By Nova Afriani
Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Untuk terciptanya masyarakat yang sehat, maka pemerintah harus menciptakan suatu pembangunan kesehatan yang memadai. Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 menyatakan, bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”serta dalam pasal 34 ayat 3 berbunyi “ Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”
Pelayanan Kesehatan merupakan Hak Asasi manusia yang perlu dilindungi dan diperjuangkan oleh Negara. Pemerintah mempunyai berbagai program dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat mulai dari asuransi kesehatan yang dikenal dengan ASKES dan Jaminan Kesehatan Nasional yang sekarang disebut dengan JKN. Berbagai aturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya program tersebut supaya tidak terjadinya ketimpangan-ketimpangan yang dirasakan oleh masyarakat.
Baca juga:Beberapa Ketentuan Pidana Dalam Pelayanan Kesehatan
Biaya kesehatan yang cukup tinggi membuat masyarakat merasakan perlunya mendapatkan jaminan kesehatan baik secara langsung maupun dengan cara mandiri. Pihak penyelenggara Jaminan Kesehatan yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS dalam memberikan jaminan kepada masyarakat haruslah berpedoman pada aturan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. dimana dalam aturan tersebut mengatur teknis dari penyelenggaraan kesehatan sampai dengan biaya atau tarif yang berlaku bagi pemegang kartu jaminan tersebut sesuai dengan hak yang diperolehnya.
Apabila kita bicara tentang kesehatan sering kita mendengar bahwa kesehatan itu mahal. Ini identik dengan kesehatan adalah sama dengan biaya atau tarif. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :4 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan yang salah satu poin didalamnya adalah untuk kenaikan kelas pelayanan rawat Inap kekelas VIP dengan fasilitas 1 (satu) tingkat di atas dikenakan tambahan biaya paling banyak sebesar 75% dari tarif INA CBG kelas I.
Implementasi dari peraturan tersebut diatas dari hasil penelitian yang telah dilakukan disebuah Rumah Sakit yang menggunakan tariff umum RS dan tarif INA CBG’s bahwa pasien A dengan diagnose X mempunyai hak atas kelas perawatan kelas I dan menginginkan untuk naik satu tingkat ke VIP B maka pasien dengan diagnose X tersebut mempunyai hak pada kls I dengan tarif INA CBG’s sebesar Y sedangkan untuk tarif RS di VIP sebesar Z, maka didapat keragaman pembayaran atas selisih tariff tersebut. Pembayaran dilakukan dengan membandingkan tarif Y dan Z kemudian ditambahkan maksimal 75 % dari tarif Y.
Dari diagnose dan lama rawatan bias menimbulkan 2 asumsi yaitu adakalanya pasien merasa dirugikan karena tetap membayar selisih walaupun haknya lebih besar di tarif INA CBG’s dibanding tarif RS sedangkan adakalanya RS merasa dirugikan apabila tarif RS lebih tinggi dari tarif INACBG’s sedangkan berdasarkan ketentuan permenkes tersebut selisih pembayaran maks 75% dari tarif INACBG’S.
Dapat kita simpulkan bahwa perlunya suatu kebijakan dari Rumah Sakit untuk mengimplementasikan Permenkes No 4/2017 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan dan Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan publik dapat memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang berlaku. Masyarakat berharap dengan berlakunya Permenkes tersebut dan kebijakan yang dikeluarkan dalam hal ini oleh Rumah Sakit hendaknya dapat lebih meringankan masyarakat atau pengguna jasa Rumah Sakit tersebut sehingga tercapainya suatu cita-cita bangsa.*(mhss2ubh/dh1-ed)