalam peraturan perundang-undangan masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut, peraturan yang tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak sinkron), dan peraturan yang membutuhkan peraturan pelaksanaan, tetapi belum dibuat.
4. Diskresi dalam adannya stagnasi pemerintahan.
Berdasarkan UU Penjelasan UU No. No 30 Tahun 2014 terhadap kriteria adanya stagnasi pemerintahan yang terkait dengan kepentingan yang lebih luas, maka yang dimaksudkan dengan“kepentingan yang lebih luas” adalah kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, penyelamatan kemanusiaan dan keutuhan negara, antara lain: bencana alam, wabah penyakit, konflik sosial, kerusuhan, pertahanan dan kesatuan bangsa
Dari beberapa keadaan yang memungkinkan seorang pejabat pemerintahan menggunakan diskresi dan dengan memperhatikann kriterianya, maka untuk diskresi atas keadaan adanya peraturan perundang-undangan memberikan pillihan, tidak lengkap atau tidak jelas, dan tidak mengatur mengenai suatu hal kongkrit, jelas memerlukan suatu pengkajian, penelitian dan penelusuran peraturan perundang-undangan, sehingga ketika suatu diskresi digunakan, misalnya karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap, padahal sebenarnya lengkap, tetapi dinyatakan tidak lengkap karena tidak melakukan penelusuran hukum. Begitu juga dengan diskresi karena perundang-undangan tidak mengatur, tidak boleh disimpulkan sepintas, melainkan sudah melalui suatu penelitian, penelusuran dan pengkajian hukum.
Apabila kriteria dari suatu keadaan yang membolehkan seorang pejabat pemerintahan sudah terpenuhi, maka barulah diskresi boleh dilakukan dan itu pun melalui prosedur yang telah ditentukan dalam UU No 30 Tahun 2014.
Arti penting dari perlunya pengkajian dan pendalaman sebelum menggunakan diskresi adalah tidak terlepas dari beberapa hal penting terkait dengan penggunaan diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 26 s.d 29 UU No.38 Tahun 2014. Di sisi lain, perlunya diperhatikan persyaratan dan pemenuhan substansi dari suatu keadaan untuk menggunakan diskresi terutama mengingat akibat hukum dari diskresi apabila penggunaannya tidak memenuhi ketentuan hukum. Sekalipun diskresi adalah hak yang diberikan kepada pejabat pemerintahan, tetapi tidak boleh digunakan sembarangan tanpa melakukan dengan penuh keyakinan persyaratan dari setiap keadaan yang membolehkan penggunaan diskresi (catatan hukum: Boy Yendra Tamin).