Catatan Dr.Harfiandri Damanhuri
Dosen Kelautan Universitas Bung HattaTerdapat 10.639 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota dari total sekitar 542 kabupaten/kota se-Indonesia (BPS, 2015). Dari desa pesisir tersebut jumlah penduduk miskin di pesisir mencapai 7,87 juta jiwa atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang berjumlah 31,02 jiwa (Kompas, 2 Januari 2018, hal 14).
Salah satu desa pesisir di Kecamatan Sipora Selatan adalah Desa Beriulou yang mendapat gerakan kecil dari dasar bumi yaitu gempa pada 23.12 Wib, 29 Desember 2018 dengan kekuatan geraknya Mag 4.7, yang berjarak 4 km Tenggara Beriolou (Infogempa wordpress.com - KPSI, 2018).
Desa Beriulaw dengan jumlah penduduk lk 1.300 orang, 60 % laki-laki, 40 % perempuan dengan 298 KK. Desa Beriulaw terbentuk dari beberapa dusun, diantaranya Dusun Ngaik, Dusun Sasau, Dusun Gulugok, Dusun Pakpang leleu, Dusun Matena dengan tingkat pendidikan rata-rata sekolah dasar (SD) dan sebanyak lk 5 orang berlatarbelakang pendidikan sarjana.
Ekonomi masyarakat pesisir Desa Beriulaw adalah berkebun kelapa sebagai sumber ekonomi utama, selain dari bertanam cengkeh dan pala. Serta kegiatan ekonomi di kawasan pesisir pantai untuk memenuhi kebutuhan sumber gizi yang berasal dari laut, tidak jauh dari lokasi mereka tinggal dan menetap.
Desa Beriulaw juga merupakan desa terdampak akibat gempa 2009. Pada 2010 penduduk desa pesisir yang berjarak lk 800 m dari kawasan pesisar pantai, direlokasi kedaerah ketinggian. "Huntab" sebagai
kawasan relokasi yang baru, baru selesai pada 2016, untuk 278 KK.Saya bertemu langsung dengan Kepala Desa Beriulaw, Mareus Tatubeket, 48 th, 16 hari lalu di Dusun Matubtuman dalam acara "Sosialisasi Site Penyu Belimbing, Pantai Barat Sumatera, Indonesia" yang difasilitasi oleh BPSPL Padang - KKP RI.
Pak Mareus begitu antusias dan semangat orangnya. Dia merasa bangga juga kerana dapat bertemu dengan Dosen UBH. Sebab saya dulunya pernah kuliah di FH UBH BP.93, akan tetapi saya tidak selesai kuliah karena sesuatu hal. Salah seorang dosen/karyawan yang beliau masih ingat adalah Buk Rohana, SH.
Di Desa Beriulaw terdapat 10 komunitas suku asli Mentawai diantaranya ; Samangilailai, Tatubeket, Samaloisa, Sa'ogok, Sakoikoi, Sababalat, Teileleu, Siritoitet, Taikatubun' oinan dan Samalingai.
Banyak yang menarik dari diskusi dengan Pak Kades Mareus. Ternyata pemberian nama suku warga Mentawai sesuai dengan kearifan lokal dan tatanan kehidupan masyarakat asli Mentawai, dimana mereka bermukim dan beraktifitas.
Apa yang saya tanggap dari arti nama-nama suku Mentawai, ternyata mengandung "nilai-nilai konservasi" yang menjadi pedoman dan penyemangat mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Misalnya contoh arti dari makna kata suku "Teileleu" adalah masyarakat yang tinggal dilokasi ketinggian, mereka tidak mau ke pantai. "Tatubeket" artinya pemberani.
Penamaan ratusan suku yang mengambil nilai nilai dari alam (nilai konservasi), perlu kita telusuri dan kita pelajari lebih jauh dan lebih dalam lagi.
Agar nilai-nilai dan kearifan lokal yang ada dan tumbuh dimasyarakatnya dapat menjadi pembelajaran untuk menyelamatkan mereka dari ancaman bencana pesisir yang kerap melanda dan mendatangi mereka.
Mereka warga Gugusan Kepulauan Mentawai adalah penduduk Indonesia yang jauh dari segala fasilitas dan bantuan untuk menyelamatkan mereka dari bencana, secara cepat dan segera. Semoga. Salam konservasi (hd/UBH, 29.12.2018).
Foto ; Penulis bersama Mareus Tatubeket (dok.hd, 13/12/2018).