Di Sumatera Barat sejak tahun 1962 ada kegiatan agama yang dinamakan Didikan Subuh. Didikan Subuh ini berlangsung tiap hari Ahad selesai shalat subuh berjamaah di masjid, sampai kira-kira antara jam 08.00 - 09.00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak usia SD/SMP. Di dalam kegiatan yang dibimbing oleh satu atau lebih ustadz/ustadzah anak-anak dibimbing agama dengan materi bermacam-macam seperti tilawah al-Quran, hadits-hadits, sejarah nabi/sejarah Islam, dan lain-lain.
Kegiatan ini dari yang saya ketahui digagas oleh dua orang tokoh, yakni bapak Mardin Khatib dan Yunizar Paraman, dan bermula di masjid Istiqamah Jalan Kota Padang tahun 1962. Tidak lama setelah dimulai di masjid ini, kegiatan ini cepat berkembang di seluruh Kota Padang. Tak lama setelah itu hampir seluruh kota dan kabupaten di wilayah Sumatera Barat juga mengikutinya.
Didikan Subuh ini sekarang masih berjalan. Hanya saja animo dan semangat para pelajar untuk mengikutinya tidak seperti dulu. Ada berbagai faktor penyebabnya barangkali. Misalnya adanya banyak godaan yang memecah konsentrasi anak-anak seperti keberadaan media hiburan (TV, film/video, internet, smartphone, dlsb.). Para orangtua sekarang juga lebih banyak mengakomodir keinginan anak, kurang keras untuk mengarahkan anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan didikan subuh ini dengan serius.
Kalau dulu peserta didikan subuh ini masih diikuti oleh anak-anak sampai usia SMP, sekarang malah ada anak kelas 6 SD yang malu untuk ikut didikan subuh. Di kepala anak seperti ini mungkin didikan subuh itu sampai kelas 4 atau 5 SD saja.
Tentu hal ini sangat disayangkan. Bagi anak-anak yang bersekolah di SDIT (SD Islam Terpadu) tidak masalah. Sebab di sekolah Islam terpadu mereka mendapatkan porsi agama yang cukup, jauh lebih banyak dari sekolah negeri. Wajar, karena sekolah islam terpadu biasanya bersekolah full-day. Akhlak peserta didik dapat dikontrol dengan lebih baik.
Dengan adanya didikan subuh seperti yang disebutkan di atas, terutama sampai tahun 1980-an, maka rata-rata anak-anak di Padang/Sumbar paham agama. Paham cara shalat dan ibadah lain. Tentu paham pula cara berdzikir, berdoa dan mengucapkan kalimah-kalimah thayyibah. Saya yakin anak-anak di Sumbar tidak ada yang tidak mampu untuk mengucapkan dan menjawab salam secara lengkap. Saya yakin tidak akan ada anak-anak di Sumbar yang salah mengucapkan kalimah "Laa haula walaa quwwata illaa billaahi....". seperti yang terjadi pada seperti seorang pejabat (sangat) tinggi yang salah mengucapkan kalimah tersebut.
.
Selama saya mengikuti didikan subuh waktu SD dan SMP dulu ada sebagian teman yang rada nakal/bandel. Mereka yang dua atau tiga orang ini sering ditegur/dimarahi ustadz/ustadzah. Tapi alhamdulillah, setelah dewasa dan berkeluarga, ghirah dan semangat agamanya muncul. Barangkali apa-apa yang diterimanya selama didikan subuh, yang selama ini mengendap, muncul kembali. Teman saya yang dulu nakal/bandel di masjid ini aktif (membantu) dakwah.
Meskipun semangat didikan subuh ini tidak seperti sebelum tahun 1980-an, kita harus berterima kasih kepada penggagasnya. Bapak Mardin Khatib kalau tidak salah dulu menjadi guru agama di SMAN 1 Padang, sedangkan Bapak Yunizar Paraman guru agama di Perguruan Adabiah Padang (SMP dan SMA). Saya tidak kenal dengan Bapak Mardin Khatib. Namun dengan Bapak Yunizar Paraman (alm.) yang dulunya hanya saya kenal namanya, akhirnya saya tinggal bersebelahan komplek perumahan dengan beliau dan sama-sama satu jamaah di Masjid Muhajirin Komplek Mawar Putih Korong Gadang. Waktu beliau wafat saya mengikuti proses penyelenggaraan jenazahnya. Semoga Allah menerima segala amal ibadahnya. Aamiin YRA.
Sekarang, dengan menurunnya semangat didikan subuh, merupakan tantangan untuk kita agar kegiatan ini kembali semarak. Mungkin perlu modifikasi kegiatan (daya tarik baru) supaya ada semangat baru. Dengan adanya berbagai organisasi/lembaga Islam di Sumbar, kita bisa berharap muncul banyak ide untuk memecahkan masalah ini. * (dh1/ed)