Dalam hal terjadinya suatu sengketa atas tanah atau adanya konflik pertanahan tidak jarang dimintakan pemblokiran ataupun sita atas bidang tanah yang disengketakan. Pengaturan mengenai pemblokiran atau sita atas bidang tanah dimaksud selama ini tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan hal itu menjadi salah satu pertimbangan Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
Dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2017 tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pencatatan blokir adalah tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan keadaan status quo (pembekuan) pada hak atas tanah yang bersifat sementara terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah tersebut. Sedangkan Pencatatan Sita adalah tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk mencatat adanya sita dari lembaga peradilan, penyidik atau instansi yang berwenang lainnya. Sementara yang dimaksudkan dengan Sita Perkara adalah penyitaan terhadap Buku Tanah, Surat Ukur atau data lainnya yang diajukan oleh juru sita pengadilan atau pihak yang berkepentingan meliputi penggugat atau tergugat dalam rangka perlindungan terhadap objek perkara.
Pecatatan blokir atas sebidang tanah baik karena adanya sengketa maupun adanya konflik pertanahan dilakukan atas adanya permohonan. Permohonan pencatatan blokir tersebut dapat diajukan oleh perorangan atau badan hukum ataupun penegak hukum. Permohonan pemblikiran dimaksud tentunya harus mencantumkan alasan yang jelas dan bersedia dilakukan pemeriksaan atas permohonan dimaksud. Ketentuan dan tata cara mengenai pecatatan blokir dan sita atas sebidang tanah karena adanya sengketa atau adanya konflik pertanahan lebih rinci termuat dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2017 dan dapat anda temukan di website Kementrian ATR/BPN www.bpn.go.id (dh-1)