Banyak yang ingin tahu, apa alasan Pemerintah memasukkan kembali pasal penghinaan presiden atau kepala negara dalam Rancangan KUHP (RKUHP). Padahal sebelumnya, sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal penghinaan presiden itu. Seperti ditulis hukumonline.com, dimasukannya kembali pasal penghinaan presiden itu dalam RKUHP lebih pada pertimbangan mengedepankan prinsip equality before the law dengan warga negara lain terutama ketika kepala negara sahabat dihina pelakunya dapat dipidana.
Lebih jauh hukumonline menyebutkan, Anggota tim perumus RKUHP Prof Harkristuti Harkrisnowo berpendapat prinsip equality before the law atau persamaan di depan hukum diterapkan dalam posisi yang sama terhadap setiap warga negara. Terutama, ketika terjadi penghinaan terhadap kepala negara sahabat dan pejabat dari negara asing dapat dipidana sebagai delik laporan dalam KUHP.
Baca juga: Tindak Pidana Penghinaan Berdasarkan Pasal 207 KUHP
Pencabutan Pasal 134, 136 bis, 137 dan Pasal 154-155 KUHP tentang penghinaan presiden dan pemerintah melalui putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 dan putusan MK No. 6/PUU-V/2007, masyarakat dapat menghina presiden atau pemerintah tanpa dipidana, tetapi dalam KUHP terhadap kepala negara sahabat yang bertandang ke Indonesia misalnya, kemudian dihina, maka pelakunya dapat dipidana.
Lebih jauh diungkap hukumonline.com, menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia itu ada ketentuan pegawai negeri sipil ketika dihina, maka bukanlah delik aduan. Bila dibandingkan dengan penghinaan terhadap presiden dengan menjadi delik aduan, maka berarti posisi presiden berada di bawah pegawai negeri sipil. “Jadi kita meletakan presiden di bawah pegawai negeri sipil. Itu mungkin perlu kita kaji bersama. Kayanya kita harus mendalami hal itu supaya tidak dianggap mendegradasi (posisi) presiden,” ujarnya.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Prof Enny Nurbaningsih mengatakan pembahasan tentang pasal penghinaan terhadap presiden memang menjadi satu dari belasan isu dalam RKUHP. Menurutnya, RKUHP tidak melihat siapa orang yang menjabat sebagai presiden, tetapi ada simbol negara yang harus dilindungi, sehingga penghinaan sejatinya masuk kategori perbuatan pidana (hukumonline.com/dh1)
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a7971580ae48/alasan-pemerintah-adopsi-pasal-penghinaan-presiden-dalam-rkuhp