Oleh Andi Arvian Siska
Bila ditelusuri tadisi dan budaya Minangkabau, maka secara implisit terdapat nilai-nilai dari sejumlah hal yang menjadi unsur good governance. Dalam konteks ini, good governance merupakan satu konsep yang dikembangkan dalam mengelola pemerintahan yang disebut juga dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Didalam tata kelola yang baik tersebut ada sejumlah aspek yang menjadi kerangka acuannya, yakni; Adanya partisipasi masyarakat; Adanya aturan hukum yang adil tanpa pandang bulu; Pemerintah bersifat transparan; Pemerintah mempunyai daya tanggap terhadap berbagai pihak; Pemerintah berorientasi pada konsesus untuk mencapai kesepakatan; Menerapkan Prinsip keadilan; Pemerintah bertindak efektif dan efisien; Segala keputusan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dan bersifat akuntabel; Penyelenggaraan pembangunan Bervisi strategis; Adanya saling keterkaitan antar kebijakan.
Unsur-unsur good governance itu sangat diperlukan untuk mencapai tujuan negara dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Nilai-nilai good governance sebenarnya tampak jelas dalam sejumlah tradisi dan budaya Minangkabau seperti halnya dalam tradisi "barantam" di Luhak Agam, yakni tradisi menyembelih sapi secara berkelompok untuk mencukupi kebutuhan daging pada hari raya Idul Fitri masih hidup di masyarakat nagari III Koto Silungkang kecamatan Palembayan, misalnya.
Dilihat tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dari tradisi Barantam pada masyarakat Adat Minangkabau sangat erat kaitannya, dimana tradisi Barantam pada hakekatnya merupakan suatu tradisi yang melibatkan semua kompenen masyarakat untuk mencapai tujuan yang sama. Seperti didaerah agam, tradisi barantam dilaksanakan 15 hari sebelum hari raya Idul Fitri dimana masyarakat dalam menyambut hari raya tersebut membeli sapi atau kerbau untuk disembelih guna dimakan dihari raya, dalam adat barantam ini masyarakat menyumbang sesuai dengan kemampuanya dan dilakukan secara transparan diketahui oleh orang banyak sesuai dengan unsur tata kelola pemerintahan yang baik dapat dilihat bahwa adanya partisipasi dari semua komponen masyarakat dan adanya transparansi dalam mengumpulkan sumbangan tersebut serta besarnya sumbangan tersebut menentukan berapa daging kerbau atau sapi tersebut didapat, dalam hal ini besarnya sumbangan dan berapa daging yang didapat merupakan gambaran bahwa hukum yang ada pada tradisi berantam sangat jelas dimana hukum dan norma yang ada dimasyarakat akan menentukan atau kata lain bagi masyarakat yang menyumbang sedikit maka daging yang didapat juga sedikit sebaliknya jika masyarakat menyumbang banyak maka daging yang didapatkan juga banyak.
Selain didaerah Agam, tradisi barantam juga terdapat di daerah Pariaman, di Pariaman tradisi barantam terjadi sesudah acara pernikahan yang tujuannya pada hakekatnya juga sama dengan barantam yang ada pada daerah agam, tradisi barantam juga mengandung falsafah minang Barek samo dipikua ringan samo dijinjiang yang menyatakan bahwa semua komponen masyarakat juga harus ikut secara bersama-sama guna terciptanya tujuan bersama yang kita inginkan sesuai juga dengan tata kelola pemerintahan yang baik dimana semua kompenen masyarakat pemerintah harus ikut berpartisipasi guna terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik.
Tradisi barantam di Pariman adalah tradisi menyumbang bagi semua komponen masyarakat yang ada pada nagari tersebut jika terjadi pernikahan dinagari itu. Biasanya tradisi barantam dilakukan malam setelah acara kenduri atau Baralek, pada malam itu semua unsur masyarakat hadir guna ikut andil dalam memberikan bantuan berupa sumbangan terhadap pihak laki-laki/marapulai atau perempuan/anak daro untuk menempuh hidup baru, masyarakat yang hadir tersebut memberikan bantuan satu persatu dan bantuan tersebut dibunyikan kesemua yang hadir sehingga yang hadir mengetahui berapa besar sumbangan yang diberikan.
Bagi warga masyarakat yang mempunyai kemampuan yang sedikit biasanya juga menyumbang sedikit dan bagi kemampuan keuangan yang kuat maka sumbangan juga besar dan bagi yang mempunyai hubungan kekrabatan yang dekat dengan laki-laki/marapulai atau perempuan/anak daro tersebut akan memberikan sumbangan yang lebih besar dari rata rata sumbangan tersebut atau disebut juga tibo dimato indak dipiciangan tibo diparuik indak dikampihan. Setelah semua sumbangan terkumpul maka sumbangan tersebut diberikan kepada pihak laki-laki/marapulai atau perempuan/anak daro atau disebut juga dengan silang sapangka.
Dilihat dari tradisi barantam yang sudah ada dari dahulu kala diminangkabau dapat diambil kesimpulan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dapat dilaksanakan berdasarkan falsafah tradisi barantam tersebut, tata kelola pemerintahan yang baik akan terlaksana apa bila ada niat dan prilaku yang sama dari semua komponen masyarakat untuk menciptakannya, seperti juga yang terdapat dalam tradisi barantam, meletakkan secara profesional, berkeadilan dan hukum yang jelas serta transparansi juga terdapat pada tradisi barantam dimana yang besar menerima bagian yang besar dan yang kecil menerima bagian yang kecil serta yang mempunyai hubungan kekerabatan dekat akan menyumbang lebih besar dari orang yang mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh . transparansi di dalam tradisi barantam yaitu sesuai dengan falsafah minang yang menyatakan bukak kuliek nampak isi dengan arti semua yang hadir dalam tradisi barantam tersebut akan dapat melihat dan menilai seseorang berdasarkan atas sumbangan yang diberikan, karna sumbangan yang diberikan tersebut dibunyikan kepada semua orang yang hadir sehingga jelas berapa disumbangkan dan berapa jumlah semua sumbangan tersebut.
Pemerintah harus mempunyai daya tanggap terhadap berbagai pihak merupakan salah satu unsur terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), pada tradisi barantam, masyarakat akan juga menimbulkan daya tanggap terahadap pihak yang akan melakukan pernikahan tersebut dimana masyarakat akan menilai kesanggupan pihak yang melakukan pernikahan secara finansial atau ekonomi sehingga daya tanggap masyarakat akan terlihat dalam tradisi barantam tersebut, atau kata lain jika masyarakat yang melakukan pernikahan tersebut kurang mampu secara finansial maka dalam tradisi barantam akan mendapatkan sumbangan yang cukup besar dibanding dengan keluarga yang mampu jika melaksankan pernikahan juga.
Dapat dilihat bahwa tradisi barantam yang berada didaerah agam atau pariaman dapat dijadikan dasar dari terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good Governance), dimana unsur-unsur yang terdapat pada Good Governance sudah terlebih dahulu diterapkan atau dilaksanakan dalam tradisi tersebut.*(mhs-pps-ubh/ed-dh1)